Kolom
Kamis, 4 Januari 2024 - 09:50 WIB

Pengembangan Aglomerasi Soloraya

Redaksi  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengendara sepeda motor melintas di simpang Joglo, Banjarsari, Solo, Rabu (6/12/2023). (Solopos/Joseph Howi Widodo).

Pembangunan fisik dan infrastruktur di Kota Solo dalam beberapa tahun belakangan boleh dibilang cukup pesat. Itu mendorong kemajuan signifikan aspek makro perekonomian Kota Solo. Banyak proyek besar yang dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) di Kota Solo.

Contohnya revitalisasi Pasar Mebel Gilingan dengan anggaran dari pemerintah pusat sekitar Rp50,8 miliar. Revitalisasi Taman Balekambang dengan anggaran senilai Rp159,4 miliar. Proyek rel layang Simpang Joglo dengan dana Rp920 miliar. Revitalisasi Pasar Legi dengan nilai Rp104,3 miliar.

Advertisement

Beberapa proyek fisik di Kota Solo yang dibiayai APBN, antara lain, pembangunan viaduk Gilingan, rumah susun Putri Cempo, serta pembangunan jembatan Jurug. Saat ini masih berjalan proyek pembangunan underpass Joglo dengan anggaran mencapai Rp300 miliar.

Apakah pembangunan fisik maupun infrastruktur di Kota Solo tersebut berpengaruh terhadap kawasan penyangga, dalam hal ini adalah enam kabupaten, yang menjadi bagian dari aglomerasi Soloraya? Kota Solo tentu tidak bisa berdiri sendiri karena menjadi satu kesatuan dengan enam wilayah penyangga.

Advertisement

Apakah pembangunan fisik maupun infrastruktur di Kota Solo tersebut berpengaruh terhadap kawasan penyangga, dalam hal ini adalah enam kabupaten, yang menjadi bagian dari aglomerasi Soloraya? Kota Solo tentu tidak bisa berdiri sendiri karena menjadi satu kesatuan dengan enam wilayah penyangga.

Kesatuan itu dulu jamak disebut sebagai Subosukawonosraten akronim dari Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten). Seharusnya pembangunan berbasis aglomerasi dijalankan pemerintah pusat di kawasan Soloraya.

Ketika kekuatan politik kebijakan pemerintah pusat bisa menjangkau dan menjalankan proyek pembangunan fisik dan infrastruktur di Kota Solo, seharusnya bisa pula menjalankan program yang sifatnya mencakup pemberdayaan bersama kawasan Soloraya.

Advertisement

Masing-masing wilayah seperti bejalan sendiri-sendiri dan pergantian kepala daerah dalam beberapa kurun waktu belakangan ternyata belum mampu menghentikan ego sektoral tersebut. Memperbarui semangat pengambangan kawasan aglomerasi Soloraya menjadi sangat penting.

Butuh komunikasi efeketif antarkepala daerah di Soloraya dan antarpemangku kepentingan teknis di masing-masing daerah. Kekuatan dan daya ”supra-Soloraya” tentu saja memegang peran penting sebagai jembatan komunikasi dan pengakselerasi kebijakan-lebijakan pengembangan berbasis kepentingan aglomerasi Soloraya.

Beberapa tahun lalu pernah dibentuk badan atau lembaga yang dimaksudkan menjadi pengakselerasi kerja sama pengembangan aglomerasi Soloraya, misalnya badan kerja sama antar-daerah (BKAD).

Advertisement

Badan ini dibentuk untuk mengoordinasikan kerja sama antardaerah guna menghindari persaingan ego daerah sekaligus meningkatkan keunggulan kompetitif dalam skala wilayah yang lebih luas. Ini perlu direvitalisasi.

Jangan sampai proyek berjibun yang dibiayai APBN di Kota Solo memicu kecemburuan wilayah dan menciptakan kesan daerah ini diistimewakan. Banyak kepala daerah yang kinerjanya cukup bagus, namun pembangunan infrastruktur minim lantaran keterbatasan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Kondisi inilah yang perlu menjadi perhatian pemerintah pusat sehingga ke depan perkembangan di wilayah aglomerasi Soloraya bisa berjalan beriringan dan tidak menjadi terlalu timpang.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif