Kolom
Sabtu, 16 Maret 2024 - 09:55 WIB

Mencegah Dwi Fungsi TNI dan Polri Kembali

Redaksi  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa melantik 301 orang pegawai negeri sipil untuk jabatan fungsional di Balai Kota Solo, Kamis (11/5/2023). (Istimewa/Dokumentasi Pemkot Solo)

Pemerintah menargetkan rancangan peraturan pemerintah tentang manajemen aparatur sipil negara rampung pada akhir April 2024. Aturan turunan Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara itu akan mengatur pula urusan jabatan sipil yang bisa diisi oleh personel TNI dan Polri.

Pemerintah menjanjikan ada seleksi ketat dalam penempatan aparatur TNI dan Polri di jabatan sipil itu sesuai kebutuhan instansi. Mengatur urusan penempatan personel TNI dan Polri di jabatan sipil sebenarnya langkah yang salah, apalagi sampai mengadakan seleksi personel TNI dan Polri untuk mengisi jabatan sipil.

Advertisement

Ide ini bertentangan dengan semangat gerakan reformasi 1998 yang menuntut penghentian dwifungsi TNI dan Polri dan menempatkan dua institusi ini sebagai lembaga negara yang profesional. TNI sebagai lembaga pertahanan negara yang profesional. Polri sebagai lembaga keamanan negara yang profesional pula.

Apa pun landasan pemikiran, argumentasi, dan proyeksi yang dipakai pemerintah, inisiatif mengatur dan menempatkan personel TNI dan Polri di jabatan sipil sama saja dengan menghidupkan lagi dwifungsi TNI dan Polri pada masa Orde Baru.

Seleksi ketat yang dijanjikan pemerintah itu tidak berpengaruh pada realitas mengembalikan dwifungsi TNI dan Polri. Salah satu ide dasar gerakan reformasi 1998 adalah menempatkan TNI dalam bidang pertahanan dan menjadi alat pertahanan negara yang benar-benar profesional.

Advertisement

Tugas TNI adalah menghadapi ancaman perang. Ini meniscayakan TNI yang profesional, bukan TNI yang ikut-ikutan mengurusi urusan sipil dan penyelenggaraan negara. Polri ditempatkan sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum yang profesional pula.

Penempatan personel TNI dan Polri di jabatan sipil menyalahi jati diri, kompetensi, dan profesionalitas mereka. Kondisi demikian juga akan membuat suasana tidak baik di internal birokrasi pemerintahan sipil. Sistem pemberian penghargaan dan promosi di jajaran aparatur sipil negara akan terganggu.

Setia pada ide gerakan reformasi 1998 untuk mewujudkan TNI dan Polri yang profesional serta meghentikan dwifungsi TNI dan Polri adalah kesepakatan bersama membangun bangsa ini. Pengkhianatan terhadap kesepakatan ini harus diingatkan dan dikoreksi.

Advertisement

Untuk mencegah dwifungsi terjadi lagi perlu diambil serangkaian langkah yang proaktif dan preventif. Pertama adalah reformasi struktural di dalam TNI untuk memastikan peran dan fungsi masing-masing angkatan bersenjata sesuai dengan tugas menjaga pertahanan negara.

Berikutnya adalah penegakan hukum yang melarang keterlibatan militer dalam urusan sipil atau politik. Hal ini dapat dilakukan melalui penguatan peraturan-peraturan yang mengatur keterlibatan militer dalam kegiatan nonmiliter.

Program pendidikan dan pelatihan yang memperkuat profesionalisme dan ketundukan militer terhadap wewenang sipil harus diintensifkan. Di TNI dan Polri harus ada peningkatan kesadaran demokrasi melalui program pendidikan dan pelatihan yang memperkuat pengertian dan komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi.

Ini sekaligus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas untuk memastikan keputusan-keputusan strategis dibuat secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Mendudukkan personel TNI dan Polri di jabatan sipil hanya bisa dilakukan ketika personel TNI dan Polri itu keluar atau pensiun dari TNI dan Polri, bukan dengan menempatkan personel TNI dan Polri aktif di jabatan sipil.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif