Kolom
Senin, 30 Mei 2016 - 05:00 WIB

GAGASAN : Arti Penting Kembali Aktif di OPEC

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Widhyawan Prawiraatmadja (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Jumat (27/5/2016), ditulis Widhyawan Prawiraatmadja. Penulis adalah Gubernur Indonesia untuk OPEC.

Solopos.com, SOLO — Setelah tujuh tahun jeda, sejak Januari 2016 Indonesia kembali aktif dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC). Dengan demikian, kini terdapat 13 anggota aktif dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak ini, termasuk Indonesia.

Advertisement

OPEC didirikan di Bahgdad, Irak, pada 1960 atas inisiatif lima negara: Iran, Irak, Kuwait, Arab Saudi, and Venezuela. Sebagai salah satu negara pengekspor minyak, Indonesia bergabung dalam organisasi ini sejak 1962.

Di organisasi ini, Indonesia memainkan peran penting. Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Prof. Subroto dipercaya dua kali menjabat dan tercatat sebagai Sekretaris Jenderal OPEC terlama, yaitu periode 1984-1985 dan 1988-1994.

Sejak awal 2009, pemerintah Indonesia memutuskan menonaktifkan sementara (suspend) keanggotaannya di OPEC. Salah satu yang mendasarinya adalah perubahan status Indonesia dari semula negara pengekspor minyak neto (net oil exporter) menjadi negara pengimpor minyak neto (net oil importer) sejak 2004.

Advertisement

Pergeseran status itu terjadi akibat sejumlah faktor. Meningkatnya kebutuhan energi di dalam negeri tidak diimbangi dengan kenaikan produksi. Yang terjadi justru penurunan produksi minyak mentah dan kondensat sejak pertengahan 1990-an, sedangkan penemuan ladang-ladang minyak dan gas (migas) baru berjalan lambat akibat terbatasnya investasi.

Banyak yang salah kaprah memandang Indonesia telah keluar dari OPEC. Yang terjadi sesungguhnya baru sebatas menonaktifkan keanggotaan dan terhitung sejak Januari 2016 Indonesia kembali menjadi anggota aktif.

Langkah serupa dilakukan Ekuador yang melakukan suspend atas keanggotaannya pada 1992 dan baru kembali bergabung pada 2007. Yang benar-benar keluar dari keanggotaan hanya Gabon (1995). Baru-baru ini Gabon menyatakan akan kembali menjadi anggota OPEC. Hal ini akan diputuskan di Sidang OPEC (OPEC Conference) pada 2 Juni 2016 mendatang.

Advertisement

Ada sejumlah alasan mengapa Indonesia memilih kembali aktif di OPEC. Pertama, akses langsung ke negara-negara pemasok minyak anggota OPEC. Sebagai negara yang sedang terus tumbuh perekonomiannya, kebutuhan impor minyak oleh Indonesia diperkirakan akan terus membesar.

Indonesia kini telah masuk di jajaran 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia (G-20). Jika diukur berdasarkan tingkat paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP), Indonesia bahkan sudah di peringkat kedelapan, dan diperkirakan akan mencapai nomor 4 atau 5 pada 2030.

Untuk menopang pertumbuhan ekonomi tersebut diperlukan ketersediaan energi yang cukup. Salah satunya dari pengadaan minyak impor. Dengan aktif kembali di OPEC, kita bisa ikut menentukan pergerakan bisnis minyak dunia dan langsung berhubungan dengan negara-negara pemasok minyak.

Ini akan lebih baik karena kesempatan untuk mendapatkan pasokan secara langsung dari negara-negara OPEC menjadi terbuka, misalnya mengimpor LPG dan kondensat dari Iran dengan harga yang kompetitif. Kedua, terkait dengan target tingkat produksi OPEC yang secara langsung akan memengaruhi tingkat harga.

Perlu diingat, keputusan OPEC selalu diambil berdasarkan konsensus para anggotanya. Dalam hal ini, keberadaan Indonesia di OPEC menjadi strategis untuk bisa turut memengaruhi penentuan harga minyak dunia, bukan sekadar akan menerima dampaknya.

Sebagai negara pengimpor minyak, kita tentu tidak ingin harga minyak terlalu tinggi. Di sisi lain, kita juga tidak ingin harga yang terlalu rendah demi pengembangan industri migas nasional. Yang lebih kita inginkan adalah stabilitas harga, katakanlah di level US$50-US$60 per barel. Ini diperlukan agar memudahkan pembuatan rencana pembangunan ekonomi. [Baca selanjutnya: Geopolitik]Geopolitik

Ketiga, aspek geopolitik. Pada 2015 ada momentum yang tidak boleh kita lupakan, yaitu peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika. Konferensi ini mengingatkan tentang peran penting Indonesia dalam gerakan Selatan-Selatan yang di dalamnya berkumpul negara-negara berkembang; adapun OPEC adalah organisasi yang terdiri dari negara-negara berkembang yang termasuk dalam Selatan-Selatan.

Dari Amerika Latin terdapat Venezuela dan Ekuador. Dari Afrika ada Nigeria dan Angola. Lalu Iran, Irak, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Libya dari Timur Tengah. Sedangkan dari Asia, Indonesia adalah satu-satunya.

Dalam konteks itu, dirasa penting Indonesia kembali memainkan peran strategis di OPEC, khususnya menjadi penengah dan penyeimbang di antara negara-negara yang sedang berkonflik, seperti Iran dan Arab Saudi.

Nilai tambah lainnya, Indonesia saat ini (sejak November 2015) telah menjadi anggota (associate member) International Energy Agency (IEA). Keanggotaan IEA sebelumnya hanya untuk negara-negara maju yang tergabung dalam Organization for Economic and Development (OECD).

Kedua organisasi ini tak jarang berbeda pandangan. Indonesia adalah satu-satunya negara yang berada dalam kedua organisasi tersebut dan dengan demikian dapat berperan sebagai penghubung yang baik yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Keempat, keberadaan Indonesia di OPEC bisa mendatangkan banyak manfaat bagi perusahaan minyak nasional, khususnya badan usaha milik negara (BUMN) migas kita, Pertamina. Di sidang-sidang OPEC, hadir para CEO dan eksekutif dari perusahaan-perusahaan minyak nasional dari masing-masing negara anggota.

Pertamina tentu sangat berkepentingan karena mempunyai aspirasi memiliki ladang-ladang migas di luar negeri. Saat ini Indonesia sudah mempunyai beberapa lapangan migas di luar negeri, termasuk di Aljazair dan Irak, yang masing-masing adalah anggota OPEC.

Dengan demikian, melalui forum ini, kerja sama bisnis bisa dilakukan secara langsung oleh Pertamina dengan berbagai perusahaan minyak negara OPEC lainnya, seperti dengan Saudi Arabia (impor minyak mentah, kerja sama kilang), Iran (impor LPG dan kondensat), Kuwait (impor gasoil), Qatar (gas supply), Nigeria dan Angola (impor minyak mentah).

Kelima, manfaat riset. OPEC memiliki kemampuan riset yang sangat kuat. Dengan status Indonesia sebagai anggota penuh di OPEC maka kita akan memiliki akses atas semua riset OPEC yang berbiaya sangat mahal. Mulai dari riset soal produk minyak, gas, energi terbarukan, hidrokarbon nonkonvensional, hingga soal lingkungan dan teknologi.

OPEC juga memberikan kesempatan bagi para ahli dari negara anggota untuk bekerja di situ dan terlibat langsung dalam kegiatan riset tersebut. Indonesia tentunya akan mengirimkan peneliti terbaiknya untuk berkarya di OPEC. Berdasarkan itu semua, aktifnya kembali Indonesia di OPEC tak lain sebagai upaya untuk menciptakan ketahanan energi nasional yang lebih kuat. (JIBI/Bisnis Indonesia)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif