Kolom
Rabu, 9 November 2022 - 09:10 WIB

Dark Jokes Berlebihan Tak Pantas Disebut Komedi

Ginanjar Saputra  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ginanjar Saputra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLODark jokes atau humor gelap adalah bentuk lelucon dengan patahan kelucuan yang tajam, opini yang terkesan ofensif, keras, serta mengangkat isu yang dianggap sensitif di tengah masyarakat.

Isu mengenai kematian, bencana alam, tragedi kemanusiaan, bahkan hingga hukum agama sering dibawakan sebagai materi humor gelap demi mencari kelucuan dan menarik perhatian para pencari tawa.

Advertisement

Belakangan ini humor gelap ramai digandrungi mereka yang haus terbahak-bahak. Akibat permintaan yang banyak dari penggemar komedi, sejumlah pelawak kini mulai berani menampilkan humor gelap dengan mengangkat isu sensitif.

Beberapa dari mereka sampai tersandung masalah hukum. Humor gelap mulai digandrungi seiring maraknya penggemar stand up comedy atau yang bisa disebut pentas lawak tunggal. Beberapa komika atau pelawak tunggal kini semakin berani membawakan humor gelap karena permintaan yang tinggi dari pencari tawa.

Advertisement

Beberapa dari mereka sampai tersandung masalah hukum. Humor gelap mulai digandrungi seiring maraknya penggemar stand up comedy atau yang bisa disebut pentas lawak tunggal. Beberapa komika atau pelawak tunggal kini semakin berani membawakan humor gelap karena permintaan yang tinggi dari pencari tawa.

Coki Pardede dan Tretan Muslim adalah sebagian di antara mereka. Dua komika ini dikenal sebagai komika spesialis humor gelap. Hukum agama dan tragedi kemanusiaan adalah materi yang beberapa kali mereka jadikan lelucon.

Dengan dalih rasa kemanusiaan lebih tinggi daripada agama, mereka beberapa kali melukai hati sejumlah orang dengan menjadikan hal-hal tentang agama sebagai materi lelucon. Komika yang kerap muncul beranda Youtube tersebut pernah didatangi sejumlah anggota ormas keagamaan yang merasa dilecehkan.

Advertisement

Deddy Corbuzier sampai membuat acara di saluran Youtube miliknya bertajuk Somasi. Acara tersebut menampilkan komika yang berani membawakan materi “tepi jurang” yang tak ada bedanya dengan humor gelap.

Sesuai dengan tajuk acara, komika biasanya diminta membawakan isu sensitif untuk dijadikan lelucon sehingga menggugah orang untuk melayangkan somasi. Jika ditilik perkembangannya saat ini, humor gelap tak ada bedanya dengan slapstick.

Slapstick adalah jenis komedi yang melibatkan aktivitas fisik berlebihan yang melampaui batas komedi fisik normal, seperti memukul dan menjatuhkan diri demi mengundang tawa penonton.

Advertisement

Dulu, melalui video di Youtube, sejumlah komika terang-terangan merendahkan jenis komedi slapstick yang sering ditampilkan di acara televisi karena dianggap tidak kreatif. Mereka menganggap slapstick adalah exit plan atau jurus pamungkas ketika materi komedi yang dibawakan tak mampu mengundang tawa penonton.

Sama dengan slapstick, dark jokes yang saat ini overused atau sudah berlebihan terkesan hanya sebagai exit plan. Jika dengan materi “aman” penonton masih hening, dark jokes seperti penyelamat dan pemecah kebuntuan.

Humor gelap yang berlebihan akan membuat para penampil kehilangan rasa hati-hati dalam sanubari mereka. Akibatnya, humor gelap bukannya mengundang gelak tawa, namun justru menyakiti perasaan pencari tawa.

Advertisement

Sigmund Freud pernah mengatakan humor gelap yang kebablasan bisa menjadi penghinaan yang disengaja dan hanya akan menjadi senjata pamungkas untuk mencuri perhatian dari orang lain. Itu artinya, humor gelap yang kebablasan tak lagi pantas disebut sebagai komedi.

Kesimpulannya, dark jokes sah-sah saja asalkan ditampilkan dengan porsi, tempat, dan tipe penonton yang tepat. Menertawakan tragedi untuk melepaskan trauma bersama tidak salah asalkan tidak ada yang tersakiti.

Jangan sampai humor gelap hanya menjadi jurus pamungkas para penampil yang justru akan berbalik menyakiti hati orang lain dan mematikan nurani diri sendiri. Pencinta humor gelap tak sepantasnya menghina jenis komedi lain karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 4 November 2022. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif