Kolom
Rabu, 27 Desember 2017 - 05:00 WIB

GAGASAN : Merawat Ekonomi pada Tahun Politik

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bendera Parpol (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (20/12/2017). Esai ini karya Muhammad Husein Heikal, analis di Economic Action (EconAct) Indonesia. Alamat e-mail penulis adalah huseinheikal@gmail.com

Solopos.com, SOLO — Mendekati penutupan tahun 2017 tampaknya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan oleh IMF sebesar 5,2% kian meleset. Ini dapat dimengerti. Pertumbuhan ekonomi kuartal III 2017 hanya menanjak di angka 5,06%. Angka ini memang cukup meningkat dibanding dua kuartal sebelumnya yang sebesar 5,01%.

Advertisement

Muhammad Husein Heikal (Istimewa)

Peningkatan ini tak mampu mendongkrak ekonomi untuk tumbuh 5,2% sebagaimana diproyeksikan IMF. Konon IMF menganggap perekonomian Indonesia berada pada kondisi yang sangat baik. Tak perlu muluk-muluk, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan cukup di angka 5,1%.

Angka ini tentu dapat dinilai cukup baik setelah memerhatikan berbagai aspek dan hambatan yang menerpa selama setahun ini. Saya kira tak ada hambatan yang terlalu berarti, kecuali kontribusi penerimaan pajak yang sangat mengendor.

Advertisement

Total penerimaan pajak hingga Oktober 2017 baru mencapai 67,7% (Rp869,6 triliun) dari target di APBN-P 2017 senilai Rp1.238,6 triliun. Saya kira tak ada yang perlu disesali dari kinerja ekonomi Indonesia pada 2017 ini.

Toh, angka 5,1% adalah prestasi tidak buruk-buruk amat. Yang kini perlu kita telisik ialah bagaimana prospek ekonomi Indonesia pada 2018 dan 2019 sebagai tahun politik yang tak lama lagi bakal menerpa. Nantinya, sepanjang 2018, Komisi Pemiluhan Umum menyelenggarkan 171 pemilihan kepala daerah di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.

Selanjutnya adalah: Setelah pemilihan kepala daerah usai

Advertisement

Pemilihan Kepala Daerah

Setelah pemilihan kepala daerah usai, pada Agustus 2018 diselenggarakan pemilihan anggota DPR dan DPRD. Situasi penuh aroma politis ini puncaknya pada pemilihan presiden pada April 2019. Dinamika politik 2018-2019 sama-sekali tak bisa dielakkan.

Di tengah dinamika itu pula pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa dipacu mencapai 5,3%, bahkan dalam APBN 2018 dicantumkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%. Tentu ini sah-sah saja sebagai bukti dari keoptimisan pemerintah untuk terus mendongkrak kinerja ekonomi meski di tengah-tengah selebrasi politik yang bakal berlangsung.

Bagaimana tentang tantangan dan risiko yang bisa terjadi pada tahun politik itu? Saya tak hendak mengatakan 2018 dan 2019 adalah tahun yang riuh maupun ricuh sehingga akan mengganggu stabilitas ekonomi yang hingga saat ini dapat dikatakan terjaga dengan baik dan kondusif.

Advertisement

Tentu ini juga sangat penting untuk diperhatikan. Walau di hati kita masing-masing berharap agar politik baik-baik saja yang akan memberi efek langsung pada ekonomi yang juga baik-baik saja.

Patokan pertumbuhan ekonomi 5,3% maupun 5,4% pada 2018 ini berangkat dari asumsi kenaikan harga komoditas, peningkatan investasi, stabilitas nilai tukar rupiah, inflasi yang terjaga, dan situasi keamanan yang terkendali. Ini semua merupakan asa yang telah dan telanjur dipupuk untuk dituai pada 2018.

Saat ini harga komoditas di pasar global memang membaik. Kinerja ekspor dan impor Indonesia terbilang sehat dengan mencatatkan surplus perdagangan senilai 0,89 miliar dolar Amerika Serikat per Oktober 2017.

Badan Pusat Statistik merilis data untuk periode Oktober 2017, kinerja ekspor mencatatkan 15,08 miliar dolar Amerika Serikat.

Advertisement

Ini berarti terjadi kenaikan 18,39% bila dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Sementara untuk kinerja impor juga meningkat pada Oktober 2017 yang mencatat senilai  14,19 miliar dolar Amerika Serikat atau naik 23,33% dibanding periode yang sama tahun 2016.

Selanjutnya adalah: Nilai ekspor dan impor ini secara kumulatif

Ekspor dan Impor

Nilai ekspor dan impor ini secara kumulatif merupakan nilai yang tertinggi sejak 2015. Sejalan dengan itu, surplus perdagangan secara kumulatif setidaknya tertinggi sejak 2012. Optimisme juga ditopang oleh peringkat investment grade berlabel BBB-/stable outlook yang diraih Indonesia dari Standard and Poor’s (S&P) sejak Mei 2017.

Tentu saja ini berdampak positif bagi perkembangan invetasi di Indonesia. Ini semakin memperkuat kepercayaan investor untuk berinvestasi dan secara signifikan kian menggerakkan ekonomi Indonesia. Realisasi investasi pada kuartal III 2017 mencapai Rp176,6 triliun atau meningkat 3,4% dibanding kuartal sebelumnya.

Advertisement

Jumlah nilai investasi ini naik 13,7% bila dibanding capaian pada periode yang sama pada 2016 yang senilai Rp155,3 triliun. Dari segi asumsi dapat kita baca dalam APBN 2018 bahwa inflasi ditargetkan dijaga pada angka 3,5%.

Angka ini lebih ketat pada tahun ini, yakni sebesar 3,7% persen per September 2017. Nilai tukar rupiah dilonggarkan hingga Rp13.400 per dolar Amerika Serikat. Beberapa optimisme itu ditopang pula beberapa data terbaru. Peringkat kemudahan melakukan bisnis atau Easy of Doing Bussiness (EoDB) Indonesia baru saja naik.

Indonesia berhasil meraih peringkat ke-72 untuk tahun 2018 setelah sebelumnya menduduki peringkat ke-91. Selain itu, Global Competitiveness Index (GCI) 2017-2018 untuk Indonesia yang dirilis WEF juga meningkat. Forum ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-36 dari 137 negara. Posisi ini menaik lima peringkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Berbagai instrumen makro yang mencatatkan (arah) positif serta peringkat EoDB dan GCI Indonesia yang meningkat tak akan menghilangkan tantangan tahun politik yang tak mudah. Perlu energi lebih untuk menjaga iklim ekonomi pada tahun politik agar tetap tidak beriak terlalu keras.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif