Kolom
Kamis, 5 Oktober 2023 - 09:35 WIB

Alarm untuk Introspeksi

Rohmah Ermawati  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rohmah Ermawati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Perasaan  miris, geram, dan sedih bercampur aduk dalam diri saya saat menyaksikan video penganiayaan secara brutal yang melibatkan para siswa berseragam baju biru bercelana putih.

Dalam video itu tampak sejumlah pelajar menyaksikan kawan mereka dipukuli dan diseret tanpa melawan. Video tersebut dengan cepat menyebar di media sosial dan memicu kemarahan warganet.

Advertisement

Banyak orang menghujat kelakuan siswa yang menjadi pelaku tindak kekerasan tersebut melalui kolom komentar di media sosial. Belakangan kasus kekerasan di kalangan pelajar itu diketahui terjadi di Cilacap, Jawa Tengah.

Pelaku maupun korban berasal dari satu SMP.  Polisi menangkap dua pelaku dan menetapkan mereka sebagai tersangka dengan jeratan pasal berlapis, yakni Pasal 80 Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan ancaman hukuman 3,5 tahun penjara dan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama-sama  dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.

Advertisement

Pelaku maupun korban berasal dari satu SMP.  Polisi menangkap dua pelaku dan menetapkan mereka sebagai tersangka dengan jeratan pasal berlapis, yakni Pasal 80 Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan ancaman hukuman 3,5 tahun penjara dan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama-sama  dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.

Korban tindak kekerasan yang terluka hingga mengalami patah tulang rusuk telah mendapatkan perawatan medis dan dirujuk ke RS Margono Soekarjo Purwokerto. Untuk meringankan beban keluarga korban, Polresta Cilacap memberikan bantuan pembiayaan pengobatan dan perawatan.

Kepolisian juga memberikan pendampingan psikologis kepada korban tindak kekerasan itu serta saksi-saksi yang diperiksa dengan didampingi keluarga masing-masing. Anak-anak memang rentan menjadi korban kejahatan secara fisik, psikis, maupun seksual.

Advertisement

Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat 1.665 kasus kekerasan fisik/psikis anak terjadi pada 2022. Bentuk kekerasan terhadap anak yang dilaporkan sangat beragam, yaitu bullying atau perundungan yang merupakan kekerasan verbal, pemukulan, penganiayaan, pengeroyokan, serta kekerasan seksual.

Kekerasan merugikan korban serta keluarganya, bahkan masyarakat dan negara. Berbagai model tindak kekerasaan terhadap anak menimbulkan penderitaan bagi korban, tidak hanya fisik namun juga psikis, ekonomi, dan sosial.

Efeknya bisa berdampak langsung terhadap korban saat kekerasan terjadi serta dapat meninggalkan dampak jangka panjang bagi korban. Apabila kekerasan mengakibatkan dampak permanen terhadap korban seperti cacat fisik atau trauma psikis berkepanjangan tentu menghalangi korban untuk meraih masa depan yang gemilang.

Advertisement

Realitas itu juga merampas kesempatan korban berkontribusi positif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh sebab itu, pemulihan anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis secara lengkap dan berkelanjutan harus dilakukan seperti diatur dalam Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus.

Pekerjaan selanjutnya adalah memastikan agar setiap anak korban kekerasan mendapatkan layanan pemulihan segera serta mendapatkan jaminan akses pada layanan kesehatan jangka panjang.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung jaminan keberlangsungan pemulihan korban adalah mekanisme restitusi bagi korban. Dalam kasus pelaku kekerasan adalah juga dari kalangan anak-anak, semestinya pelaku diproses hukum sebagai aspek pendidikan dan bentuk tanggung jawab atas kesalahan.

Advertisement

Perlu diingat bahwa semangat sistem peradilan pidana adalah menjauhkan dampak buruk peradilan pidana terhadap anak. Penjatuhan pidana pada anak mendukung pemulihan dan perubahan perilaku anak, bukan dalam rangka memberikan efek jera.

Oleh karena itu, proses peradilan pidana anak bersifat khusus dan berfokus pada masa depan anak serta harus dipastikan tidak melanggar hak anak. Menurut KPAI, dalam peradilan anak digunakan pendekatan keadilan restoratif yang menganut prinsip proporsionalitas dan menghindarkan pembalasan sesuai amanah Pasal 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam kasus kekerasan oleh dan terhadap anak di Cilacap itu perhatian masyarakat cukup besar karena video tindakan tersebut beredar luas, bahkan tanpa sensor atas  wajah pelaku maupun korban.

Saya sempat mendapati foto wajah pelaku kekerasan yang diunggah secara jelas di sebuah akun media sosial. Unggahan itu disambut dengan komentar bernada kecaman di kolom komentar.

Bagaimana pun geramnya kita setelah melihat video tindak kekerasan yang beredar luas tersebut, tetap harus diingat pelaku masih tergolong anak-anak dan mempunyai hak untuk dilindungi.

Pelaku telah diproses hukum oleh kepolisian. Harapan dari kasus ini adalah korban dapat segera pulih dadi sisi fisik maupun psikis serta pelaku mendapatkan pelajaran berharga untuk menjadi lebih baik pada kemudian hari.

Kasus kekerasan yang menjadi viral itu menjadi alarm keras dan momentum bagi semua pihak untuk introspeksi diri. Semua pihak terkait seperti orang tua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah daerah harus terus melakukan upaya-upaya perlindungan khusus dan pencegahan agar dapat mencegah terulangnya kasus-kasus serupa pada masa yang akan datang.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 3 Oktober 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Gorup)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif