Kolom
Sabtu, 24 Juni 2023 - 20:19 WIB

Gangster Usia Pelajar

Moh. Masrur Raziqi  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Moh. Masrur Raziqi (Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Rentetan kasus kriminal  yang mengatasnamakan gangster mengundang perhatian publik. Para pelaku yang kebanyakan masih berstatus pelajar. Aktivitas  gangster saat ini kian meresahkan.

Mereka jamak melakukan berbagai teror secara terbuka di depan umum. Ada yang begitu tega melukai orang hingga menimbulkan korban jiwa. Belum lama ini ada kasus gangster yang mengeroyok orang dan merampas barang nilik orang di daerah Medan.

Advertisement

Ironisnya, dari kesepuluh pelaku utama, enam di antara mereka masih di bawah umur. Jika merunut ke belakang, fenomena gangster semakin merajalela pascapandemi Covid-19. Kekhawatiran gejolak sosial semacam ini sebenarnya telah diprediksi oleh para akademikus dan sosiolog.

Konsekuensi terburuk dari pandemi Covid 19 adalah terjadinya learning loss pada dunia pendidikan. Peringatan tersebut bukan tanpa alasan sebab pandemi yang berkepanjangan memutus pola komunkasi antara guru dan murid. Komunikasi yang terputus mencakup komunikasi kognitif, psikologis, maupun religiositas.

Kemandekan komunikasi inilah yang menjadi awal dan penyebab dekadensi moral terjadi. Guru tak lagi menyimak secara ”lugas bagaimana perkembangan karakter siswa setiap saat. Siswa begitu leluasa menghabiskan waktu, menyalurkan ekspresi, tanpa self control yang matang.

Advertisement

Mereka tak mampu menyaring mana yang baik dan mana yang buruk bagi mereka. Banyak wali murid/orang tua yang mengeluhkan perubahan perilaku yang terjadi pada anak-anak. Bermalas-malasan, kecanduan gadget secara akut, hingga muncul gejala mudah membantah orang tua.

Terbentuknya gangster dilatarbelakangi komunikasi yang mentikberatkan kesamaan identitas sosial. Pada akhirnya mereka yang sedang mengalami krisis identitas ini berupaya menunjukkan eksistensi melalui berbagai bentuk tindakan teror terhadap warga yang mereka jumpai.

Mereka berkonvoi secara ugal-ugalan, mengacungkan parang, celurit, golok, dan benda tajam lainnya. Tatkala ditangkap polisi mereka hanya mengaku aksi yang dilakukan sekadar iseng. Tentu ini memunculkan keprihatinan medalam bagi semua pihak.

Mengapa sedemikian dangkal cara berpikir mereka? Bukankah mereka seharusnya mulai mempersiapkan diri demi masa depan yang kian kompetitif? Tidakkah mereka menyadari nasihat mulia barang siapa yang mengetahui jauhnya suatu perjalanan, maka hendaklah ia bersiap-siap?

Advertisement

Potret patologi sosial berupa gangster usia pelajar yang kian masif hampir seluruh wilayah negeri ini menjadi atensi serius bagi semua pihak. Penanganan secara ”radikal” seharusnya segera diterapkan untuk menutup celah pergerakan gangster ini agar tidak lebih parah lagi.

Aparat keamanan dan penegak hukum, stakeholders pendidikan, dan lingkungan sosial harus terlibat secara bersama-sama mencegah perkembangan gangster usia pelajar itu. Sejauh ini, penanganan yang terlihat di publik hanya sebatas imbauan dan teguran.

Penanganan

Ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk menangani fenomena ini. Pertama, pendampingan oleh aparat kepolisian secara humanis di lingkungan sekolah. Kedua, guru mengetatkan penggunaan telepon seluler di sekolahan. Ketiga, pemberdayaan kepemudaan di lingkungan sosial.

Pendampingan oleh aparat keplosian yang dimaksud dengan perkenaan sudah saatnya aparat kepolisian datang ke sekolahan dan memberikan penyuluhan berupa pendampingan dan pemetaan di lingkungan sekolah.

Advertisement

Ini bertujuan agar pihak kepolisian mengedukasi siswa agar tidak berperilaku melawan hukum serta mampu memetakan potensi-potensi adanya gerakan gangster di sekolah. Pengetatan penggunaan telepon seluler di sekolahan sangat penting untuk meminimalkan pengaruh buruk dari informasi yang membanjir setiap saat.

Kini telepon seluler—yang pasti terhunung dengan Internet—telah menjadi candu bagi para remaja kita sekarang. Pengawasan dalam menggunakan telepon seluler di kalangan anak-anak dan remaja menjadi wajib dilakukan.

Mereka adalah manusia dalam rentang usia belum matang secara psikologis. Mereka sering  menyalahgunakan telepon seluler dari fungsi sebagaimana mestinya. Ketika guru mengintensifkan pemeriksaan telepon seluler siswa secara kontinu, setidaknya dapat mengambil peran sebagai “penyelamat” dari dampak negatif yang ditimbulkan banjir informasi.

History penulusuran yang sering dilihat, model percakapan yang disampaikan (mengandung unsur ancaman/bullying/pelecehan verbal), hingga ragam grup Whatshaap yang diikuti tidak boleh lepas dari pengawasan.

Advertisement

Pada konteks ini, guru tentu tidak dapat berjalan sendiri. Perlu dukungan menyeluruh, baik dari lembaga, orang tua/wali murid, dan juga aparat. Ada beberapa alasan mendasar sehingga pendampingan aparat kepolisian sangat diperlukan.

Selain karena “kompensasi hukum” yang diharapkan, guru juga mengharapkan ada jaminan keamanan dan keselamatan setelah tindakan pengawasan tersebut. Jangan sampai guru mengalami tindak kekerasan secara fisik maupun psikologis karena tindakan yang sebenarnya bertujuan mendidik dan menyelamatkan para siswa dari pengaruh buruk banjir informasi lewat telepon seluler.

Pemberdayaan kepemudaan di lingkungan sosial memiliki peran cukup sentral dalam membentuk karakter seseorang. Melalui kultul sosial dengan tingkat kepedulian yang tinggi, besar harapan akan terjalin kontrol sosial yang sehat.

Langkah konkret yang dapat dilakukan adalah dengan merangkul para remaja dan pemuda untuk aktif dalam berkegiatan. Kegiatan itu bisa berupa kegiatan keagamaan, sosial, atau kegiatan kepemudaan lainnya.

Sentuhan dari para tokoh, tetua, dan para pejabat desa/lingkungan dapat meningkatkan motivasi mereka karena mereka merasa dihargai dan dibutuhkan lingkungan sekitar. Rasa kepedulian mereka terhadap lingkungan akan semakin tumbuh dengan baik.

Maraknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh para remaja usia sekolah dengan mengatasnamakan diri sebagai gangster harus dimaknai sebagai alarm tanda bahaya. Fenomena ini telah menjadi patologi sosial akut yang harus segera diatasi secara serius.

Advertisement

Pemerintah telah mendeklarasikan program menuju Indonesia Emas 2045. Tiga langkah di atas bisa menjadi formula yang tepat dalam menekan menjamurnya gangster usia pelajar atau remaja di sekitar kita sehingga cita-cita luhur menuju Indonesia Emas 2045 dapat tercapai.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 14 Juni 2023. Penulis adalah guru di SDN Bendogerit 1, Kota Blitar, Provinsi Jawa Timur)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif