Kolom
Kamis, 11 Januari 2024 - 09:55 WIB

Pelajaran Baik dari Vonis Fatia dan Haris

Redaksi  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Terdakwa Direktur Lokataru Haris Azhar (kanan) dan mantan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) melakukan selebrasi seusai sidang lanjutan di Pengadllan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (8/1/2024). Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menyatakan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tidak bersalah atau tidak mencemarkan nama baik Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Mereka divonis bebas. (Antara/Fakhri Hermansyah)

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (8/1/2024) memvonis bebas aktivis hak asasi manusia Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar. Mereka berdua diadili dalam perkara pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhur Binsar Pandjaitan.

Pelajaran baik dari vonis bebas untuk Fatia dan Haris yang harus disimpan dalam memori kolektif warga negeri ini adalah pertimbangan majelis hakim bahwa kritik terhadap pejabat publik (pejabat negara) memiliki legitimasi karena dilindungi konstitusi, standar hukum, hak asasi manusia, serta kovenan hak sipil dan politik yang telah diratifikasi Indonesia.

Advertisement

Kritik yang disampaikan adalah bagian upaya mengontrol “kerja” aparatur negara dan pemimpin bangsa ini agar selalu dalam koridor konstitusi dan melayani rakyat. Substansi kritik tentu saja bukanlah hal yang indah-indah.

Substansi dalam kritik jamak membikin gerah atau jengah. Kritik disampaikan untuk meluruskan yang bengkok, untuk mengoreksi yang keliru. Tentu saja strategi apa pun yang digunakan saat memberikan kritik dan masukan tidak boleh dinilai sebagai upaya untuk menjatuhkan aparatur negara atau pejabat publik yang dikiritik.

Di negara demokrasi, di negara hukum, kritik adalah bagian penting dari pendewasaan demokrasi dan penegakan hukum. Kritik jangan direspons dengan tindak represif berbasis kekuasaan, baik secara terang-terangan atau lewat operasi senyap. Kritik tidak boleh dikriminalisasi.

Advertisement

Vonis bebas atas Fatia dan Haris adalah pelajaran baik tentang menjaga kebebasan berekspresi di Indonesia. Majelis hakim dalam pertimbangan vonis bebas untuk Fatia dan Haris menunjukkan pemahaman yang baik ihwal kritik kepada pejabat publik dan perbedaan kritik dengan penghinaan.

Kritik yang disertai data tentu akan menjadi hal positif. Pejabat publik tidak boleh antikritik. Begitu dilantik menjadi pejabat publik, dia harus siap menerima kritik kapan pun. Ketika seseorang tak mau dikritik atas pekerjaan yang diemban, janganlah menjadi pejabat publik atau pemimpin di negeri ini.

Majelis hakim dalam pertimbangan vonis menyebut pepatah berbahasa Latin cogitationis poenam nemo patitur. Bahwa tidak ada seorang pun yang boleh dihukum karena pikirannya. Seorang pejabat publik harus siap dikritik secara personal maupun dalam urusan kebijakan.

Advertisement

Dia harus mau mendengar kritik yang datan kapan pun dan lewat media apa pun. Kritik yang disampaikan kepada pemerintah (pejabat publik) adalah bagian dari kebebasan berpendapat. Vonis bebas atas Fatia dan Haris mengemukakan sedikit harapan tentang pendewasaan demokrasi kita. Hakim menegaskan bahwa kritik terhadap pejabat publik memiliki legitimasi.

Dalam konteks pendewasaan demokrasi kita, pada masa mendatang kritik terhadap pejabat publik dan kebijakan negara jangan dikriminalisasi. Mahkamah Agung harus konsisten dengan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur apabila ada pengajuan kasasi dari jaksa penuntut umum.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif