Kolom
Kamis, 21 Desember 2023 - 11:50 WIB

Kamar Mandi

Syukron Mahmudi  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Syukron Mahmudi (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Setelah beberapa tahun saya merantau di Kota Solo dan berkuliah di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, saya baru menyadari ada hal janggal antara keberlangsungan hidup saya di Sumenep, Madura, dan kehidupan di Kota Solo.

Kesadaran itu muncul ketika seorang teman menanyakan kenapa harus ada ikan di jedhing (kamar mandi) orang Madura? Setelah mendengar pertanyaan itu saya menyadari bak mandi yang jamak saya gunakan untuk membersihkan diri di Kota Solo sangat berbeda dengan yang kerap saya gunakan di Madura.

Advertisement

Kamar mandi dalam perspektif orang Madura adalah tempat terpenting kedua setelah langgar dalam urusan “kesucian” dan menduduki peringkat ketiga setelah halaman rumah dan dapur dalam urusan luas. Kebanyakan luas kamar mandi di Madura hampir sama dengan ukuran kamar tempat indekos yang saya tempati di Kota Solo.

Di rumah nenek dan kakek saya bak mandi sepanjang 2,5 meter. Di samping kanan ada bagian untuk bebersih selebar satu meter dan di samping kiri selebar 1,5 meter guna mencuci perabotan. Secara keseluruhan ukuran kamar mandi mencapai kurang lebih 7,5 meter kali tiga meter. Tentu tak sebanding dengan ukuran kamar mandi yang saya gunakan di Kota Solo.

Advertisement

Di rumah nenek dan kakek saya bak mandi sepanjang 2,5 meter. Di samping kanan ada bagian untuk bebersih selebar satu meter dan di samping kiri selebar 1,5 meter guna mencuci perabotan. Secara keseluruhan ukuran kamar mandi mencapai kurang lebih 7,5 meter kali tiga meter. Tentu tak sebanding dengan ukuran kamar mandi yang saya gunakan di Kota Solo.

Mula-mula saya iseng mencari sejarah bangunan kamar mandi di Madura. Saya rasa Kuntowijoyo menuliskan di tesis dia, namun saya tidak dapat menemukan itu. Saya berinisiatif bertanya kepada orang tua saya, seakan-akan wawancarai orang tua.

Untuk menanyakan alasan gaya konstruksi kamar mandi orang Madura jelas harus kepada bapak saya karena jika bertanya kepada ibu, saya akan dibantah dan ibu akan mengatakan seharusnya saya bertanya kenapa dapur melebihi luas rumahnya sendiri.

Advertisement

Kepada bapak saya itu saya tanyakan alasan kenapa kamar mandi di Madura lebar-lebar dan luas-luas, tidak seperti yang saya lihat di Kota Solo. Bapak saya menerangkan dengan singkat, padat, dan agak abstrak.

Kata bapak saya, penyediaan kamar mandi yang luas atau lebar itu semata-mata untuk memenuhi syariat Islam. Bapak  saya kemudian beranjak ke kamar mandi dan mencuci tangannya. Saya bergegas mencari-cari penjelasan lain di Internet dengan kata kunci “kamar mandi ideal syariat Islam”.

Hasilnya tidak memuaskan karena yang keluar malah desain kamar mandi yang baik dan benar menurut Islam. Lalu saya spesifikkan lagi kata kunci saya dengan “bak mandi ideal menurut Islam”.

Advertisement

Akhirnya saya menemukan jawaban, bahwa bak mandi ideal adalah bak mandi yang suci dan dapat menyucikan menurut Islam adalah lebih dari dua kulah dan air yang mengalir.

Meski saya pernah mengenyam pendidikan di sebuah pesantren di Madura agak lama, saya mengakui masih minim pengetahuan seputar fikih. Oleh karenanya, sebagai umat gemar merokok, saya langsung mencari rujukan ukuran dua kulah itu berapa liter di Internet.

Di laman NU Online ada penjelasan secara terperinci menurut mazhab Syafi’i. Bahwa ukuran dua kulah air sama dengan 1¼ hasta standar orang dewasa secara kedalaman, lebar, dan minimal panjang dari sebuah ruang.

Advertisement

Di laman yang sama di paragraf selanjutnya ada penjelasan memakai ukuran liter dengan perspektif Rais Syuriah PBNU K.H. Afifuddin Muhajir melalui Syarah Taqrib yang menjelaskan air dua kulah sama dengan 270 liter.

Setelah itu, saya bandingkan dengan daya tampung bak mandi yang biasa saya pakai di Kota Solo, termasuk bak mandi tempat indekos, bak mandi di fakultas, bak mandi masjid kampus, bak mandi tempat ngopi, bak mandi di beberapa mal di Kota Solo, dan bak mandi pos KKN yang masih berada di wilayah Soloraya.

Saya mengingat bak mandi itu semua, melihat-lihat di Internet, dan mengira-ngira bahwa bak mandi yang saya gunakan di Kota Solo secara daya tampung kurang lebih sama dengan bak mandi varian alco luxury fiber yang saya temukan di salah satu laman properti rumah.

Setelah saya cek, bak tersebut mampu menampung air sebanyak 120 liter.  Saya waswas dengan keabsahan bersuci saya selama beberapa tahun di Kota Solo. Seketika itu pula saya teringat dengan kisah seorang sahabat yang berada di perjalanan di padang pasir dan ingin berwudu tapi hanya ada satu botol air.

Mungkin bagi kita itu tidaklah cukup, mending tayamum saja, namun bagi sahabat tersebut air itu cukup untuk menyucikan dirinya dari hadas kecil dengan cara melubangi pangkal botol itu lalu mengalirlah air layaknya keran.

Akhirnya, terinspirasi dari kisah sahabat tersebut, saya ketika memakai kamar mandi di Kota Solo sering kali membuka keran meskipun bak mandi sudah penuh.

Itu juga menjadi jawaban bagi teman-teman saya yang kerap kali bertanya kok saya membuang-buang air,  ketika bak sudah penuh masih saja keran dibuka. Kawan saya itu berkata kasihan warga Afrika yang kekurangan air bersih.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 19 Desember 2023. Penulis adalah alumnus Pesantren Annuqayah Latee dan mahasiswa Fakultas Adab dan Bahasa UIN Raden Mas Said Surakarta) 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif