Kolom
Senin, 13 Maret 2023 - 09:16 WIB

Kegaduhan tentang Data Warga Miskin

Suharsih  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suharsih (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kalangan  pemerintah desa di beberapa daerah, seperti Kabupaten Wonogiri, belakangan ini disibukkan dengan verifikasi dan validasi data yang disebut Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan (P3KE) dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, seperti diberitakan Antara pada Agustus 2022 lalu, mengatakan P3KE adalah data spesial yang dirancang untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Data spesial itu diklaim dapat meningkatkan ketepatan sasaran jangkauan intervensi pemerintah dalam menangani kemiskinan di Indonesia.

Advertisement

Data P3KE bersumber dari pendataan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Data warga miskin disusun dengan peringkat kesejahteraan dan terbuka untuk diharmonisasikan dengan data program kementerian atau lembaga lain, termasuk dengan pemerintah daerah.

Data P3KE untuk melengkapi data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Berdasarkan data P3KE yang diunggah di laman p3ke.kemenkopmk.go.id, tercatat ada 26.515.305 keluarga yang masuk kategori miskin di 33 provinsi dengan perincian 104.720.060 jiwa. Di Jawa Tengah terdapat 4.359.907 keluarga miskin dengan jumlah individu 16.437.773 jiwa.

Advertisement

Data P3KE untuk melengkapi data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Berdasarkan data P3KE yang diunggah di laman p3ke.kemenkopmk.go.id, tercatat ada 26.515.305 keluarga yang masuk kategori miskin di 33 provinsi dengan perincian 104.720.060 jiwa. Di Jawa Tengah terdapat 4.359.907 keluarga miskin dengan jumlah individu 16.437.773 jiwa.

Di wilayah Soloraya yang terdiri atas tujuh kabupaten/kota total terdapat 809.209 keluarga miskin dengan jumlah individu 3.044.694 jiwa. Perinciannya, Kabupaten Klaten memiliki jumlah keluarga miskin maupun individu miskin terbanyak dengan jumlah masing-masing 191.341 keluarga dan 694.711 jiwa.

Kabupaten Wonogri di posisi kedua dengan 132.894 keluarga kategori miskin dan jumlah individu 485.875 jiwa. Kabupaten Sragen di posisi ketiga dengan 122.042 keluarga miskin dan 457.801 jiwa. Di Kabupaten Boyolali tercatat ada 113.061 keluarga miksin dengan 427.622 jiwa kategori miskin

Advertisement

Pada kenyataannya, setelah disampaikan hingga ke tingkat desa, data itu ternyata tidak akurat dan tidak valid. Setelah diteliti oleh aparatur pemerintah desa dan petugas pendamping desa, banyak data keluarga miskin dalam P3KE yang tidak sesuai dengan kondisi riil, tidak selaras dengan kondisi faktual.

Pemerintah Desa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, misalnya, mendapati ada sejumlah keluarga yang terdata di P3KE desil I-IV, padahal kondisi riil mereka termasuk keluarga mampu. Sebaliknya, ada keluarga yang kondisi riilnya lebih miskin malah tidak masuk data keluarga dan warga miskin itu.

Berdasarkan data Pemerintah Desa Jatisari, tidak ada keluarga yang masuk kategori miskin ekstrem, tapi masih ada data warga desa itu di desil I-IV pada P3KE. Desil I adalah 10% keluarga dengan tingkat kesejahteraan paling rendah. Desil II adalah 10%-20% keluarga dengan tingkat kesehateraan paling rendah dan seterusnya hingga Desil IV adalah 30%-40% keluarga dengan tingkat kesejahteraan paling rendah.

Advertisement

Sejumlah kepala desa di Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Klaten menyatakan kaget ketika desa mereka masuk kategori miskin ekstrem menurut data P3KE. Para kepala desa itu bingung temtang indikator apa sebenarnya yang digunakan untuk mengategorikan miskin ekstrem tersebut.

Kepala Desa Conto, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri, merasa bingung karena desanya yang sudah tidak terdapat keluarga miskin ekstrem malah masuk data 71 desa miskin ekstrem di Kabupaten Wonogiri. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan kebingungan dan kegaduhan di masyarakat.

Kejujuran

Data yang tidak sesuai kondisi faktual membuat pemerintah desa kesulitan tentang data mana yang harus digunakan ketika menentukan warga penerima bantuan untuk mengatasi kemiskinan, misalnya bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dana desa.

Advertisement

Pemerintah desa akhirnya tidak menggunakan data P3KE sepenuhnya untuk menentukan warga penerima bantuan tersebut. Mereka menentukan sendiri berdasarkan musyawarah dan dengan melihat kondisi riil warga di desa, kondisi faktual warga yang bersangkutan.

Semua kegaduhan dan kebingungan di tingkat desa ini terjadi kemungkinan karena data P3KE merupakan data top down, data dari pemerintah pusat yang diturunkan ke pemerintah daerah dan tidak dimutakhirkan. Tenaga ahli pendamping desa di Kabupaten Wonogiri menyebut data P3KE adalah hasil pendataan pada 2021 sehingga perlu diverifikasi dan divalidasi ulang agar relevan dengan kondisi terkini.

Verifikasi dan validasi data, terutama di desa-desa yang jadi sasaran program penghapusan kemiskinan ekstrem, kini menjadi sangat penting dilakukan agar program-program penghapusan kemiskinan ekstrem yang dicanangkan pemerintah benar-benar tepat sasaran dan dirasakan oleh mereka yang benar-benar membutuhkan.

Anggaran yang dikucurkan pemerintah dari APBN 2023 untuk menangani kemiskinan sangat besar, yakni mencapai Rp456 triliun untuk seluruh wilayah Indonesia. Bisnis.com memberitakan anggaran tersebut, antara lain, untuk program perlindungan sosial bagi 10 juta keluarga penerima manfaat program keluarga harapan (PKH), 18,8 juta penerima program kartu bahan pokok atau sembako, 500.000 program Kartu Prakerja, serta sejumlah program lain.

Semuanya bertujuan mencapai target kemiskinan 7% dan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024. Untuk mencapai target tersebut, penting untuk memiliki data keluarga maupun warga miskin yang akurat, valid, dan aktual.

Data kemiskinan seperti P3KE harus terus dimutakhirkan dan diperbarui secara berkala agar selalu sesuai dengan kondisi aktual dan faktual yang dinamis dan bisa berubah setiap saat. Pemerintah pusat jangan memaksakan menggunakan data kemiskinan yang tidak valid.

Aparat pemerintah desa bersama pendamping desa yang melakukan verifikasi dan validasi data harus mendata dengan teliti dan mengedepankan kejujuran. Jangan sampai ada warga kategori mampu secara ekonomi masuk data warga miskin. Sebaliknya, warga miskin yang benar-benar butuh dibantu agar keluar dari garis kemiskinan justru tidak masuk dalam data program penghapusan kemiskinan dari pemerintah.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 8 Maret 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif