Kolom
Kamis, 13 April 2023 - 20:49 WIB

Bersama-sama Nyengkuyung Transformasi Sepak Bola

Tri Wiharto  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tri Wiharto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Indonesia  dua kali mendapat ”kejutan” dari Federasi Sepak Bola Internasional atau Federation Internationale de Football Association (FIFA). Kejutan pertama tentu saja pukulan telak bagi persebakbolaan Indonesia, yaitu pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2023.

Kejutan yang kedua adalah pemberian sanksi ringan kepada Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI). Pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2023 tak hanya mencoreng nama Indonesia di kancah persepakbolaan dunia, tetapi juga memantik reaksi keras di dalam negeri.

Advertisement

Pro dan kontra menghiasai pembicaraan tentang sepak bola Indonesia di kehidupan sehari-hari dan di dunia maya. Beberapa waktu setelah FIFA melalui laman fifa.com mengumumkan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2023 pada 29 Maret 2023 pukul 22.00 WIB, segera muncul dua pendapat ihwal alasan keputusan tersebut.

Pertama, penolakan terhadap tim sepak bola nasional Israel. Kedua, tentang penanganan tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur dengan korban 135 jiwa. Faktanya hingga sekarang dua pendapat tersebut tetap berembus liar.

Advertisement

Pertama, penolakan terhadap tim sepak bola nasional Israel. Kedua, tentang penanganan tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur dengan korban 135 jiwa. Faktanya hingga sekarang dua pendapat tersebut tetap berembus liar.

FIFA memang tidak secara jelas menyebut detail penyebab pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Pemerintah Indonesia juga tak menjelaskan secara pasti penyebab pembatalan penyelenggaran pertandingan Piala Dunia U-20 di Indonesia.

Ketua Umum PSSI Erick Thohir hanya menyebut ada intervensi sejumlah pihak. Setelah pembicaraan penyebab pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 sedikit mereda, publik sepak bola Indonesia mulai melontarkan prediksi tentang sanksi FIFA yang akan diterima Indonesia.

Advertisement

Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyebut FIFA hanya memberikan sanksi administratif kepada Indonesia, salah satunya berupa pembekuan dana FIFA Forward. Kini, Piala Dunia U-20 batal bertempat di Indonesia dan sanksi FIFA telah diberikan kepada PSSI sebagai representasi sepak bola Indonesia, selanjutnya bagaimana?

Salah satu pembahasan utama dalam pertemuan Presiden FIFA Gianni Infantino dengan Ketua Umum PSSI Erick Thohir di Paris, Prancis, beberapa waktu lalu adalah langkah transformasi sepak bola Indonesia. Dengan demikian, kata kunci dari pesan tegas FIFA kepada Indonesia adalah transformasi sepak bola.

Transformasi sepak bola Indonesia tentu saja harus dilakukan dari tataran paling bawah, yaitu akar rumput yang akan bermuara di level profesional. Sepak bola akar rumput menjadi level yang sangat penting karena dari sini awal munculnya pemain-pemain andal.

Advertisement

Fondasi prestasi sepak bola adalah pembinaan dan ini bisa dimulai dari akar rumput. PSSI harus memastikan kompetisi sepak bola yang berjenjang berjalan dengan baik. Harus diakui dalam beberapa tahun terakhir kompetisi usia dini hampir tak berjalan dan tak terurus.

Banyak asosiasi provinsi PSSI maupun kabupaten/kota sebagai kepanjangan tangan PSSI pusat seperti mati suri. Kompetisi usia dini yang seharusnya bisa dijalankan dari tingkat kabupaten/kota dan provinsi ternyata nyaris tak terdengar kabarnya.

Liga 3 dan Liga 2 musim ini terhenti di tengah jalan. Ditambah lagi kasta tertinggi kompetisi sepak bola Indonesia, Liga 1 musim ini, tanpa promosi dan degradasi yang secara tak langsung mengurangi kualitas kompetisi itu sendiri.

Advertisement

Kompetisi sepak bola Indonesia seperti berjalan begitu saja tanpa arah. Apabila nanti kompetisi sudah berjalan baik, langkah PSSI selanjutnya adalah membenahi kualitas wasit. Kita tak bisa menutup mata bahwa kepemimpinan wasit dianggap menjadi salah satu faktor kurang berkembangnya sepak bola di Indonesia.

Kontroversi atas keputusan wasit hampir selalu terjadi di setiap pertandingan sepak bola di Indonesia baik itu di Liga 1 maupun Liga 2. Sementara itu, dari sisi suporter, transformasi sepak bola nasional semestinya bisa memunculkan regulasi atau apa pun istilahnya untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada penonton.

Tragedi di Stadion Kanjuruhan harus menjadi pelajaran berharga bagi setiap insan sepak bola nasional dan jangan sampai terulang. Kedewasaan suportet harus terus ditingkatkan karena kericuhan suporter ternyata masih saja terjadi di beberapa pertandingan, khususnya Liga 1, akhir-akhir ini saat mereka diizinkan menyaksikan langsung di stadion.

Dari segi infrastruktur, PSSI harus memastikan tim-tim sepak bola, khususnya yang berlaga di liga profesional, bermarkas di stadion yang benar-benar representatif. Kualitas stadion dari fisik maupun keamanan (bagi penonton dan pemain) harus terjamin.

Sejumlah stadion yang batal dipakai untuk Piala Dunia U-20 pada 2023 tentu bisa menjadi contoh bagi pengelola stadion lain untuk memastikan kelengkapan infrastruktur dalam menggelar pertandingan sepak bola.

Dengan demikian, transformasi sepak bola Indonesia harus dijalankan secara serius karena di tengah sanksi “ringan” ini pengawasan dari FIFA akan terus dilakukan. Jangan sampai karena sanksi FIFA dianggap ringan kemudian kita abai. Transformasi sepak bola Indonesia harus jadi komitmen dan disengkuyung (didukung) bersama-sama.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 11 April 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif