Kolom
Kamis, 9 Februari 2023 - 21:58 WIB

Hajatan yang Melampaui Tradisi

Fathorrahman Ghufron  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Fathorrahman Ghufron (Solopos/Istimewa)

 Solopos.com, SOLO – Dalam  perjalanan Nahdlutul Ulama (NU), sejak kelahiran hingga memasuki usia satu abad, baru kali ini ada hajatan pekan olah raga dan seni (porseni) yang secara resmi dilaksanakan oleh Pengurus Besar NU (PBNU).

Selama ini hajatan akbar yang dilaksanakan oleh pengurus NU berkutat pada seremoni sosial keagamaan. Beberapa kegiatan seperti mujahadah, istigasah, pengajian, maupun event kebudayaan adalah serangkaian yang lazim dilaksanakan NU selama puluhan tahun.

Advertisement

Tak terhitung kiranya hajatan keagamaan yang dilaksanakan NU dilatari doa bersama kepada Tuhan Yang Maha Esa agar menganugerahkan karamah dan berkah kepada warga NU dan masyarakat luas.

Demikian pula hajatan sosial yang dilaksanakan NU dilingkupi dorongan terjalinnya kohesi lahirian dan batiniah antarindividu dan kelompok yang selama ini menyatu dalam naungan kepesantrenan maupun ikatan nasab keilmuan serta keturunan.

Melalui kegiatan-kegiatan bernuansa keagamaan dan sosial tersebut, masyarakat NU selama puluhan tahun dikelompokkan sebagai kaum tradisional yang setia dengan pelaksanaan berbagai tradisi keagamaan dan ritus sosial.

Advertisement

Pada tingkat label tertentu, warga NU diidentifikasi sebagai kaum sarungan yang sangat melekat dalam sistem busana keseharian. Di luar kebiasaan umum yang berlangsung puluhan tahun tersebut, bukan berarti tidak ada warga NU yang mempunyai perhatian yang berbeda dengan para pendahulunya yang selama ini—barangkali—sering kali mewarisi aktivitas sosial keagamaan dengan ritus pengajian, mujahadah, istigosah, dan semacamnya.

Olahraga yang sangat inheren dengan kebutuhan penguatan kesehatan setiap orang, bahkan menjadi sarana penyaluran minat dan bakat, sudah disadari pula oleh warga NU sebagai ruang ekspresi dan eksperimentasi kedirian.

Keterbatasan ruang kontestasi yang memungkinkan setiap warga NU bisa berkiprah dan unjuk kemampuan menjadi wajar bila banyak warga NU yang kalah start dengan kelompok lain dalam peraihan prestasi olahraga.

Advertisement

Ketika PBNU menjadikan olahraga dan seni sebagai hajatan akbar, lebih-lebih porseni ini dilaksanakan untuk memperingati satu abad perjalanan NU, bisa jadi warga NU ke depan akan selalu menemukan banyak peluang peningkatan diri di bidang olahraga.

Terbuka kemunkinan pula, secara organisatoris, pengurus NU di berbagai level akan menjadikan porseni sebagai arena pencarian minat dan bakat warga NU yang bisa bermanfaat bagi masa depan olahraga Indonesia.

Pelaksanaan porseni yang berlangsung di Kota Solo selama satu pekan, 13-21 Januari 2023, yang mengambil tema Merawat Raga Memperkuat Bangsa untuk Peradaban Dunia dapat disebut sebagai ikhtiar organisatoris yang melampui tradisi.

Tradisi berolahraga secara profesional yang selama ini digeluti masyarakat tertentu kini mendoromng kaum nahdliyin menghabituasi dan menginternalisasi olahraga dan seni sebagai gaya hidup.

Aneka Kutub Keahlian

Berbagai cabang olahraga yang dipersiapkan sebagai sarana unjuk kemampuan menjadi pembuktian sejarah bahwa NU pada masa depan bisa mengisi ruang-ruang kosong prestasi dalam dunia olahraga.

NU segera memasuki kebangkitan kedua (an nahdlah ats tsaniyah), tentu kepak sayap tradisi berolahraga yang dimiliki oleh setiap warga NU harus dikristalisasi secara sistemik agar mutu manikam warga NU yang turut berkiprah di bidang olahraga selalui difasilitasi dengan baik.

Agar hajatan akbar olahraga seperti porseni tidak berhenti sebagai seremonial satu abad, PBNU perlu melengkapi postur organisasi dengan bidang kerja olahraga.  Setidaknya, melalui pembidangan olahraga secara resmi, setiap pengurus NU mempunyai kepedulian dan keterlibatan organisatoris dalam menjaring kelompok profesional olahraga yang bersimpati dan ingin berkhidmah di NU sekaligus mencetak warga NU di berbagai cabang olahraga.

Setidaknya, dengan cara penataan profesi dan minat bakat warga NU yang secara fikrah dan amaliah selaras dengan ideologi aswaja an nahdliyah bisa memperkuat perjalanan NU dalam menghadapi peradaban global yang mulai didisrupsi oleh berbagai tantangan.

Olahraga dan seni menjadi syarat terpenuhinya kesehatan dan kebahagiaan seseorang dalam hidupnya. Membudayakan olahraga dan seni sekaligus menjadi kesadaran objektif. NU mensyiarkan olahraga dan seni sebagai salah satu sakaguru peradaban aswaja NU dalam perjalanan abad kedua.

Secara sosiologis, penempatan olahraga dan seni sebagai penguatan tradisi NU tentu menjadi langkah terobosan (break through) yang membutuhkan proses resepsi dan adaptasi dari berbagai kalangan di NU.

Porseni NU menjadi salah satu pintu masuk untuk menyadarkan berbagai pihak di NU, bahwa NU sesungguhnya mempunyai aneka ragam tradisi yang tidak hanya berbasis penguatan batiniah seperti ritus keagamaan dan aktivitas sosial.

Sebagai media penguatan aspek lahiriah, olahraga patut dijadikan syarat kedigdayaan NU pada masa depan, apalagi populasi NU pada masa mendatang akan dipengaruhi oleh iklim milenial dengan aneka rupa latar generasi, seperti generasi Z dan seterusnya.

Pada masing-masing corak generasi tersebut ada pengembangbiakan minat dan arah warga NU yang hibrida. Oleh karena itu, porseni yang berlangsung pada Januari 2023 lalu, selain dimanfaatkan sebagai salah satu rangkaian perayaaan satu abad NU, juga harus disikapi sebagai cara NU melampaui tradisi pengembangan diri dan organisasi yang sesuai dengan tantangan zaman.

Bukan berarti porseni yang menjadi tiang pancang pengembangan diri NU ke depan, lalu melepaskan ekosistem spirit keilmuan, ritus keagamaan, dan semangat berkebudayaan NU yang selama ini sudah menjadi jantung peradaban NU.

Justru melalui porseni, NU bisa menganggitkan berbagai kutub keahlian yang dimiliki warga NU agar semua unsur minat dan bakat menjadi satu entitas raga dan rasa yang semakin memperkuat keberadaan NU di perjalanan abad keduanya.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 6 Februari 2023. Penulis adalah Wakil Katib Syuriah PWNU DIY dan pegiat di Center for Sharia Finance and Digital Economy Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif