Kolom
Jumat, 3 November 2023 - 09:30 WIB

Pendidikan untuk Setiap Anak

Azizah Quratul Aini  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Azizah Quratul Aini (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Berbagai wilayah di Indonesia menormalisasikan anak di bawah umur bertingkah selayaknya orang dewasa. Hal ini banyak dijumpai di kawasan perkotaan, bahkan kerap saya temui di lingkungan saya tinggal dan beraktivitas.

Pada dasarnya seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun masih di bawah kekuasaan orang tuanya. Beberapa orang tua menyalahi hal tersebut. Banyak anak di bawah umur yang tidak mendapatkan hak dengan baik.

Advertisement

Seorang anak sewajarnya mendapatkan hak untuk menikmati hidup dengan memanfaatkan waktu untuk belajar dan mendapatkan hak dari orang tua untuk memfasilitasi keberlangsungan seorang anak dalam proses menuntut ilmu.

Sebagian besar anak di bawah umur malah tidak mendapatkan hak ini. Mereka justru diminta oleh orang tua untuk bekerja atau bahkan ada yang dipaksa ikut bekerja oleh orang tuanya, padahal belum waktunya untuk si anak terjun dalam dunia kerja.

Beberapa waktu lalu saya menjumpai hal seperti ini. Anak berusia di bawah umur ikut bekerja dengan orang tuanya. Saat itu saya sedang membeli rice bowl dan makan bersama teman saya.

Advertisement

Tak jauh dari tempat saya makan, saya jumpai seorang bapak berjualan bakso bakar dan semacamnya dengan mengajak anaknya yang kira-kira berusia tujuh tahun.

Anak itu saya lihat sedang bermain dengan bapaknya. Dengan menggunakan kaus oblong dan tanpa alas kaki, ia berlari ke sana kemari dengan memainkan gagang payung tenda yang tidak terpasang pada lokasi berdagang sang bapak.

Saya tidak tahu apa yang ada dalam pikiran si anak berusia tujuh tahun itu. Apakah dia senang menemani bapaknya berjualan atau dia merasa tidak seharusnya dirinya merasakan hal seperti itu (tidak seperti anak-anak lainnya yang hanya bermain dan belajar)?

Hal itu membuat saya tidak fokus melahap rice bowl di hadapan saya karena sesekali mata saya melirik ke arah anak itu. Kami sempat saling berkontak mata dan saya hanya memberikan senyuman kecil untuknya.

Advertisement

Sepulang dari taman tersebut, saya menyadari dan sangat bersyukur kepada Tuhan karena apa yang Tuhan berikan kepada saya melebihi cukup. Masa kecil saya diberikan kenikmatan dan difasilitasi oleh kedua orang tua saya.

Saya juga mengerti mengapa sang bapak tadi mengajak anaknya untuk ikut menemani bekerja. Jika berpikir secara rasional, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor.

Dari segi finansial saya tahu bahwa setiap keluarga pasti memiliki kemampuan yang berbeda-beda, ada yang sangat cukup, bahkan lebih, ada juga yang kekurangan.

Dari faktor ini bisa jadi orang tua mendorong anak untuk bekerja atau hanya menemani bekerja agar si anak mengetahui susahnya mencari uang sehingga menghasilkan output anak merasa cukup dengan apa yang diberikan oleh orang tuanya.

Advertisement

Kemudian, kurangnya pendidikan dan wawasan dari orang tua. Jika kembali ke masa lalu, banyak stigma bahwa orang tua yang hanya memiliki pengetahuan minim tentang pendidikan atau bahkan tanpa melalui pendidikan formal mungkin tidak terlalu mementingkan pendidikan bagi anaknya.

Mereka memilih anak segera bekerja daripada bersekolah. Para orang tua berfokus untuk anaknya agar lebih cepat mendapatkan uang melalui pekerjaan dan tidak memandang berapa usianya demi membantu keuangan dalam keluarga.

Tentu saja hal tersebut salah besar. Pendidikan juga merupakan aspek yang penting untuk menunjang masa depan seorang anak. Jika anak tidak dibekali ilmu sejak dini, bagaimana anak akan tumbuh dan berproses menjadi generasi emas bangsa ini?

Saya paham betul mungkin banyak orang tua yang mengeluh akan biaya mahal untuk pendidikan, tetapi untuk era saat ini menurut saya alasan itu tidak dapat digunakan oleh orang tua untuk tidak menyekolahkan anak dan mengarahkan anak untuk bekerja.

Advertisement

Saat ini program bantuan biaya untuk pendidikan dari pemerintah sangat beragam, contohnya seperti Program Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar, dan beasiswa yang disediakan oleh instansi pemerintah.

Dalam menyikapi hal demikian ini pemerintah sudah mengupayakan setiap anak, khususnya yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, untuk bisa mendapatkan hak mendapatkan ilmu lewat pendidikan formal.

Setiap orang tua seharusnya menempatkan diri dengan bijak. Jika memang kemampuan finansial tidak mampu untuk menanggung biaya pendidikan anak, orang tua dapat memanfaatkan program-program yang disediakan oleh pemerintah.

Kembali lagi pada si anak dan sang bapak penjual bakso bakar yang saya temui. Saya rasa sang bapak sadar bahwa itu bukan tempat yang seharusnya bagi si anak untuk ikut menemani berjualan, namun saya tidak tahu keadaan apa yang sedang mereka hadapi sehingga situasi tersebut mengharuskan si anak bersama sang bapak yang bekerja.

Saya hanya bisa mendoakan untuk si anak dan sang bapak agar mendapat rezeki yang lancar sehingga si anak bisa mendapatkan apa yang semestinya dia dapatkan.

Meskipun beberapa orang beranggapan mengajak anak ikut bekerja untuk membentuk sikap mental seorang anak agar lebih mengerti dunia luar itu seperti apa, susahnya mencari uang itu seperti apa, terkadang perlu diingat bahwa hal ini dapat merugikan anak-anak dalam jangka panjang.

Advertisement

Pekerjaan untuk anak di bawah umur dapat mengganggu pendidikan mereka, kesehatan fisik dan mental, serta perkembangan sosial. Hak anak adalah bermain dan belajar.

Kewajiban orang tua memenuhi hak itu. Apabila orang tua tidak mampu karena terbelit kemiskinan, negara harus hadir. Negara harus menjamin setiap anak di negeri ini mendapatkan pendidikan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 31 Oktober 2023. Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif