Kolom
Rabu, 6 Desember 2023 - 20:30 WIB

Gender dan Budaya Penampilan

Sepya Catur Wulandari  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sepya Catur Wulandari (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Gender dan seks adalah dua kata yang tidak asing lagi. Sampai saat ini masih banyak orang yang belum bisa membedakan antara kedua hal tersebut.

Selama ini banyak yang beranggapan gender dan seks itu sama, padahal sebenarnya sangat berbeda. Kesalahpahaman yang sering kali terjadi terletak pada konsep keduanya.

Advertisement

Keduanya memiliki makna berbeda yang harus dipahami agar tidak terjadi masalah ketidakadilan yang berkaitan dengan gender.

Mansour Fakih (2013) dalam buku Analisis Gender & Transformasi Sosial menjelaskan seks dapat dipahami sebagai jenis kelamin. Jenis kelamin adalah pembagian manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada manusia yang tidak bisa diubah.

Sedangkan gender merujuk sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan itu cantik, lemah lembut, atau emosional.

Advertisement

Di sisi lain, laki-laki dianggap kuat, rasional, atau perkasa. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Bagaimana kaitan antara gender dan budaya dalam masyarakat?

Budaya yang menjadi pembahasan tidak hanya tentang cara masyarakat memperlakukan perempuan dan laki-laki, tetapi juga mengenai tata cara bepakaian atau berpenampilan.

Tidak hanya tentang kesetaraan, namun juga membahas yang seharusnya bisa ditukar dan tidak bisa ditukar. Kerap kali orang menyuarakan kesetaraan tanpa memikirkan berbagai aspek sehingga semua hal dinormalisasi.

Banyak hal yang seharusnya tidak dapat dinormalisasi, meskipun katanya zaman sudah modern dan selalu berkembang yang terus membawa perubahan. Perkembangan zaman tidak melulu berdampak negatif.

Advertisement

Laki-laki atau perempuan dapat mengekspresikan cara berpakaian dengan bebas. Dulu terutama di daerah perdesaan laki-laki jarang sekali menggunakan tas jinjing (totebag) karena melekat dengan perempuan, tapi saat ini laki-laki menggunaan totebag bukan hal yang asing lagi.

Contoh kecil lainnya yaitu pada anak kecil warna pakaian tidak pernah dipermasalahkan, ketika dewasa laki-laki memakai warna merah muda dianggap seperti perempuan, tapi sekarang hal tersebut sudah tidak menjadi masalah.

Selain itu, perkembangan zaman juga berdampak positif bagi perempuan yang ingin berekspresi dengan bebas karena perempuan dianggap sebagai sosok yang feminin dan anggun sehingga mereka seperti memiliki batas dalam berpenampilan.

Jika ada yang berpenampilan atau berpakaian dengan model pakaian seperti laki-laki, tidak jarang dikomentari perempuan kok berdandan seperti laki-laki.

Advertisement

Saat ini banyak pakaian unisex yang bisa dipakai perempuan atau laki-laki. Perempuan dan laki-laki bebas berekspresi, tapi bukan berarti melupakan peraturan.

Kesetaraan gender juga buka menyamakan semua hal bagi perempuan dan laki-laki. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama, tapi tidak melupakan aturan dan ketetapan.

Perempuan boleh berpakaian dengan model pakaian yang dipakai oleh laki-laki. Laki-laki boleh memakai barang yang digunakan oleh perempuan selagi itu sesuai dikenakan oleh mereka.

Hal yang harus diingat adalah laki-laki tidak boleh menyerupai perempuan dan begitu sebaliknya. Mari lihat fenomena yang ada, banyak perempuan yang berdandan seperti laki-laki dan laki-laki seperti perempuan sampai sulit dibedakan mana yang laki-laki dan mana yang perempuan.

Advertisement

Kesetaraan gender memang penting, tapi tidak semua hal harus dikaitkan dengan kesetaraan gender. Ada laki-laki yang berdandan seperti perempuan, contohnya ber-make-up dan berpakaian yang benar-benar menunjukkan sosok perempuan.

Lama-lama mereka akan nyaman dan mengubah diri serta mengklaim bahwa mereka adalah perempuan. Apakah hal tersebut bisa disebut setara dan adil?

Kesetaraan dan keadilan gender dalam berpenampilan itu ada batasnya, tidak sampai mengubah jenis kelamin (seks) yang sebenarnya tidak dapat diubah karena itu ketetapan.

Dalam ajaran agama dijelaskan secara teperinci tentang perempuan dan laki-laki harus berpenampilan. Dengan dalih kebebasan, kesetaraan, dan keadilan, banyak hal dianggap hak masing-masing.

Laki-laki berperilaku dan berpenampilan selayaknya perempuan atau  sebaliknya. Kata setara dan adil selalu dikaitkan dengan kebebasan tanpa batas, yang hanya dipahami sebatas definisi.

Kesetaraan gender harus terus digaungkan. Setara bukan berarti sama. Semua tetap ada batasnya. Laki-laki dan perempuan bebas berpenampilan selagi tidak menyalahi ajaran agama dan nilai-nilaui sosial dan tetap menutup aurat (dalam perspektif Islam).

Advertisement

Warna pakaian bukan hal yang perlu diperdebatkan. Jika budaya adat berpenampilan biasanya hanya bersifat lokal, budaya berpenampilan dalam perspektif Islam bersifat universal.

Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender harus ditangani dengan tepat, tidak hanya digaungkan tanpa tindakan yang tepat. Setara dan adil sesuai dengan bagiannya.

Hal-hal yang berkaitan dengan ketidakadilan lebih banyak terjadi karena asumsi lingkungan sosial. Kita sebagai mahasiswa terlebih dari universitas Islam bisa memulai mengubah asumsi-asumsi masyarakat tentang gender atau bisa dikatakan tentang peran laki-laki dan perempuan yang sebenarnya.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 November 2023. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Mas Said Surakarta)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif