Kolom
Kamis, 27 Oktober 2022 - 13:10 WIB

Badan Usaha Milik Desa Bukan Sekadar Monumen

Rudi Hartono  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rudi Hartono (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Pemerintah membangun ekonomi dari desa melalui badan usaha milik desa. Cita-cita itu sangat mulia. Menciptakan desa yang mandiri secara ekonomi dengan cara mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk menyejahterakan masyarakat desa.

Pemerintah begitu kuat mendorong desa mewujudkan cita-cita itu dengan membuat instrumen-instrumen regulasi, dari undang-undang hingga peraturan menteri. Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau UU Desa memberi amanat pemerintah desa membentuk badan usaha milik desa.

Advertisement

Pemerintah desa dapat merealisasikannya dengan memberi penyertaan modal yang bersumber dari dana desa. Pemerintah menggelontorkan dana desa sejak 2015. Pada 2015 dana desa yang disalurkan senilai Rp20,7 triliun, 2016 naik menjadi Rp 47 triliun, 2017 naik lagi menjadi Rp50 triliun, 2018 naik lagi menjadi Rp60 triliun, dan pada 2019 juga naik menjadi Rp70 triliun.

Seiring berjalannya waktu, seiring semakin efektifnya peran badan usaha milik desa dalam mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa, fondasi diperkuat dengan badan hukum. Badan usaha milik desa disetarakan dengan commanditaire vennootschap (CV) atau persekutuan komanditer, bahkan sejajar dengan perseroan terbatas (PT).

Advertisement

Seiring berjalannya waktu, seiring semakin efektifnya peran badan usaha milik desa dalam mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa, fondasi diperkuat dengan badan hukum. Badan usaha milik desa disetarakan dengan commanditaire vennootschap (CV) atau persekutuan komanditer, bahkan sejajar dengan perseroan terbatas (PT).

Itu diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Beleid dipertegas dengan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pendaftaran, Pendataan, dan Pemeringkatan Pembinaan dan Pengembangan dan Pengadaan Barang dan atau Jasa Badan Usah Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa Bersama.

Pemerintah terus mendorong desa yang belum memiliki budan usaha milik desa segera membentuknya. Badan usaha milik desa bisa menjadi solusi atas permasalahan ekonomi desa. Dana desa yang saat ini diandalkan desa untuk membiayai program pembangunan tidak abadi. Bukan mustahil suatu saat dana desa dihentikan.

Advertisement

Pemerintah Kabupaten Wonogiri menyatakan seluruh desa yang berjumlah 251 unit sudah memiliki budan usaha milik desa. Berdasar data Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, hingga 2021 jumlah badan usaha milik desa di Indonesia mencapai 57.273 yang terdiri atas 45.233 unit aktif dan 12.040 unit tidak aktif.

Badan usaha milik desa yang aktif menyerap tenaga kerja sebanyak 20.369.834 orang. Omzet usaha secara akumulatif mencapai Rp4,6 triliun pada 2021. Usaha yang dijalankan bervariasi, seperti persewaan alat pembangunan insfrastruktur, persewaan gedung serbaguna, atau persewaan tempat olahraga.

Usaha lainnya adalah simpan pinjam dana, usaha perdagangan, mengelola penyaluran air bersih, hingga mengelola tempat wisata. Badan usaha mikik desa diklasifikasikan menjadi empat, yakni dasar, tumbuh, berkembang, dan maju. Salah satu badan usaha milik desa yang mampu mencapai level maju di Soloraya adalah Budan Usaha Milik Desa Tirta Mandiri di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten.

Advertisement

Pengelola area wisata Umbul Ponggok itu mampu meraup omzet Rp12 miliar pada 2017. Pada tingkat maju, badan usaha milik desa berkontribusi pada pendapatan asli desa dan secara nyata meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga desa. Pengembangan badan usaha milik desa tak semuanya mulus. Banyak desa yang memiliki badan usaha mikikdesa, tetapi hanya seperti monumen.

Setelah dibentuk dengan memenuhi syarat legal formal, hanya menjalankan usaha seadanya dalam skala mikro, seperti persewaan molen. Banyak badan usaha milik desa yang sekadar ada untuk menunjukkan eksistensi, tetapi tak menjalankan usaha apa pun. Seolah-olah hanya memenuhi kewajiban regulasi.

Sukarelawan

Membentuk badan usaha milik desa gampang, hanya dengan musyarawarah desa, bikin pengurus, pemerintah desa menerbitkan peraturan desa sebagai payung hukum, lalu pasang papan nama. Prinsip dasar badan usaha milik desa adalah keberlanjutan. Usaha yang dijalankan harus berbasis potensi.

Advertisement

Ddata Kementerian Desa Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi menjelaskan hingga 2021, dari 57.273 unit badan usaha milik desa di Indonesia, sebanyak 12.040 unit tidak aktif. Di Kabupaten Wonogiri, dari 251 badan usaha milik desa, mayoritas level dasar. Pada tataran itu belum mampu mengakselerasi usaha. Jumlahnya 131 unit. Sebanyak 115 badan usaha milik desa berklasifikasi tumbuh. Pada posisi itu sudah menjalankan usaha, tetapi perkembangannya belum signifikan.

Pemasukan belum bisa digunakan untuk upah pengelola, terlebih berkontribusi ke pendapatan asli desa. Badan usaha milik desa dengan klasifikasi berkembang sebanyak lima unit. Ini menunjukkan badan usaha milik desa sudah bisa menjalankan usaha dengan cukup baik sehingga mampu berkontribusi pada pendapatan asli desa.

Komitmen dan pengabdian penting dalam manajemen badan usaha milik desa. Komitmen pemerintah desa, lembaga desa, dan warga desa. Akselerasi usaha dapat lebih optimal apabila budan usaha milik desa dikelola orang yang bersedia menjadi ”sukarelawan”. Tipe orang macam itu sangat dibutuhkankan terutama dalam perintisan.

Biasanya pada perintisan usaha, badan usaha milik desa belum dapat memberi upah kepada pengelola. Pada tahap awal usaha yang dijalankan belum menghasilkan profit sesuai harapan. Tujuan utamanya melayani masyarakat. Pada tahap ini diperlukan pengelola yang bersedia mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga untuk mengembangkan usaha.

Mencari ”sukarelawan” yang bersedia menjalankan badan usaha milik desa secara berkelanjutan tak mudah. Desa yang belum memiliki badan usaha milik desa hingga sekarang bisa jadi bukan karena tidak punya potensi yang dapat dikembangkan. Semua desa pasti punya potensi sesuai karakteristik sosial dan geografis.

Desa belum memiliki badan usaha milik desa atau sudah punya tetapi stagnan bukan tidak mungkin belum menemukan ”sukarelawan”. Badan usaha milik desa merupakan anak kandung pemerintah desa yang berperan sebagai kepanjangan tangan untuk mewujudkan fungsi memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi warga. Badan usaha milik desa tak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga pelayanan memberdayakan warga dan menggerakkan ekonomi desa.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 17 Oktober 2022. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif