Kolom
Sabtu, 16 September 2023 - 09:35 WIB

Narkoba Masuk Sekolah

Didik Haryanto  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Didik Haryanto (Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Narkotika  dan obat-obatan berbahaya atau narkoba adalah problem dunia. Negara maju maupun berkembang, kaya atau miskin, memiliki persoalan sama. Begitu pula Indonesia. Penyalahgunaan narkoba banyak ditemukan di hampir semua kalangan, termasuk kalangan pelajar.

Dalam survei yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)—kini terintegrasi dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)—terdapat 2,3 juta pelajar atau mahasiswa di Indonesia pernah mengonsumsi narkoba.

Advertisement

Pada 2018, narkoba di kalangan pelajar juga jadi persoalan skala global. World Drugs Reports 2018 dari The United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menemukan 5,6%  penduduk dunia atau 275 juta orang dalam rentang usia 15 tahun hingga 64 tahun pernah mengonsumsi narkoba minimal sekali.

Semua sepakat narkoba adalah zat berbahaya jika salah peruntukannya. Seluruh dunia satu kata dalam hal ini. Melakukan pendekatan persuasif sampai represif banyak diterapkan. Salah satunya hukuman mati di Indonesia pada 2016.

Problem ini memang butuh usaha lebih keras dari berbagai pendekatan. Apa yang bisa dilihat lebih luas dari narkoba? Ada peran penting masyarakat dan aparat penegak hukum dalam membentengi masyarakat rentan seperti remaja.

Advertisement

Sulit sekali mengawasi dan menertibkan dengan berbagai macam faktor riil, seperti macam dan bentuk serta kategori zat yang dilarang sangat variatif. Ada narkotika dikemas dalam bubuk, cair, pil, sampai kandungan paling samar sekalipun, seperti permen.

BNN merilis apa saja kategori zat terlarang, namun dalam waktu bersamaan ada bentuk zat lain (belum menjadi kajian BNN atau ahli) muncul di masyarakat. Contohnya zat dari jamur (mushroom).

Ini tantangan riil yang harus dihadapi. Dalam kasus menghirup lem tentu lebih mengkawatirkan karena jangkauannya sangat luas dan familier di masyarakat. Lem dapat dan mudah ditemukan di toko alat bangunan maupun toko kelontong. Harganya relatif murah dan terjangkau dengan kemasan kecil sampai besar.

Lem menjadi perhatian publik setelah kita dihebohkan dengan perilaku remaja menyalahgunakannya. Wajar semua menjadi direpotkan akan fenomena ini. Terutama lembaga pendidikan dan BNN.

Advertisement

Muncul kekawatiran baru: narkoba masuk sekolah. Itu disadari setelah viral di media sosial. Pelajar berseragam sekolah mengisap lem dan direkam dalam video sepanjang tiga menit lalu diunggah di media sosial. Pelajar pengisap lem itu mengalami halusinasi.

Kekawatiran ini cukup beralasan dan sejajar dengan semua bentuk narkotika. Semua seperti kecolongan dalam kasus ini. Zat-zat kimia yang terkandung dalam lem tidak memerlukan penjelasan lebih tentang efek yang nantinya bisa menjadi persoalan kesehatan.

Sudah banyak testimoni. Fakta menarik dari perilaku remaja yang viral itu adalah kenapa mereka melakukan itu? Seperti persoalan absurd. Upaya metutup jalan satu ada saja jalan lain menggantikan. Ada saja varian-varian baru seperti mushroom sampai lem.

Akar masalah bukan mengenai penyalahgunaan zat-zat kategori narkotika. Ada ”kecerdikan” pengguna untuk mengakali segala batasan dan larangan. Tidak peduli nanti menjadi bahan yang digunakan sangat berbahaya dan mengancam nyawa.

Advertisement

Persebaran dan variasi narkoba memerlukan pendekatan yang lebih adaptif dalam menangani. Pertama, pendekatan edukatif dengan mengintegrasikan pendidikan dengan pemahaman yang komprehensif mengenai zat-zat yang dimaksud.

Membayangkan eksperimen-ekperimen liar yang dilakukan remaja dengan lem adalah tantangan nyata bagi sekolahan. Bisa jadi narkotika adalah tren bagi remaja maka dengan coba-coba dan diperkuat pergaulan yang salah mejadikan tindakan itu terjadi.

Tren di kalangan remaja bisa sebagai faktor dominan. Jika faktor ini benar, perlu pendekatan budaya di sekolah maupun di lingkungan mereka tinggal. Pemenuhan kesejahteraan psikologis anak dan remaja adalah mutlak.

Membangun komunikasi demokratis, meminimalisasi kesenjangan sosial anak dan remaja, serta yang penting memfasilitasi berbagai pendekatan produktif tentang kegiatan anak, remaja, atau kepemudaan yang lebih plural.

Advertisement

Tren positif yang terbangun akan menandingi tren menggunakan narkoba, juga meminimalisasi anak dan remaja terkotak-kotak dalam interaksi sosial. Kedua, kurangnya pemahaman dan literasi yang didapatkan dari tempat yang semestinya, yaitu sekolah.

Salah satu harapan adalah pengelola sekolah dan akademisi harus lebih tidak merasa tabu tentang berbagai problem yang menjadi kerentanan anak dan remaja. Eksperimen liar mereka, seperti penggunaan jamur, lem, dan bahan berbaha lain adalah ibarat berlari ternyata pendidikan (sekolah) kita tertinggal beberapa langkah.

Hal itu bisa menjadi evaluasi seandainya difasilitasi dalam laboratorium sekolah dengan berbagai uji atau eksperimen dampak dan pendampingan guru. Harapannya akan berbeda hasilnya, yaitu anak-anak dan remaja menjadi lebih paham tentang bahaya narkoba dengan aneka varian.

Ketiga, sudah saatnya kurikulum memiliki orientasi yang tepat dalam memahamkan anak dan remaja tentang bahaya narkoba. Tidak cukup mengandalkan konsep sosialisasi atau kaderisasi di sekolah karena hanya berhenti sebatas agen kampanye.

Perlu diintegrasikan dengan kurikulum. Secara nasional sudah saatnya konstruksi kurikulum nasional memperkenalkan kurikulum berbasis riset sejak dasar. Jangan biarkan anak atau remaja justu mengakses narkoba dari pergaulan sosial (eksperimen liar bersama teman-teman di luar sekolah).

Eksperimen yang difasilitasi sekolah lebih memberi rasa optimistis dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba. Minimal terpenuhi pemahaman literasi anak-anak dan remaja.

Advertisement

Saatnya memaksimalkan laboratorium, membekali guru dengan kompetensi memadai, dan mengintegrasikan kurikulum secara spesifik terhadap problem narkoba dengan pendidikan menjemput bola daripada menunggu bola.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 13 September 2023. Penulis adalah guru Seni Budaya di SMPN 9 Kota Solo)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif