Kolom
Kamis, 2 Maret 2023 - 21:22 WIB

Jebakan Pertumbuhan Semu Ekonomi

Anik Sulistyawati  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anik Sulistyawati (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO – Penggemar  tontonan komedi ringan di laman berbagi video Youtube pasti tak asing dengan karakter Gendut, Mukidi, Penyok, dan Mintul di akun Woko Channel. Karakter Gendut, Mukidi, dan Penyok digambarkan sebagai tiga orang yang tinggal di perdesaan tanpa pekerjaan yang jelas.

Untuk bertahan hidup mereka menawarkan jasa kepada para tetangga yang membutuhkan, salah satunya orang kaya di desa tersebut yang disapa Galino alias Pak No. Usaha mereka ”mengeruk” harta Pak No inilah yang mengundang gelak tawa karena tingkah polah mereka sehingga komedi ini menjadi banyak penontonnya.

Advertisement

Tampaknya yang membuat komedi berlatar salah satu desa di Kediri, Jawa Timur, ini menjadi viral adalah cerita dan karakter di dalamnya mirip sekali dan cocok menggambarkan potret keadaan atau bahasa gaulnya relate dengan kondisi sebagian masyarakat di negeri ini era kiwari.

Banyak penduduk negeri ini bekerja seadanya demi mencari sesuap nasi. Angka pengangguran di negeri ini masih butuh perhatian. Menurut data Badan Pusat statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,4 juta orang pada Agustus 2022, porsinya 5,86% dari total angkatan kerja nasional.

Pengangguran paling banyak berasal dari kelompok usia 20 tahun hingga 24 tahun, yakni 2,54 juta orang. Angka ini setara 30,12% dari total pengangguran nasional. Masalah ketenagakerjaan belum lama ini juga diguncang dengan badai pemutusan hubungan kerja, terutama di sektor manufaktor dan sektor teknologi.

Advertisement

Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan data sebanyak 25.114 pekerja di Indonesia menjadi korban pemutusan hubungan kerja sepanjang 2022. Data tersebut tampaknya sangat kontras bila dibandingkan dengan pendapat pengusaha.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan ada lebih dari satu juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja sepanjang 2022. Hal itu berdasarkan data pengambilan klaim oleh pekerja dengan alasan terkena pemutusan hubungan kerja yang tercatat di BPJS Ketenagakerjaan pada periode Januari-November 2022 yang mencapai 919.071 orang.

Pemerintah sering menyakinkan publik bahwa perekonomian cukup baik dan stabil di tengah ancaman resesi global sebagai dampak perang Ukraina dan Rusia, potensi krisis pangan, hingga krisis energi.

Pendapat itu ditopang data BPS yang menunjukkan pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan tahun 2022 tercatat 5,31% (year on year atau yoy), meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar 3,70% (yoy).

Advertisement

Pertumbuhan ekonomi 2023 juga diperkirakan pada kisaran 4,5% hingga 5,3%, didorong peningkatan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi.

Total jumlah investor di pasar modal Indonesia per 28 Desember 2022 meningkat 37,5% menjadi 10,3 juta investor dari sebelumnya 7,48 juta investor per akhir Desember 2021.  Meski ada tren kenaikan, persentasenya masih relatif kecil yakni 3,67% dari total  penduduk Indonesia yang saat ini lebih dari 273 juta jiwa.

Jangan sampai capaian angka-angka tersebut membuat terlena. Jika pertumbuhan ekonomi tinggi tidak berdampak massal bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, bisa jadi pertumbuhan ekonomi yang dibangun tersebut sifatnya masih semu.

Indeks Gini

Pertumbuhan ekonomi semu hanya mengacu pada peningkatan angka pertumbuhan ekonomi yang tidak terwujud atau tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.

Advertisement

Pertumbuhan semu sering terjadi ketika perekonomian mengalami kenaikan sementara dalam aktivitas ekonomi, namun tidak didukung faktor-faktor ekonomi yang mendasar seperti peningkatan produksi, efisiensi produksi, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pertumbuhan ekonomi semu bisa menimbulkan sejumlah masalah jangka panjang, seperti ketidakstabilan ekonomi, makin lebarnya jurang kesenjangan, masifnya pengangguran, inflasi, hingga ketidakseimbangan neraca perdagangan. Lantas sudah meratakah pembangunan dan hasil-hasilnya sampai saat ini?

Menurut BPS, pendapatan penduduk Indonesia per kapita tercatat sebesar Rp71 juta (US$4.783,9) per tahun pada 2022.  Jika melirik negara tetangga sepertinya angka ini kita masih tertinggal. Malaysia memiliki pendapatan per kapita Rp175 juta (US$11.452) atau Thailand yang memiliki pendapatan per kapita Rp114 juta (US$7.496).

Sementara indeks Gini Indonesia pada September 2021 tercatat sebesar 0,380. Indeks Gini adalah indikator yang digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan di suatu negara.

Advertisement

Nilai indeks Gini yang mendekati 0 menunjukkan kesetaraan pendapatan yang sempurna dan nilai indeks Gini mendekati 1 menunjukkan ketidaksetaraan pendapatan yang tinggi.

Dengan nilai 0,380, Indonesia masih mengalami ketidaksetaraan pendapatan yang cukup tinggi. Tampaknya pertumbuhan ekonomi belum bisa dinikmati secara adil dan merata.

Baru sebagian yang menikmati keuntungan dan pendapatan yang besar, bisa jadi para crazy rich semakin banyak hartanya, sementara crazy poor makin bertambah populasinya.

Kalau hanya sektor makro yang dikejar, dikhawatirkan kita akan terjebak dalam pertumbuhan ekonomi semu yang berimplikasi makin susahnya lepas dari jebakan status negara berpendapatan menengah (middle income trap).

Perlu akselarasi pembangunan sektor ekonomi yang berbasis pemeratan berkeadilan, salah satunya dengan memperluas lapangan kerja. Pemerintah perlu terus mempromosikan investasi dan membangun infrastruktur untuk membuka lapangan kerja baru.

Program pelatihan kerja juga perlu ditingkatkan untuk membantu masyarakat agar memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja, program pengembangan usaha kecil, dan memberikan bantuan modal usaha.

Advertisement

Selain itu, pemerintah harus meningkatkan akses terhadap sumber daya, antara lain, air bersih, listrik, dan infrastruktur dasar lainnya seperti jalan raya dan jaringan telekomunikasi.

Pemerintah juga harus terus memperbaiki sistem distribusi sumber daya dan mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi dengan memberikan akses yang lebih adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

Tak kalah penting, pemerintah harus terus mendorong dan mendukung pengembangan ekonomi lokal dengan memperkuat sektor pertanian, mempromosikan industri kecil dan menengah, serta memberikan akses terhadap pasar global.

Tidak ada solusi instan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan secara adil dan merata. Dengan upaya yang konsisten dan terpadu oleh pemerintah dan berbagai pihak, tingkat kemiskinan bisa dikurangi dan kesejahteraan masyarakat bisa meningkat, seperti slogan Gendut yang terngiang-ngiang: Wis manuta aku, penak-penak!

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 Februari 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif