Kolom
Senin, 4 Maret 2024 - 09:55 WIB

Mengubah Ambang Batas Parlemen

Redaksi  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. (MK)

Mahkamah Konstitusi pada Kamis (29/2/2024) memerintahkan pembahasan lebih lanjut  tentang ambang batas parlemen dalam penyelenggaraan pemilihan umum kepada pembuat undang-undang.

Putusan Mahkamah Konstitusi itu kemudian dipahami sebagai menghapus ambang batas parlemen sebesar 4% suara sah nasional. Ketentuan tentang ambang batas parlemen 4% bagi partai-partai politik itu dinilai tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin konstitusi.

Advertisement

Putusan Mahkamah Konstitusi ini berlaku untuk Pemilu 2029. Uji materi tentang ketentuan ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyerahkan pengubahan ambang parlemen kepada pembuat undang-undang, yaitu DPR.

Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum menyatakan tidak menemukan dasar rasional dan argumentasi yang memadai dalam penetapan angka ambang batas parlemen 4% dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Advertisement

Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum menyatakan tidak menemukan dasar rasional dan argumentasi yang memadai dalam penetapan angka ambang batas parlemen 4% dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Mahkamah Konstitusi menilai angka ambang batas parlemen tersebut berdampak terhadap konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR yang berkaitan dengan proporsionalitas hasil pemilu.

Pada Pemilu 2019, terdapat 13.595.842 suara tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR atau sekitar 9,7% suara sah secara nasional ”terbuang sia-sia”. Menurut Mahkamah Konstitusi, fakta tersebut membuktikan hak konstitusional pemilih yang telah digunakan dalam pemilu menjadi hangus atau tidak dihitung dengan alasan penyederhanaan partai politik.

Advertisement

Pembuat undang-undang yang berhak menentukan batasan yang pas. Putusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi babak baru dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Yang jelas, ambang batas parlemen 4% suara sah nasional sejauh ini tak berhasil menyederhanakan jumlah partai politik di Indonesia.

Tiap kali penyelenggaraan pemilu selalu muncul partai politik baru—sama sekali baru atau sekadar perubahan dari partai politik yang gagal lolos ambang batas parlemen pada pemilu sebelumnya.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 116/PUU-XXI/2023 tentang uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memang tidak memerintahkan untuk meniadakan atau menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

Advertisement

Mahkamah Konstitusi menyampaikan lima hal kepada pembentuk undang-undang. Pertama, ambang batas parlemen baru harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.

Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen harus tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

Ketiga, perubahan ambang batas parlemen harus untuk mewujudkan penyederhanaan partai politik. Keempat, perubahan ambang batas parlemen selesai sebelum tahapan Pemilu 2029.

Advertisement

Kelima, perubahan harus melibatkan semua kalangan yang peduli pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki wakil di DPR.

Masih butuh kajian lebih lanjut yang harus melibatkan banyak pemangku kepentingan dengan cara partisipatif untuk meningkatkan kualitas pemilu kita.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif