Kolom
Senin, 17 Oktober 2011 - 11:22 WIB

Mengangkat citra pangan lokal

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mursita, pegawai negeri sipil pada Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten (JIBI/SOLOPOS/Ist)

Mursita, pegawai negeri sipil pada Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Klaten (JIBI/SOLOPOS/Ist)

Peringatan Hari Pangan Sedunia ke-31, 16 Oktober kemarin, dengan tema Peningkatan Diversifikasi Pangan untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Nasional seyogianya dijadikan momentum mengangkat peran pangan lokal sebagai alternatif pangan nonberas dan nonterigu yang saat ini sudah mendarah daging dikonsumsi masyarakat Indonesia. Hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia yang masih mengonsumsi pangan berbahan dasar singkong, jagung, ubi jalar, sagu dan sebagainya.
Advertisement

Berkembang anggapan apabila ada masyarakat mengonsumsi tiwul berarti miskin atau terjadi kelangkaan pangan terutama beras. Singkong atau jagung hanya digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, makanan anak-anak, padahal bahan pangan tersebut mengandung gizi tinggi jika diolah dengan benar dan penyajian yang menarik.

Kondisi demikian ini karena pola pikir masyarakat yang mudah dipengaruhi iklan konsumtif dan untuk mengubah budaya mengonsumsi pangan beras dan terigu ke konsumsi nonberas dan nonterigu memerlukan upaya keras yang berkesinambungan. Apabila diselaraskan dengan kondisi saat ini, yaitu jumlah penduduk yang terus meningkat, kebutuhan pangan semakin besar. Menurunnya konsumsi pangan khususnya beras diindikasikan bukan karena konsumsi pangan lokal yang meningkat, namun masyarakat bertambah dalam mengonsumsi pangan berbahan terigu seperti mi instan, roti dan sebagainya.

Kondisi ini meningkatkan impor bahan baku terigu. Potensi alam negara ini dikesampingkan, dianggap tidak dapat menghasilkan jenis pangan sehat yang tidak kalah tinggi mutu kandungan gizinya. Masyarakat sudah telanjur terpikat praktisnya penyajian mi instan dibanding dengan mengolah bahan pangan lainnya, sehingga merupakan tantangan tersendiri untuk menciptakan bahan pangan lokal yang praktis, higienis, enak, sehat dan menarik.

Advertisement

Seremonial
Selama ini, pengenalan bahan pangan lokal hanya sebatas seremonial dan ritual tertentu saja, misalnya lomba cipta menu, tumpengan dengan jajan pasar dan sebagainya. Setelah acara berlangsung, tidak pernah ada tindak lanjut atau memasyarakatkan secara luas. Pengenalan di hotel atau restoran hanya beberapa saat saja. Setelah lupa, akan kembali seperti sedia kala, dengan alasan cari bahan baku sulit dan cara pengolahan dan penyajian merepotkan.

Menurut UU No 7/1996 tentang Pangan, pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama. Pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh rakyat merupakan kewajiban moral, sosial, maupun hukum, termasuk hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan wajib dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.

Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) pada 2000 menginformasikan lebih dari 90% masalah kesehatan manusia terkait dengan kualitas makanan yang dikonsumsi. Ketidakseimbangan berdampak munculnya masalah gizi kurang dan gizi lebih. Perlunya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi yang diarahkan untuk mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi masyarakat bertujuan meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan keterampilan masyarakat dalam pengembangan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman yang berbasis sumberdaya lokal.

Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi pada dasarnya merupakan fondasi ketahanan pangan. Bagi produsen, penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi akan memberi insentif pada produksi yang lebih beragam, termasuk produk pangan dengan nilai ekonomi tinggi dan pangan berbasis sumber daya lokal. Sedangkan jika ditinjau dari sisi konsumen, pangan yang dikonsumsi menjadi lebih beragam, bergizi, bermutu dan aman. Di samping itu, dilihat dari kepentingan kemandirian pangan, penganekaragaman konsumsi pangan juga dapat mengurangi ketergantungan konsumen pada satu jenis bahan pangan khususnya beras dan terigu.

Advertisement

Kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi adalah bertujuan mendorong penganekaragaman pola konsumsi pangan masyarakat berbasis pangan lokal agar hidup sehat dan produktif, meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman. Selain itu, mendorong pengembangan teknologi pengolahan pangan, terutama pangan lokal nonberas, guna meningkatkan nilai tambah dan nilai sosialnya.

Upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan konsumsi pangan yang beragam, pertama, dengan memberdayakan kelompok perempuan (ibu hamil, ibu menyusui, ibu punya anak Balita dan perempuan pasangan usia subur) sebagai titik awal dan pengungkit pengembangan pola pangan beragam, bergizi seimbang dan aman.

Kedua, memberikan pengetahuan anak sejak usia dini tentang pola makan beragam, bergizi seimbang dan aman. Salah satu faktor penting yang menyebabkan belum maksimalnya pencapaian program penganekaragaman konsumsi pangan adalah masih minimnya program implementasi yang berhubungan dengan proses internalisasi melalui suatu rekayasa sosial, khususnya pendidikan anak sejak usia dini dan promosi melalui berbagai jalur dan media komunikasi.

Ketiga, mengembangkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber penyedia pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman bagi keluarga. Pekarangan yang tidak produktif bisa dimanfaatkan untuk menanam jenis pangan yang mudah tumbuh, bergizi dan mudah diolah.

Advertisement

Keempat, mendorong dan menstimulasi pengembangan usaha kecil bidang pangan yang mengolah pangan lokal menjadi produk antara agar masyarakat memiliki motivasi untuk mengembangkan sendiri secara industri rumahan pengolahan pangan yang berasal dari pekarangan sendiri.

Kelima, mendorong keterlibatan perguruan tinggi mengembangkan teknologi tepat guna dalam upaya mendorong pengembangan pangan lokal menjadi produk antara. Perguruan tinggi diharapkan memiliki tenaga ahli dan kompetensi untuk berperan aktif mengembangkan pangan lokal.

Keenam, mendorong keterlibatan media massa, LSM, lembaga profesi dalam menyosialisasikan dan mempromosikan berbagai kegiatan percepatan pengembangan konsumsi pangan berdasarkan sumber daya lokal. Secara umum keberhasilan pelaksanaan program percepatan penganekaragaman dan konsumsi pangan dan gizi dapat diukur dengan dampak yang dihasilkan.

Dampak itu adalah makin beragam dan seimbangnya pangan sumber karbohidrat serta aneka pangan sumber protein, vitamin dan mineral dalam menu makanan sehari-hari; meningkatnya citra pangan lokal; makin banyak masyarakat yang memanfaatkan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga; makin tingginya peran masyarakat dan usaha kecil dalam memanfaatkan keragaman sumber daya pangan lokal dalam pengembangan bisnis pangan (off farm); makin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam bisnis pangan termasuk penciptaan menu makanan yang beragam dan bergizi seimbang melalui pengembangan teknologi kuliner berdasarkan kearifan dan budaya lokal; serta makin berperannya perguruan tinggi dalam pengembangan teknologi pangan lokal.

Advertisement

Apabila citra pangan lokal sudah terangkat sejajar dengan produk beras dan terigu, tentu bahan pangan lokal itu akan bernilai lebih. Pada saat terjadi kelangkaan pangan seperti beras dan melambungnya harga terigu, masyarakat sudah memiliki solusi tanpa direpotkan oleh tingginya harga beras dan terigu.

Terangkat
Citra pangan lokal akan terangkat secara otomatis dengan didahului beberapa hal. Pertama, meningkatnya pemahaman, pengetahuan dan keterampilan masyarakat terhadap penganekaragaman konsumsi pangan, teknologi pengolahan pangan lokal, menyusun menu yang beragam, bergizi seimbang dan aman. Kedua, jumlah dan aneka ragam bahan pangan lokal yang digunakan serta pengembangan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga meningkat di mana jumlah anggota yang memanfaatkan pekarangan bertambah, luas pekarangan yang diusahakan oleh anggota kelompok meningkat, jenis tanaman atau ternak yang dikembangkan/diusahakan bertambah.

Ketiga, meningkatnya pengetahuan anak-anak tentang konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman, aneka pangan lokal sumber karbohidrat nonberas dan nonterigu, berbagai macam sumber gizi seperti pangan sumber karbohidrat, protein, serta vitamin dan mineral, serta menghilangkan citra bagi anak bahwa pangan lokal adalah pangan inferior.

Keempat, meningkatnya pangan yang disediakan di kantin sekolah menyangkut jenis dan jumlah makanan bergizi seimbang dan aman, bahan pangan lokal nonberas dan nonterigu yang digunakan, aman dan tidak tercemar oleh bahan berbahaya dan bahan tambahan yang berlebihan, serta meningkatnya kesukaan siswa dalam mengonsumsi pangan di kantin sekolah.

Kelima, meningkatnya pengetahuan anak tentang berbagai jenis budi daya tanaman, ternak dan ikan sebagai sumber karbohidrat, sumber protein, sumber vitamin dan mineral serta tentang fungsi kebun sekolah/pekarangan sekolah sebagai penyedia kebutuhan gizi mikro.

Keenam, meningkatnya jumlah dan jenis pemanfaatan pangan lokal sebagai bahan baku tepung-tepungan, produktivitas dan produksi tepung-tepungan, jumlah volume penjualan tepung, jumlah dan jenis usaha yang memanfaatkan tepung, jumlah dan produk akhir yang memanfaatkan tepung serta jumlah omzet dan pendapatan yang dihasilkan oleh usaha kecil bidang pangan.

Advertisement

Upaya sinergis sebenarnya sangat diperlukan untuk mengangkat citra pangan lokal dengan melibatkan dan mengimbau berbagai pihak, seperti dunia restoran, wisata kuliner, perhotelan, pendidikan serta stakeholders terkait untuk lebih berperan aktif mengenalkan dan menyajikan pada setiap hari. Di samping itu kurikulum pendidikan perlu dipertajam tentang pengolahan pangan lokal baik segar maupun instan.

Penciptaan keragaman menu yang bervariasi, kontinuitas penyediaan bahan baku, mudahnya pemasaran dan praktisnya pengolahan merupakan tuntutan yang mendesak untuk dapat diterima masyarakat kita. Apabila pangan lokal sudah berada di hati masyarakat, tentu kita tidak perlu khawatir dengan pertambahan penduduk, turunnya produksi beras dan membanjirnya pangan impor berbahan baku terigu.

Hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki potensi besar untuk ditanami berbagai jenis pangan lokal seperti ubi jalar, ketela, jagung, garut, ganyong, gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya. Pangan dalam arti luas juga meliputi daging, ikan, gula, telur, susu dan sebagainya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif