Kolom
Selasa, 18 Oktober 2022 - 13:00 WIB

Narasi Perdamaian dalam Seperangkat Gamelan

Ika Yuniati  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ika Yuniati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Konser gamelan yang mengawinkan gaya Solo, Bali, Minang, hingga Makassar dalam tajuk Paramagangsa di halaman Balai Kota Solo, Jumat (16/9/2022) malam, terasa membangkitkan daya magis sampai ke para penonton.

Perayaan dalam rangka mengenang komposer Rahayu Supanggah—meninggal pada 10 November 2020—dan penyerahan sertifikat gamelan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) dari The United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) itu membawa saya ke lorong nostalgia Oktober 2019.

Advertisement

Saya bertemu dengan inisiator pengusul gamelan sebagai warisan budaya tak benda UNESCO yang merupakan maestro gamelan, yaitu Rahayu Supanggah, pada Minggu (13/10/2019). Akhir pekan itu tepat tiga hari setelah sang budayawan tersebut purnatugas sebagai dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Ia tak mandek berkarya. Semangatnya masih menyala-nyala mengurusi pengusulan gamelan sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO. Ia juga tetap pentas di luar negeri. Pak Panggah ingin membumikan gamelan di panggung dunia.

Advertisement

Ia tak mandek berkarya. Semangatnya masih menyala-nyala mengurusi pengusulan gamelan sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO. Ia juga tetap pentas di luar negeri. Pak Panggah ingin membumikan gamelan di panggung dunia.

Karya kolaborasi yang mempertemukan gamelan dengan Melbourne Symphony Orchestra di panggung Setan Jawa pada 2017 mewariskan ruang hangat diplomasi budaya antara Jawa dengan budaya lainnya di berbagai negara.

Gamelan adalah kehidupan itu sendiri bagi Pak Panggah. Begitu juga dengan bangsa ini. Gamelan diduga muncul pada  404 Masehi berdasarkan relief di Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Gamelan menggaungkan irama lembut yang bisa menjadi ruang pertemuan banyak hal.

Advertisement

Gamelan sebagai identitas Indonesia telah dibuktikan lewat banyak hal. Gamelan tak hanya diperdengarkan di kompleks keraton dan upacara tradisional di wilayah kebudayaan Jawa. Gamelan makin sering muncul di sejumlah konser musik populer.

Kolaborasi gamelan dengan musik rock di Kota Solo pada 2021 lalu dijadikan sebagai momentum kebangkitan festival musik metal tahunan Rock in Solo yang sebelumnya mati suri beberapa tahun. Panggung kolaborasi gamelan dan musik rock bertajuk Apokaliptika A Journey of Rock In Solo 2021 di Convention Hall Terminal Tirtonadi tersebut disambut headbang hingga moshing oleh para anak muda.

Kesuksesan gamelan masuk ke dalam entitas budaya baru tak hanya kali ini terjadi. Pada 2013, klub sepak bola asal Inggris, Arsenal, berlatih menabuh gamelan dalam rangka promosi kedatangan di  Indonesia. Para pemain The Gunners, di antaranya Bacary Sagna, belajar memainkan gamelan yang mereka anggap sebagai identitas Nusantara.

Advertisement

Terapi

Bunyi ritmis gamelan tak hanya dinikmati sebagai karya seni yang indah dan memanjakan telinga. Alat musik tradisional ini menjadi medium terapi yang menenangkan. Salah satunya terapi untuk gangguan kejiwaan seperti di RSJ Soerojo di Kota Magelang, Jawa Tengah.

Terapi gamelan mampu menciptakan rasa kebersamaan di antara pasien. Musik gamelan membentuk pemenuhan dukungan sosial yang bersifat emotional support. Alunan musik gamelan membuat pendengar mengekspresikan perasaan dan menciptakan kebersamaan melalui ketukan-ketukan gamelan hingga menciptakan ketenteraman hati.

Pak Panggah pernah membawa gamelan sebagai media terapi di Benua Eropa. Menabuh gamelan dia gunakan sebagai terapi bagi para narapidana. Kerja sama yang tercipta berkat menabuh seperangkat gamelan mengajarkan pentingnya kebersamaan antarindividu. Terapi itu mengurangi tingkat stres mereka.

Advertisement

Konsep dasar gamelan mengutamakan kebersamaan, toleransi, kerja sama, dan pengendalian emosi adalah kunci yang diberdayakan untuk terapi kejiwaab. Gamelan juga dikenalkan di Inggris sebagai medium terapi dalam program Good Vibrations. Program ini di penjara Top Security Prison Wakefield untuk mengatasi masalah kejiwaan dan perilaku manusia yang putus asa karena terjerat narkoba, kriminalitas, dan psikologi berat.

Program sejenis dilaksanakan di 14 penjara lainnya di wilayah Britania Raya. Komposisinya tentu saja dipilih yang berirama pelan, mendayu-dayu, dan mengalun merdu, seperti Ladrang Sri Kaloka Slendro Manyura, Ketawang Kutut Manggung Slendro Manyura, Ketawang Sekar Teja Slendro Manyura, dan Ladrang Mugi Rahayu Slendro Manyura.

Ini bukanlah kali pertama gamelan dijadikan sebagai medium pembawa perdamaian bagi jiwa yang gelisah seperti para narapidana di Britania Raya. Dalam konteks yang lebih luas, gamelan berulang kali digunakan sebagai alat musik perdamaian, seperti saat pentas perdamaian di Museum Tigre Buenos Aires pada 2018.

Kita harus percaya pada kekuatan gamelan yang mampu membawa perdamaian dalam jiwa maupun kehidupan secara utuh. Kalau zaman sekarang jamak dikenal budaya slow living atau seni hidup melambat pada zaman yang serba cepat, gamelan telah mengajarkannya sejak lama.

Tembang kehidupan dalam seperangkat gamelan bisa dijadikan medium untuk mempererat perasaan kultural. Pertimbangan kebudayaan menjadi sangat penting agar setiap keputusan tak sekadar mengedepankan untung atau rugi. Semua aktivitas bertujuan perasaan damai dengan harapan tumbuh bersama. Menciptakan harmoni antara manusia, alam, dan semesta.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 September 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif