Kolom
Selasa, 9 Juni 2015 - 08:00 WIB

GAGASAN : Hadiah untuk Guru

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Paulus Mujiran (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Senin (8/6/2015), ditulis Paulus Mujiran. Penulis adalah pendidik dan Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang.

Solopos.com, SOLO — Budaya orang tua siswa memberi hadiah kepada guru pada akhir tahun ajaran membuat sebagian guru bingung: apakah hadiah itu terkategori gratifikasi?  Sebagian guru tidak tahu hadiah yang diberikan para wali  murid itu memiliki motif tersembunyi.

Advertisement

Guru yang punya posisi strategis langsung berhubungan dengan masyarakat, terutama anak dan orang tua murid, rentan menerima pemberian yang dapat dikategorikan gratifikasi.

Motif-motif pemberian hadiah beragam, namun sebagian besar diberi predikat sebagai tanda terima kasih orang tua kepadfa guru yang telah mendidik putra-putri mereka.

Seperti jadi kebiasaan pada momen-momen tertentu orang tua, baik sendiri-sendiri maupun terorganisasi, memikirkan hadiah yang akan diberikan kepada guru. ”Gratifikasi” diberikan sebagai tanda terima kasih kepada guru.

Advertisement

Sejauh ini memang belum ada aturan yang melarang guru menerima pemberian semacam itu. Saya belum pernah mendengar seorang guru ditangkap aparat penegak hukum karena menerima pemberian hadiah dari orang tua siswa terkait dengan jabatan/kedudukan mereka.

Kebanyakan sekolah tidak memiliki aturan atau kode etik terkait pemberian hadiah semacam itu. Pada mulanya memang tidak terorganisasi. Lama-kelamaan kebiasaan memberi hadiah kepada guru berkembang menjadi saling kebergantungan di antara keduanya.

Guru membutuhkan perhatian dari orang tua karena jasa-jasa mendidik anak-anak. Sementara orang tua senang kalau anak-anak diberi perhatian lebih dari para guru. Minimnya informasi yang diterima para guru membuat mereka diam, seakan tindakan itu dibenarkan.

Baik pemberi maupun penerima terikat kepentingan yang sama. Banyak ungkapan  pembenar gratifikasi. ”Lo, ini kan sudah tradisi. Adat Timur. Kita dianjurkan memberi hadiah kepada siapa saja”; ”Saya ikhlas kok dan tidak mengharapkan timbal balik.”

Advertisement

”Kenapa sih dikait-kaitkan dengan isu korupsi? Sekolah anak saya swasta kok, gurunya bukan PNS”; ”Saya memberikan hadiah setelah kenaikan kelas (atau kelulusan) jadi tak mungkin berpengaruh pada nilai anak.”

”Semua orang tua memberi hadiah, kalau saya tidak rasanya aneh dan khawatir dicap pelit”, ”Kasihan kan guru-guru itu. Sudah capek-capek tapi kesejahteraan mereka kurang diperhatikan”.

Ucapan terima kasih sejenis juga diberikan kepada dosen di perguruan tinggi yang membimbing kuliah kerja nyata (KKN), pembimbing skripsi, tesis, atau disertasi. Di dunia pendidikan ucapan terima kasih semacam itu dianggap lumrah.

Sudah menjadi kebiasaan pada akhir tahun orang tua memberi hadiah kepada guru. Para guru segan bertanya maksud dari hadiah tersebut karena takut menyakiti hati pemberi.

Advertisement

Dalam UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama di Penjelasan Pasal 12b ayat (1) ada penjelasan gratifikasi dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata pengobatan cuma-cuma.

Sampai kini tidak ada aturan batas minimum yang dikategorikan gratifikasi. Guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) bisa terkena gratifikasi karena guru PNS merupakan pegawai yang mendapat gaji dari pemerintah.

Guru berstatus PNS merupakan abdi negara yang terikat dengan segala aturan dan kode etik yang ditetapkan oleh negara. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dianggap/dikategorikan sebagai korupsi.

Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari bahasa Belanda ”gratificatie” atau dalam bahasa Inggris ”gratification” yang berarti hadiah uang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia gratifikasi adalah pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. [Baca: Disamarkan]

Advertisement

 

Disamarkan
Pemberian gratifikasi umumnya memanfaatkan momen-momen atau peristiwa yang cukup baik seperti hari besar keagamaan, hadiah perkawinan, hari ulang tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan.

Dengan dalih bantuan, iklhas, tanpa pamrih, rasa simpatik, gratifikasi memang mudah disamarkan dan dibalut kemasan yang menarik. Pada kenyataannya banyak orang berpikir pemberian itu seksdar tanda terima kasih dan sah-sah saja.

Penting disadari pemberian itu erat berkaitan dengan jabatan yang dipangku serta kemungkinan adanya kepentingan dari si pemberi. Penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri/penyelenggara negara berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang bertentangan dengan tugas dan kewajiban si penerima.

Pasal 12b UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 menyatakan setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Advertisement

Penyadaran terkait gratifikasi harus diberikan kepada pemberi maupun penerima. Pertama, para orang tua melalui paguyuban orang tua atau komite sekolah perlu diberi tahu pemberian hadiah apa pun bentuknya memberi peluang terjadinya praktik korupsi.

Mereka tidak dianjurkan memberikan hadiah kepada para guru yang sudah mendapat gaji sebagai penyelenggara negara. Kedua, guru sebagai pihak yang menerima pemberian itu harus menyadari tindakan itu bisa menjadi embrio korupsi.

Selama belum ada aturan mengenai batasan gratifikasi yang diperbolehkan diterima pegawai negeri/penyelenggara negara para guru harus lebih berhati-hati.  Penerimaan hadiah itu dapat dilaporkan sebagai tindakan menerima gratifikasi yang menyalahi undang-undang.

Guru dianjurkan menolak gratifikasi yang diberikan. Seandainya tidak dapat menolak harus melaporkan kepada aparat yang berwajib. Memberikan pengetahuan kepada guru untuk menolak hadiah yang diberikan sebagai perhatian pada akhir tahun ajaran baru dan memaknai itu sebagai gratifikasi sangatlah penting.

Ini adalah wujud kehati-hatian guru dalam upaya melindungi para guru. Ini bukan persoalan boleh dan tidak boleh melainkan ini pendidikan  karakter yang penting bagi guru karena guru adalah teladan para murid.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif