Kolom
Senin, 22 Januari 2024 - 09:55 WIB

Pajak PKL Harus Berbasis Data Aktual

Redaksi  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah pedagang kuliner menerima bantuan gerobak dari Dinas Perdagangan Kota Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Program bantuan gerobak untuk pedagang itu diharapkan mampu mendatangkan kesejahteraan bagi para pelaku UMKM bidang kuliner di Kota Solo. (Antara/Maulana Surya)

Pemerintah Kota Solo akan memaksimalkan pendapatan sektor pajak daerah dengan menyasar pedagang kaki lima atau PKL. Para PKL di Kota Solo yang selama ini hanya dikenai retribusi akan dikenai pajak yang akan diterapkan pada tahun ini.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi landasan hukum mengintensifkan penarikan pajak. Salah satunya pajak restoran, termasuk pajak yang diberlakukan kepada para PKL.

Advertisement

Landasan argumentasi hukum pengenaan pajak untuk para PKL adalah semua jenis usaha makan minum di tempat dilengkapi alat makan, meja, dan kursi disebut restoran. Tentu ada batasan omzet atas penarikan pajak ini.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tersebut juga berpotensi menghilangkan sumber pajakbagi pemerintah daerah sehingga direspons pemerintah daerah dengan memaksimalkan potensi pajak lainnya.

Potensi pajak yang bisa dimaksimalkan oleh pemerintah daerah, antara lain, pajak kesenian modern dari 15% menjadi 10%, pajak taman hiburan dari 20% menjadi 10%, dan pajak pertunjukan dari 20% turun menjadi 10%.

Advertisement

Memaksimalkan pajak lainnya dengan menyasar kalangan PKL tentu saja akan menjadi kontroversi, apalagi bagi pedagang dengan omzet tak tentu per hari. Banyak PKL bahkan sering rugi ketika penjualan tak menutup modal harian.

Ketika menilik sejarah kemunculan PKL di Kota Solo dan juga di kota-kota lainnya, mereka bukanlah pedagang dengan omzet besar. PKL di Kota Solo adalah bagian dari cara wong cilik atau masyarakat marginal bertahan mencukupi kebutuhan harian mereka dengan berjualan.

Pendapatan harian dan lokasi berjualan mereka tidak pasti. Mayoritas PKL berjualan secara ilegal di tempat-tempat yang mereka anggap strategis, padahal peruntukan tempat itu bukan untuk berjualan, misalnya trotoar jalan.

Advertisement

Sebagian PKL hingga haris ini masih berbenturan dengan aturan larangan berjualan di lokasi-lokasi tertentu.  Berdasarkan fakta tersebut, penarikan pajak terhadap para PKL tidak bijaksana apabila diberlakukan secara pukul rata.

Pemerintah Kota Solo seharusnya mengawali wacana tersebut dengan pendataan secara aktual dan faktual para PKL di Kota Solo. Pendataan akan memunculkan data konkret seberapa banyak PKL yang layak ditarik pajak dan seberapa banyak PKL yang hanya layak dikenai retribusi harian.

Pemajakan usaha makan dan minum hendaknya berorientasi pada pemberdayaan, bukan sekadar meningkatkan pendapatan daerah tanpa basis data riil, aktual, dan faktual. PKL telah terbukti menjadi bagian ekonomi riil—nonformal—dengan daya tahan tinggi, bahkan menciptakan lapangan kerja. Pajak untuk mereka seharusnya hanya untuk yang telah mentas dari status PKL dari sisi omzet dan pendapatan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif