Kolom
Selasa, 14 November 2023 - 10:55 WIB

Kerusakan Infrastruktur Hukum

Redaksi  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sumber: Indoprogress

Salah satu parameter demokrasi yang baik adalah penegakan hukum tanpa kompromi. Demokrasi mensyaratkan rule of law. Ini akan mendukung penciptaan masyarakat yang menjunjung supremasi hukum (supremacy of law).

Artinya tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum, mewujudkan persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the law)—baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat, dan menjamin hak asasi manusia.

Advertisement

Hukum dan demokrasi saling berkaitan. Hukum adalah aturan yang diterapkan pemerintah atau otoritas untuk mengatur perilaku masyarakat dan mengatur hubungan antara individu dan individu atau antara individu dan negara.

Hukum untuk menegakkan hak-hak individu dan melindungi masyarakat dari berbagai tindakan yang merugikan. Negara demokrasi adalah negara dengan kekuasaan serta kedaulatan berada di tangan rakyat. Kedaulatan rakyat itu dijalankan oleh pemerintah.

Negara demokrasi niscaya negara hukum. Hukum di atas segalanya dan dijalankan oleh pemerintah yang dipilih oleh rakyat secara berkala melalui pemilu. Indonesia adalah negara hukum dan negara demokrasi maka semua aspek kehidupan bernegara harus didasarkan pada hukum.

Advertisement

Refleksi kondisi hukum dan demokrasi di Indonesia termutakhir menunjukkan gejala kerusakan infrastuktur hukum yang berdampak kemunduran demokrasi. Gejala itu, antara lain, pelemaham Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejumlah undang-undang dibuat dengan serbacepat, Mahkamah Konstitusi (MK) ditunggangi kepentingan politik praktis.

Kemudian, menjadikan peradilan/mahkamah untuk melindungi kepentingan politik tertentu, membeli dan menguasai media massa untuk alat kampanye ideologi kekuasaan, mengubah aturan politik sesuka hati agar memuluskan semua keinginan dan melanggengkan kekuasaannya, dan beberapa gejala lain.

Kerusakan itu juga mencakup sumber daya manusia. Ketua Mahkamah Konstitusi menyalahgunakan wewenang dan melanggar etika untuk kepentingan politik paktis dan wakil meneteri hukum dan hak asasi manusia terjerat kasus suap adalah gejala termutakhir.

Advertisement

Semua itu potensial membangkitkan ketidakpercayaan rakyat terhadap institusi hukum, terhadap institusi demokrasi, dan yang lebih jauh lagi terhadap pemerintah secara umum.

Kalangan terpelajar dan kelas menengah di negeri ini—setidaknya dalam dua tahun terakhir—telah memperingatkan gejal-gejala kemunduran hukum dan demokrasi itu. Sejauh ini tak tampak evaluasi nyata.

Yang terjadi malah silih berganti pejabat-pejabat institusi hukum terjerat kasus pelanggaran hukum, terutama korupsi. Pemerintahan negara demokrasi harus senantiasa mengembangkan iklim dan suasana kewargaan demokratis yang membuat masyarakat sipil dinamis.

Hanya dengan kewargaan demokratis, civic culture, keadaban (civility), dan masyarakat sipil yang aktif dan bergairah, demokrasi bisa menguat dan berkelanjutan. Kini Indonesia bergejala menjauh dari keniscayaan penguatan demokrasi itu. Pemilihan Umum 2024 seharusnya menjadi wahana mengoreksi itu. Mungkinkah?

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif