Kolom
Jumat, 5 Januari 2024 - 20:35 WIB

Catatan tentang SGIE

Anik Sulistyawati  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anik Sulistyawati (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO – SGIE mendadak viral dan menjadi perbincagan saat dan seusai  debat calon wakil presiden yang digelar pada 22 Desember 2023 lalu.

Waktu itu calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka  menanyakan kepada calon wakil presiden Muhaimin Iskandar  tentang bagaimana cara meningkatkan peringat Indonesia di SGIE.

Advertisement

“Terus terang saya tidak paham SGIE,” kata Muhaimin saat itu. SGIE lantas menjadi banyak diperbincangkan warganet dan kemudian menjadi viral di media sosial.

Terlepas dari konteks politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, masyarakat memang seharusnya memahami SGIE yang merupakan singkatan dari State of the Global Islamic Economy.

Ini sangat erat kaitannya dengan ekonomi syariah (ini ejaan bahasa Indonesia yang tidak baku, ejaan bakunya dalah ”syariat”).  Ekonomi syariah telah menjadi penggerak penting perkembangan ekonomi dunia, termasuk Indonesia.

Advertisement

Prinsip-prinsip ekonomi syariah yang didasarkan pada keadilan, keberlanjutan, dan etika menawarkan alternatif yang menarik dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ekonomi yang kian kompleks.

Istilah halal seolah-olah sudah menjadi simbol global yang mencerminkan jaminan kualitas dan pilihan gaya hidup. Ini mendorong peningkatan permintaan kebutuhan produk halal.

Dinar Standard dalam State of the Global Islamic Economy Report Tahun 2022 memperkirakan total pengeluaran muslim global pada 2022 tumbuh sebesar 9,1%. Ini berasal dari enam sektor riil ekonomi syariah, yaitu sektor makanan dan minuman halal, modest fashion, kosmetika, farmasi, media dan rekreasi, serta travel.

Pertumbuhan ini diperkirakan mencapai US$2,8 triliun pada tahun 2025 atau meningkat 7,5%. Secara global, segmen pasar industri halal telah berkembang pesat di negara-negara muslim maupun nonmuslim.

Advertisement

Fakta ini diperkuat dengan bukti industri halal telah menarik banyak negara seperti Thailand, Singapura, dan Filipina. Australia dan Amerika Serikat juga berebut mengambil kesempatan ini untuk menjadi produsen produk halal.

Berdasarkan survei Populix seputar industri halal Indonesia yang dirilis pada Maret 2023, logo halal menjadi pertimbangan pertama konsumen membeli produk (83%). Mayoritas mereka (75%) merasa aman apabila produk sudah berlogo halal.

Di Indonesia, ekonomi syariah juga terus tumbuh dan menunjukkan perkembangan signifikan.  Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH),  Indonesia berhasil masuk tiga besar pada the Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang dirilis Dinar Standard di Dubai, Uni Emirat Arab, Selasa (26/12/2023).

Indonesia yang pada tahun 2022 di posisi keempat, kini menduduki peringkat ketiga, di bawah Malaysia dan Arab Saudi. Bank Indonesia (BI) dalam Indonesia Halal Market Reports 2021/2022 mencatat potensi kontribusi ekonomi syariah sebesar total US$5,1 miliar terhadap produk domestrik bruto (PDB) nasional melalui ekspor produk halal, pertumbuhan penanaman modal asing, serta substitusi impor.

Advertisement

Kementerian Perindustrian mencatat pengeluaran muslim Indonesia untuk produk dan layanan halal mencapai US$184 miliar pada tahun 2020 dan diproyeksikan meningkat sebesar 14,96% pada 2025 atau mencapai US$281,6 miliar.

Mayoritas Impor

Sayangnya, besarnya peluang bisnis halal dan perkembangan ekonomi syariah dalam negeri saat ini sebagian besar masih didominasi oleh impor. Indonesia selama ini masih menduduki posisi sebagai big market, bukan big player, dalam industri halal global.

Menurut World Population Review, pada saat ini populasi muslim dunia mencapai dua miliar jiwa lebih atau 28,26% dari populasi dunia.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia mencapai 277,75 juta jiwa hingga akhir tahun 2022 dan dari jumlah itu 241,7 juta jiwa memeluk Islam.

Advertisement

Pertumbuhan muslim yang signifikan ini berimplikasi terhadap industri halal. Peluang pengembangan industri halal yang telah menjadi tren masyarakat global seharusnya bisa menjadi peluang besar bagi industri halal di Indonesia menuju pusat industri halal dunia.

Melihat potensi market yang sangat besar baik dari dalam maupun luar negeri, repositioning perlu dilakukan agar Indonesia tidak hanya menjadi target pasar, tetapi juga mampu mendorong peningkatan produksi produk halal.

Pengembangan industri halal perlu terus diakselerasi secara berkelanjutan untuk memenuhi demand dari dalam dan luar negeri. Salah satu pilar utama yang bisa mendukung pengembangan industri halal adalah dengan memperkuat industri keuangan syariah, salah satunya perbankan syariah.

Sebagai bagian dari ekosistem ekonomi syariah, perbankan syariah merupakan bagian dari sistem keuangan Islam yang dinilai maju pesat. Hal ini dibuktikan dengan 80% aset industri keuangan syariah global adalah dari perbankan syariah.

Industri perbankan syariah di Indonesia memiliki market share relatif kecil, yakni 5% dari total industri keuangan Indonesia, sementara industri pariwisata halal baru 11% dari pariwisata konvensional.

Perbedaan market share yang besar antara industri perbankan syariah dan industri sektor riil, dalam hal ini industri halal, merupakan salah satu permasalahan krusial .

Advertisement

Sektor industri keuangan, terutama perbankan syariah, seharusnya melihat peluang pengembangan industri halal ini untuk sama-sama dikembangkan demi kemajuan ekonomi nasional.

Peran perbankan syariah sangat signifikan mengingat perbankan syariah secara langsung berkontribusi di pasar keuangan syariah yang mewajibkan industri dan operasional secara halal dan sesuai syariah.

Perbankan syariah juga memiliki hubungan langsung dengan para para nasabah sebagai pelaku usaha atau pengusaha yang bergerak pada sektor riil dengan berbagai bisnis yang dijalankan.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin pernah menekankan infrastruktur ekosistem syariah harus dibangun secara kolektif sehingga menuntut kerja sama lintas sektor dan pemangku kepentingan.

Ekosistem syariah berpotensi memberikan manfaat yang luas dengan klaster yang dapat dikembangkan, seperti industri produk halal, jasa keuangan syariah, dana sosial syariah, serta bisnis dan kewirausahaan syariah.

Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah berupaya mengingkatkan perkembangan ekonomi syariah dalam negeri. Kebijakan  yang diterapkan, antara lain, Undang undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan peraturan turunannya, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2019 serta Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019.

Regulasi ini penting sebagai payung hukum untuk memberikan arah dan standar bagi pelaku industri untuk melakukan sertifikasi halal secara pasti dalam praktik good governance. Tantangan ekonomi syariah di Indonesia merupakan bagian dari perjalanan panjang menuju keberlanjutan dan pertumbuhan.

Dengan upaya bersama oleh pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, diharapkan ekonomi syariah dapat menjadi kekuatan utama dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.

Edukasi, regulasi yang mendukung, infrastruktur keuangan yang kuat, inovasi, kolaborasi sektor publik dan swasta, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM syariah, serta penanggulangan kemiskinan dan ketidaksetaraan adalah kunci utama dalam menghadapi tantangan ini.

Dengan kerja sama antara industri keuangan syariah dan industri halal yang kukuh diharapkan tercipta ekosistem ekonomi syariah untuk selanjutnya memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu player industri halal yang kian diperhitungkan di kancah global.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 3 Januari 2024. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif