Kolom
Senin, 20 November 2023 - 09:30 WIB

Mengemas Angka

Hijriyah Al Wakhidah  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hijriyah Al Wakhidah (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kompetisi pemilihan presiden 2024—bagian dari pemilu serentak pada 2024—resmi dimulai begitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan calon presiden-calon wakil presiden peserta Pemilu 2024 pada Senin (13/11/2023) dilanjutkan pengundian nomor urut pada Selasa (14/11/2023) malam.

Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (diusung Partai Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Ummat) mendapat nomor urut 1.

Advertisement

Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (diusung Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Golongan Karya, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, Partai Gelombang Rakyat Indonesia, Partai Garuda, dan Partai Solidaritas Indonesia) mendapat nomor urut 2.

Ganjar Pranowo-Moh. Mahfud Md. (diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Pertai Persatuan Indonesia, dan Partai Hati Nurani Rakyat) mendapat nomor urut 3.

Advertisement

Ganjar Pranowo-Moh. Mahfud Md. (diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Pertai Persatuan Indonesia, dan Partai Hati Nurani Rakyat) mendapat nomor urut 3.

Banyak narasi untuk memaknai angka 1, angka 2, dan angka 3. Menjelang masuk masa kampanye, para tim sukses akan mengemas nomor urut itu menjadi simbol yang menarik untuk mendongkrak popularitas.

Bagi masyarakat awam angka 1, 2, dan 3 sama saja. Begitu pula mereka yang sudah memiliki pilihan atau kecenderungan terhadap salah satu pasangan. Angka 1, 2, atau 3, adalah sama saja.

Advertisement

Pada empat kali pemilihan presiden pada 2004, 2009, 2014, dan 2019, dua kali pasangan yang mendapatkan nomor urut 2 memenangi pemilihan presiden. Pada 2009, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono yang mendapatkan nomor urut 2 menang satu putaran melawan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto (nomor urut 1) dan Jusuf Kalla-Wiranto (nomor urut 3)

Pada 2014, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (nomor urut 2) mengalahkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (nomor urut 1). Pada 2004, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (nomor urut 4) mengalahkan pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.

Pada 2019 lalu, pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin (nomor urut 01) menang atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (nomor urut 02). Saya sepakat dengan F.X. Gian Tue Mali, seperti diberitakan rri.co.id, bahwa nomor urut bukanlah nomor keberuntungan.

Advertisement

Tidak ada keberuntungan di balik penetapan nomor urut calon presiden-calon wakil presiden. Setiap pasangan harus menyusun strategi kampanye berdasarkan nomor urut tersebut.

Joko Widodo dalam dua kali pemilihan bisa mengemas angka 2 dan angka 01, dengan sangat menarik. Pada 2014, Jokowi memaknai angka 2 dengan peace dan victory. Pada 2019, Jokowi menyebut angka 01 memudahkan berkomunikasi dengan masyarakat yang ingin Indonesia bersatu.

Kini Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Moh. Mahfud Md. punya harapan besar pada angka 1, 2, dan 3.

Advertisement

Mereka dan tim sukses harus memberdayakan angka nomor urut itu menjadi pelengkap angka elektoral. Bisakah angka 1 yang dipegang tim Anies-Muhaimin menjadi modal mengejar ketertinggalan elektabilitas karena di kebanyakan survei pasangan ini selalu di bawah pasangan Prabow-Gibran dan Ganjar-Mahfud?

Bisakah angka 2 dan angka 3 yang menjadi nomor urut Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud menjadi nomor yang strategis atau menjadi simbol personifikasi yang mampu menggiring para pemilih mencoblos angka itu sehingga nomor urut itu mendukung elektabilitas keduanya yang selalu bersaing ketat?

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, mengatakan nomor urut bisa mendongkrak elektoral pasangan calon presiden-calon wakil presiden asalkan tim sukses/konsultan mampu mengasosiasikan secara inovatif/kreatif/atraktif nomor urut dengan sesuatu yang membawa kebaikan atau keberuntungan bagi pemilih.

Nomor urut akan memberikan efek psikologis bagi kandidat. Nomor urut merupakan hal penting bagi pemilih berlatar pendidikan menengah ke bawah karena mereka biasanya memilih nomor urut yang paling awal.

Menurut pengamat politik dari Indonesia Politik Opinion (IPO), Dedi Kurniansyah, nomor urut hanya akan memudahkan pemilih mengingat. Kontestan akan menyosialisasikan nomor urut dengan simbol yang memudahkan publik mengingat dan mengikuti.

Dari berbagai pengaruh angka pada nomor urut dan narasi yang dibangun, efek psikologis, ilmu ”cocokologi” yang secara ilmu pengetahuan maupun kalkulasi politik sulit dipertanggungjawabkan, atau angka-angka yang dianggap hoki, pemilih tentu jangan hanya berhenti pada mengenali mereka (para kandidat) lewat angka-angka itu.

Kalimat ”milih nomer pira sesuk?” mungkin akan banyak muncul sebagai pembuka obrolan masyarakat di kafe, di angkringan, cakruk atau pos ronda, atau bahkan di acara pertemuan keluarga dan kelompok-kelompok pengajian.

Memahami gagasan dan ide yang realistis dalam membangun bangsa dan negara menjadi poin penting untuk menentukan pilihan. Silakan para kandidat mengemas angka itu secara atraktif dan kreatif agar pemilu menjadi lebih berwarna, penuh dengan konten asyik dengan semangat persatuan dan kegembiraan.

Para pemilih tinggal menanti bagaimana kandidat presiden dan kandidat wakil presiden beradu gagasan dan meyakinkan pemilih bahwa mereka layak memimpin negeri ini.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 17 November 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif