Kolom
Minggu, 29 Mei 2016 - 05:53 WIB

GAGASAN : Menuju Indonesia Berkemajuan

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Benni Setiawan (Istimewa)

Gagasan Solopos, Sabtu (28/5/2016), ditulis Benni Setiawan. Penulis adalah anggota Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta.

Solopos.com, SOLO — Muhammadiyah baru saja menggelar hajatan besar, Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB). Mengambil tajuk Jalan Perubahan Membangun Daya Saing Bangsa, Muhammadiyah ingin meneguhkan diri sebagai organisasi yang terus berkontribusi positif terhadap perkembangan bangsa dan negara.

Advertisement

Bangsa dan negara ini perlu terus mendapat masukan dan catatan penting. Keberlangsungan bangsa dan negara perlu menjadi perhatian semua pihak. Bangsa dan negara ini tidak akan pernah tegak hanya karena pemerintahan yang baik, namun juga harus didukung oleh masyarakat (civil society) yang kukuh dan mandiri.

Muhammadiyah yang sejak 1912 memberikan kontribusi positif bagi pembangunan kemanusiaan terus berupaya mengemban amanat itu. Organisasi yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan ini terus mendedikasikan diri bagi terciptanya masyarakat adil dan makmur yang sebenar-benarnya.

Muhammadiyah bersama pemerintah menjaga agar perahu Indonesia tetap mampu berlayar di tengah samudera zaman yang diselimuti badai yang kian besar.

Advertisement

Salah satu masalah Indonesia saat ini adalah menurunnya komitmen moral. Rendahnya komitmen moral itu terlihat dari banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak, seperti kasus yang menimpa seorang remaja puteri pelajar SMP di Bengkulu.

Kekerasan seksual terhadap anak, sebagian pelakunya juga masih tergolong anak-anak, juga terjadi di wilayah lain di Indonesia. Data Komnas Perempuan menunjukkan ada 321.752 kasus kekerasan seksual selama 2015.

Ini angka yang menunjukkan betapa bangsa ini dalam masalah kerapuhan moral. Kerapuhan moral juga melanda politikus bangsa ini. Mereka lebih sibuk memikirkan diri sendiri dan golongan mereka daripada kepentingan umum.

Advertisement

Mereka sebenarnya adalah orang-orang terpilih yang dipilih melalui mekanisme demokrasi Pancasila yang telah disepakati oleh seluruh elemen bangsa ini. Faktanya, sebagian di antara mereka mengkhianati nilai-nilai Pancasila itu.

Kerapuhan para politikus ini menjadi penanda betapa mereka masih belum menyadari peran sebagai “filsuf”. Mereka masih terkungkung pada posisi sebagai pejabat, bukan pemimpin, padahal kehadiran pemimpin saat ini sangat penting.

Pemimpin adalah mereka yang rela mendedikasikan diri selama 24 jam untuk kesejahteraan rakyat. Mereka tidak hanya pandai berteori. Mereka menyertai kehadiran dan perkembangan masyarakat. Mereka terus mendorong diri dan masyarakat untuk bertindak demi kebangsaan yang utama. [Baca selanjutnya: Silaturahmi Kebangsaan]Silaturahmi Kebangsaan

Salah satu rumusan KNIB yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 23-24 Mei 2016, lalu menyatakan salah satu kunci kemajuan sebuah bangsa adalah kemampuannya menyiapkan generasi baru yang lebih baik daripada generasi sebelumnya.

Oleh karena itu, diperlukan sistem pendidikan yang baik, tidak hanya dalam membekali generasi baru dengan keterampilan memperbaiki kualitas kehidupan, melainkan juga dalam memahami makna kehidupan.

Rumusan ini tampaknya pas dalam mengurai—setidaknya–dua hal di atas. Memaknai kehidupan melalui penghormatan terhadap sesama sekaligus menjadikan diri sebagai makhluk yang bermanfaat bagi sesama hidup.

KNIB yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan dihadiri banyak tokoh bangsa itu menjadi salah satu cara bertemunya pemimpin nasional dalam sebuah forum. Forum ini tidak hanya membahas hal teknis kebangsaan, namun menjadi sarana silaturahmi kebangsaan.

Ini adalah silaturahmi yang menyambungkan cita-cita dan niat sehingga bangsa ini benar-benar bangkit. Kebangkitan nasional menjadi penanda bahwa masih banyak orang yang bersimpati dan memikirkan serta bertindak positif untuk bangsa negara. Bangsa ini masih dipenuhi masyarakat yang senantiasa risau dan gerah saat Indonesia sedang limbung.

Bangsa ini masih dipenuhi spirit para pendiri dan pembangun negeri. Mereka terus berusaha agar tiang penyangga Indonesia tetap tegak dan memayungi kebangsaan.

Spirit pendiri dan pembangun negeri selayaknya menjadi acuan dan gerak langkah para pemimpin. Saat dua hal itu tidak ada maka bangsa ini akan dipenuhi para penikmat dan perusak.

Mentalitas penikmat dan perusak tentu tidak kita inginkan. Mereka, para pemimpin bangsa yang berspirit pendiri dan pembangun negeri ini, perlu mendapat dukungan dan arahan agar kebangsaan tidak dipenuhi oleh para “penyalip di tikungan” atau “penggunting dalam lipatan”.

KNIB menjadi semacam langkah berani Muhammadiyah untuk merevolusi mental bangsa menjadi bangsa dengan warga yang memiliki sikap selaras dengan para pendiri dan pembangun bangsa.

KNIB menjadi momentum yang strategis bagi para tokoh bangsa berbagi spirit sekaligus membagi pengalaman dalam membangun Indonesia. Republik ini tidak akan tegak saat pemimpin menonjolkan diri tanpa mau berbagi ilmu dan pengalaman.

Negeri ini akan kukuh saat para pemimpin mempunyai kesamaan visi dan misi membangun bangsa dan negara. Mereka memimpin dengan kekhasan yang dapat diadopsi di daerah.

Daerah-daerah yang belum “maju” dapat meniru sekaligus belajar menyejajarkan diri dengan daerah yang telah maju. Saat banyak daerah maju maka negeri ini akan mampu bersaing di tengah kompetisi regional Masyarakat Ekonomi ASEAN dan perdagangan bebas.

Kesenjangan hanya akan merapuhkan kebangsaan. Kebangsaan akan mudah terkoyak oleh isu dan persoalan remeh, padahal masalah dan tantangan masa depan bangsa semakin banyak dan kompleks. Semoga ijtihad kecil Muhammadiyah melalui KNIB ini mampu memberi sumbangan berharga bagi bangsa dan negara.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif