Kolom
Sabtu, 9 April 2016 - 09:00 WIB

GAGASAN : Sikap yang Tepat Menghadapi Terorisme

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wimar Witoelar (Istimewa)

Gagasan Solopos, Jumat (8/4/2016), ditulis Kolumnis Wimar Witoelar yang juga pendiri PT Inter Matrix Indonesia.

Solopos.com, SOLO — Saat ini di beberapa bagian dunia sedang mengalami teror. Teror seperti penyakit kanker. Teroris bisa masuk secara random dan kita tidak bisa menjamin kita bisa menangkal penyakit itu.

Advertisement

Teroris melakukan teror karena ingin kelihatan. Sosialisasi adalah tujuannya karena sebetulnya teror merupakan kegiatan politik, memanfaatkan ekstremitas pemahaman agama, dan keputusasaan orang-orang. Semuanya mempunyai strategi politik yang sangat canggih.

Setelah isu terorisme kembali mencuat dengan peledakan bom di Brussel, Belgia, yang terjadi belum lama ini, sikap yang tepat ialah tidak terpancing. Kita jangan melakukan reaksi yang tidak tepat.

Advertisement

Setelah isu terorisme kembali mencuat dengan peledakan bom di Brussel, Belgia, yang terjadi belum lama ini, sikap yang tepat ialah tidak terpancing. Kita jangan melakukan reaksi yang tidak tepat.

Ini karena teroris seperti kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) memiliki strategi yang canggih dan memang sengaja memancing reaksi yang tidak tepat.

Kita sebagai warga Indonesia harus bereaksi secara tepat agar tidak ikut membuat kesalahan yang sama, seperti yang dilakukan sebagian orang di Amerika Serikat dan Eropa.

Advertisement

Donald Trump menyatakan perlu dihidupkan program-program penyiksaan tahanan seperti waterboarding dan perlunya pengawasan kepada penduduk muslim. Sikap yang sama juga ditunjukkan tokoh-tokoh aliran kanan di Eropa seperti Marie Le Pen.

Orang-orang ISIS yang mendengar hal itu kabarnya justru senang karena reaksi itu yang diharapkan. Ironisnya, Donald Trump menjadi lebih berpeluang untuk menang dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun ini.

Calon presiden dari Partai Demokrat, yaitu Hillary Clinton, yang lebih mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan mulai memudar popularitasnya. Teroris pelan-pelan bisa menang dengan cara memanfaatkan sikap-sikap keliru dari orang-orang seperti Donald Trump.

Advertisement

Itu karena yang mendukung ekstrem kanan di Amerita Serikat, seperti Donald Trump, sebenarnya adalah orang-orang yang berpendidikan rendah, yang merasa dirugikan karena pekerjaan mereka diambil oleh imigran, seperti orang-orang India dan Tiongkok.

Sikap sentimen antikelompok lain ini tidak hanya mengusik rasa kemanusiaan namun juga memperkeruh keadaan. Di antara warga akan terjadi kecurigaan terus-menerus satu sama lain dan rasa takut teror akan sewaktu-waktu datang.

Inilah yang sebenarnya diinginkan dan semakin menguntungkan kelompok-kelompok teroris seperti ISIS. Dengan meningginya sikap keras dan rasa takut yang berlebihan terhadap kelompok tertentu maka teror tercipta di tengah-tengah masyarakat. [Baca selanjutnya: Anti Teror]Anti Teror

Advertisement

Seperti di awal dijelaskan terorisme pada dasarnya seperti penyakit kanker. Teroris bisa sewaktu-waktu datang dan tidak ada cara yang benar-benar bisa menjamin mencegahnya hingga 100%.

Cara menghadapinya ialah sama seperti manusia mencegah penyakit. Kita harus menjaga kesehatan dengan pola hidup sehat, seperti olah raga dan makan makanan yang menyehatkan.

Masyarakat dalam mencegah terorisme juga dengan sikap yang sehat, antara lain dengan tidak mengorbankan sentimen agama, tidak mengorbankan kebencian politik. Kita harus menjaga ketenangan diri, percaya diri, dan menghindari sentimen-sentimen kelompok.

Indonesia mungkin tidak masuk daftar pertama teroris karena Indonesia sebetulnya negara yang tenang. Indonesia keributannya mengenai hal-hal kecil. Jadi teroris mengalami kesulitan memengaruhi orang Indonesia.

Kendati demikian kita jangan terpancing kalau Donald Trump atau siapa pun di Amerika Serikat bicara kasar mengenai teroris. Kita jangan bodoh karena Donald Trump bukan Amerika Serikat.  Donald Trump adalah Donald Trump.

Kita harus mengetahui letak ujung persoalan. Bila debat antaragama meluas maka semoga para pemimpin agama di Indonesia bisa membantu rekan-rekan mereka untuk bersikap seperti Gus Dur, yaitu toleran dan tidak terpancing. Di setiap agama pasti ada yang jahat dan ada yang baik. Sebaiknya kita tetap hidup dalam toleransi.

Indonesia dalam hal ini lebih baik ketimbang negara-negara Eropa yang baru-baru ini dilanda terorisme. Indonesia masih bisa bekerja sama dengan berbagai negara menanggulangi terorisme walau bahasanya berbeda.

Di Eropa masyarakatnya memiliki sentimen kelompok yang tinggi dan sulit bekerja sama. Perbedaan antara Yunani dan Jerman dalam menghadapi pengungsi Suriah, contohnya, menunjukkan sentimen tersebut.

Kita lebih baik dan karena itu jangan sampai terpancing opini-opini tidak benar seperti yang dialami sebagian masyarakat Amerika Serikat dan Eropa yang tepengaruh tokoh-tokoh ekstrem sayap kanan seperti Donald Trump, Ted Cruz, dan Marie Le Pen.

Dalam menghadapi terorisme diperlukan sikap yang tepat. Guna bisa bersikap tepat, mendapatkan informasi yang tepat sangatlah penting agar tidak terpancing opini-opini keliru. (JIBI/Bisnis Indonesia)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif