Kolom
Kamis, 25 Januari 2024 - 21:03 WIB

Pelajaran Bahasa Lewat Sampah

Aji Wicaksono  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aji Wicaksono (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan, dari sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Perubahan kurikulum tidak pernah menggeser dan menghilangkan mata pelajaran ini.

Kita menganggap itu lumrah karena pelajaran Bahasa Indonesia menjadi muatan wajib dalam sistem kurikulum di Indonesia. Sangat disayangkan selama ini pelajaran Bahasa Indonesia dirasakan kurang membekas di ingatan para pelajar di Indonesia.

Advertisement

Di Kurikulum Merdeka dijelaskan bahwa kompetensi berbahasa didasarkan pada tiga hal yang saling berhubungan dan saling mendukung untuk mengembangkan kompetensi peserta didik, yaitu bahasa (mengembangkan kompetensi kebahasaan), sastra (kemampuan memahami, mengapresiasi, menanggapi, menganalisis, dan mencipta karya sastra), dan berpikir (kritis, kreatif, dan imajinatif).

Melalui pelajaran Bahasa Indonesia peserta didik diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berbahasa dengan baik yang dapat mendukung kemampuan berliterasi (berbahasa dan berpikir).

Advertisement

Melalui pelajaran Bahasa Indonesia peserta didik diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berbahasa dengan baik yang dapat mendukung kemampuan berliterasi (berbahasa dan berpikir).

Literasi menjadi kemampuan penting yang digunakan untuk bekerja dan belajar sepanjang hayat. Kemampuan literasi menjadi indikator kemajuan dan perkembangan anak-anak Indonesia.

Wujud nyata kemampuan ini adalah siswa terampil berbahasa secara reseptif (menyimak, membaca, dan memirsa) dan terampil berbahasa secara produktif (berbicara dan mempresentasikan serta menulis).

Advertisement

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi menentukan tema untuk setiap proyek yang diimplementasikan di sekolah. Tema tersebut dikembangkan berdasarkan isu prioritas dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035.

Ada enam tema utama proyek penguatan profil pelajar Pancasila yang bisa dipilih oleh sekolah jenjang SD, yaitu gaya hidup berkelanjutan, kearifan lokal, Bhinneka Tunggal Ika, bangunlah jiwa dan raganya, rekayasa dan teknologi, dan kewirausahaan.

Guru kelas V SD Al Islam 2 Jamsaren, Kota Solo, bersepakat memilih proyek gaya hidup berkelanjutan untuk semester gasal dan rekayasa dan teknologi untuk semester genap.

Advertisement

Melihat masalah di lingkungan sekolahan tentang sampah, guru memutuskan proyek gaya hidup berkelanjutan terfokus pada sampah dan pengolahannya.

Kegiatan utama yang  dilakukan yaitu mendaur ulang sampah kertas dan menerbitkan tulisan siswa mengenai sampah. Tahap awal menindaklanjuti pilihan tersebut, pada jam pelajaran Bahasa Indonesia guru mengajak siswa mengobrol tentang sampah.

Obrolan demi obrolan berlangsung menggembirakan. Siswa mampu menyebutkan jenis sampah, tempat sampah, dan pengalaman nyampah. Siswa juga mampu menyebut berbagai alat kebersihan, cara menggunakan, serta pengalaman membersihkan sampah.

Advertisement

Kesadaran tentang sampah menjadi penting dan perlu untuk ditulis dan diterbitkan. Guru berpikir memberdayakan kompetensi berbahasa siswa menjadi agenda penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Hal itu diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa siswa. Saya dan para guru lainnya ingin membekaskan pelajaran Bahasa Indonesia di ingatan siswa. Sebagai guru kami berusaha memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan praktik berbahasa dan pengembangan nalar tentang bahasa Indonesia dengan menyesuaikan materi ajar yang tersedia di kurikulum.

Kami sadar siswa perlu lebih banyak ruang untuk membaca, mendengar, menulis, dan membicarakan pengetahuan dan pengalaman melalui bahasa Indonesia. Wujud nyata yang paling ideal untuk manampung proses menuju keterampilan berbahasa siswa yaitu dengan menerbitkan tulisan-tulisan siswa berupa pengalaman, pendapat, kesan, dan keluh kesah lainya.

Tanggapan menggembirakan dari wali murid menjadi tanda bahwa proses keterampilan berbahasa siswa memang perlu dibukukan. Setidaknya palajaran Bahasa Indonesia yang pernah didapat di sekolah dasar bisa terbaca selain lewat nilai di rapor.

Apresiasi keterampilan berbahasa tidak melulu berorientasi pada nilai-nilai di  buku nilai. Apresiasi keterampilan berbahasa bukan pengetahuan bahasa yang mesti dihafalkan, melainkan bentuk penghargaan terhadap kreativitas anak dalam menuangkan imajinasi, pengalaman, keluh kesah, dan kisah-kisah lain dalam bentuk tulisan.

Menulis menjadi kerja pendokumentasian proses kreatif siswa. Dengan begitu, yang harus terjadi dalam mengembangkan keterampilan berbahasa di sekolah ialah kegiatan apresiasi keterampilan berbahasa yang bukan sekadar pengetahuan teori kebahasaan.

Penerbitan buku tulisan siswa yang seperti itu memang tidak sesederhana dibandingkan ketika siswa hanya menulis di buku tulis yang akan berakhir di tukang loak.

Tidak ada ruginya menerbitkan ingatan, gagasan, dan kenangan siswa tentang sampah dalam bentuk buku. Saya kira inovasi semacam itu layak dikembangkan di sekolahan sebagai wujud pelestarian budaya literasi.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 Januari 2024. Penulis adalah guru SD Al Islam 2 Jamsaren, Kota Solo, Jawa Tengah)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif