Kolom
Selasa, 7 November 2023 - 09:30 WIB

Krisis Mental Remaja Kita

Arif Yudistira  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Arif Yudistira (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Ada satu kalimat indah yang dituliskan Maulana Jalaluddin Rumi: Duhai duka cita, jika kau punya nyali, datanglah padaku. Kalimat Rumi itu saya temukan di buku Terapi Penyembuhan Diri (2023) karya Edi H. Iyubenu.

Mentalitas seperti Jalaluddin Rumi saat ini hampir jarang bisa ditemukan pada generasi muda kita. Generasi muda kita saat ini jamak memiliki mental yang lemah, mudah menyerah dan berputus asa.

Advertisement

Generasi Z dianggap sebagai generasi tumpuan masa depan. Mereka dianggap sebagai generasi yang akan melanjutkan kepemimpinan Indonesia pada 2045. Generasi Z adalah mereka yang lahir pada 1995-2010.

Sayangnya, di samping kelebihan-kelebihan yang mereka miliki, generasi Z juga menghadapi masalah yang tidak kalah serius, yakni gangguan mental. Masalah tersebut bila tidak diatasi bisa membuat mereka patah sebelum berkembang.

Berdasarkan hasil survei McKinsey, generasi Z menghadapi krisis kesehatan mental yang belum pernah terjadi sebelumnya. Generasi Z yang disurvei McKinsey juga mengemukakan pandangan yang paling tidak positif dan prevalensi penyakit mental yang tertinggi dibanding generasi lainnya.

Advertisement

Tercatat 58% generasi Z tersebut menyatakan kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi. Fenomena generasi Z ini secara umum terjadi di hampir seluruh belahan dunia.

Pada European Journal of Preventive Cardiology yang terbit pada Senin (28/4/2023) tim peneliti asal Korea Selatan mengamati lebih dari 6,5 juta warga yang tercatat dalam Layanan Asuransi Kesehatan Nasional Korea Selatan.

Hasil pengamatan menunjukkan anak muda yang memiliki masalah mental berpotensi lebih tinggi terkena serangan jantung/stroke selama delapan tahun ke depan. Dari hasil penelitian ditemukan 13% dari 6,5 juta peserta penelitian mengidap gangguan mental (CNN Health, 2023).

Di Indonesia, menurut hasil Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (Gloria, 2022), ditemukan satu dari tiga remaja generasi Z memiliki masalah mental. Kecemasan dan depresi adalah dua masalah mental teratas yang paling banyak mendera remaja generasi Z di Indonesia.

Advertisement

Pada tahun 2021, Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran meneliti 400 remaja. Sebanyak 96,4% dari remaja tersebut kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang mereka alami.

Survei I-NAMHS mengungkapkan bahwa hampir 35% (15,5 juta) remaja berusia 10 tahun hingga 17 tahun di Indonesia terdiagnosis memiliki setidaknya satu masalah kesehatan mental sehingga masuk kategori orang dengan masalah kejiwaan (ODMK).

Kearifan dari Keraton

Penyakit mental generasi muda kita tidak bisa dilepaskan dari pengaruh keluarga, lingkungan, hingga perkembangan zaman saat ini. Menguatnya individualitas, retaknya hubungan kekeluargaan, hingga merebaknya pertemanan semu yang sekadar mengedepankan pragmatisme dan oportunisme menjadi faktor yang mempercepat gejala penyakit mental generasi kita saat ini.

Para orang tua menjadi lupa bagaimana mereka perlu belajar dari tuntunan, ajaran, dan petuah dari generasi lampau. Generasi terdahulu, nenek moyang kita, memiliki ajaran arif tentang pendidikan dan tata aturan hidup yang begitu berharga.

Advertisement

Kalau kita mau melongok kepada sejarah, kepada zaman yang sudah lampau, kita akan menemukan kearifan tentang bagaimana orang dahulu mengatasi masalah hidup.

Orang terdahulu bukan hanya lekat dengan nilai keprihatinan (laku prihatin), tetapi juga memiliki ilmu/bekal hidup yang kuat untuk menapaki zaman yang penuh tantangan atau cobaan.

R.M.S. Hadisoebroto menulis buku bertajuk Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunagoro jang ke VI.  Pada buku tanpa tahun itu saya menemukan kisah menarik tentang betapa berharganya bekal pendidikan yang diberikan oleh keraton pada masa lampau.

Keraton tidak hanya memberikan pendidikan fisik seperti berkuda, memanah, maupun berenang. Seorang pangeran atau keturunan raja diberi pendidikan kesusastraan, kebudayaan Jawa, kehalusan budi, tata susila, sampai perihal kebatinan kawijayan.

Advertisement

Anak-anak keraton ini dididik pula ilmu laku batin dan juga ilmu hidup serta kepemimpinan. Mereka memang dipersiapkan menjadi generasi yang tidak rapuh, tidak keropos, dan tidak lemah.

Anak keturunan keraton disiapkan menjadi pemimpin yang diharapkan memiliki karakter memayu hayuning bawana (membuat dunia lebih indah). Mereka disiapkan menjadi pemimpin yang membawa rakyatnya menuju kehidupan tata tentrem kerta raharja yang artinya kawasan tertib, damai, sejahtera, dan berkecukupan.

Kerapuhan remaja kita tersirat pada syair yang ditulis Ronggawarsita dalam Serat Sabda Jati. Para janma sajroning jaman pekewuh, kasudranira andadi, kadahurune saya darung, keh tyas mirong murang margi, kasetyan wus nora katon—pada zaman serbasusah dan salah ini, nista budi manusia makin menjadi-jadi, ruwetnya hidup terus terjadi, orang-orang sengaja menempuh jalan yang salah, kesetiaan tiada lagi bisa dilihat mata.

Kesehatan mental tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebanyak 76 remaja di Magetan, Jawa Timur, memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri dengan menyayat lengan (Solopos, 18 Oktober 2023).

Remaja ini rata-rata memiliki masalah dengan kesehatan mental. Mereka menjadi korban bullying dan perceraian di keluarga mereka. Keretakan hubungan sosial, dominasi teknologi, kerusakan hubungan dalam keluarga, sampai pada masalah pribadi yang dipendam membuat remaja kita depresi dan ambyar.

Penguatan mental remaja kita menjadi penting agar mereka terhindar dari perilaku menyimpang, bahkan yang mengarah pada bunuh diri. Orang tua, guru, maupun kita semua butuh bekerja sama agar generasi remaja kita menjadi tahan banting dan kuat menghadapi masalah hidup yang kian kompleks.

Advertisement

Hati dan psikis yang kuat serta mental yang sehat akan mendorong masa depan remaja kita makin terang. Sebagaimana pesan Rumi: Berhenti Anda merasa begitu kecil, Anda adalah alam semesta yang bergembira.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 6 November 2023. Penulis adalah peminat dunia pendidikan dan anak, kini bekerja di PPM MBS Yogyakarta)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif