Kolom
Senin, 18 Maret 2024 - 09:55 WIB

Mengatasi Kemiskinan Lewat Pendidikan

Redaksi  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi komodifikasi pendidikan tinggi. (berdikarionline.com)

Pemerintah Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, menyediakan kuota 200 orang pada tahap awal realisasi bantuan pendidikan untuk mencetak sarjana atau lulusan perguruan tinggi dalam program Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana.

Program ini dijadwalkan mulai berjalan pada Mei 2024. Pemerintah Kota Surabaya juga menyediakan mes bagi penerima bantuan pendidikan dari program ini. Di kawasan Soloraya, Pemerintah Kabupaten Wonogiri dan Pemerintah Kabupaten Sragen juga mengalokasikan anggaran dalam program yang sama.

Advertisement

Program beasiswa untuk mahasiswa—terutama dari keluarga miskin—di Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sragen telah berjalan beberapa tahun. Di Kabupaten Sragen program ini bahkan telah berjalan lebih dari 10 tahun.

Pada 2024 ini Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) Kabupaten Sragen membuka pendaftaran calon penerima beasiswa untuk mahasiswa perguruan tinggi negeri di Pulau Jawa. Pendaftaran dibuka pada 1 Maret—30 Agustus 2024 di gerai UPTPK di Mal Pelayanan Publik Kabupaten Sragen atau di Kantor UPTPK Kabupaten Sragen.

Di Kabupaten Wonogiri bantuan beasiswa diberikan kepada mahasiswa berprestasi warga Kabupaten Wonogiri sejak 2016. Program beasiswa ini menguatkan harapan dan memberi jaminan pewujudan potensi kaum muda berprestasi. Mereka harus mendapatkan prioritas untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.

Advertisement

Ide Pemerintah Kota Surabaya itu menarik untuk ditelaah dan dikabarkan lebih luas karena secara definitif menyebut ”satu keluarga miskin satu sarjana”. Penyebutan ini menjadikan program bersasaran jelas, yaitu memberikan beasiswa kepada anak-anak dari keluarga miskin yang secara intelektual mampu melanjutkan kuliah.

Ini program yang layak didukung dan diapresiasi sebagai strategi mengatasi kemiskinan lewat pendidikan. Ini strategi sangat baik. Kemiskinan kini tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi.

Kemiskinan kini juga bermakna kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorag atau kelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Advertisement

Hak-hak dasar yang diakui secara umum adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hal-hal untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik bagi perempuan maupun laki-laki.

Membahas peranan pendidikan dalam mengentaskan warga miskin, dalam mengatasi kemiskinan,  harus diarahkan pada human capability. Ini sejalan dengan salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang menargetkan pendidikan untuk semua (education for all). Tidak boleh ada seorang pun—terutama dari kalangan keluarga miskin—yang tertinggal dari hak mendapatkan pendidikan, hingga ke pendidikan tinggi.

Progran satu keluarga miskin satu sarjana akan mengubah paradigma yang meniscayakan mentas dari kemiskinan struktural, kemiskinan yang bersifat turun-temurun. Bekal pendidikan tinggi akan membangkitkan daya dan upaya untuk membawa keluarga mentas dari kemiskinan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif