Kolom
Rabu, 10 April 2024 - 19:45 WIB

Setelah Lebaran

Rohmah Ermawati  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Rohmah Ermawati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Sebagian masyarakat Indonesia baru saja disibukkan dengan mudik dan beragam persiapan menyambut Lebaran 2024. Jalanan nyaris tak pernah sepi. Begitu pula pasar, pertokoan, swalayan, dan mal. Semua ramai diserbu orang-orang yang berbelanja aneka kebutuhan.

Sebelum merayakan Idulfitri 1 Syawal 1445 Hijriah, sekilas saya mengingat momentum Ramadan 1445 Hijriah yang sebentar lagi berakhir. Pada 2024 ini, Ramadan lebih istimewa karena nuansa toleransi antarumat beragama terasa lebih kental ketimbang tahun-tahun sebelumnya.

Advertisement

Salah satunya berkat war takjil yang viral setelah “diserukan” oleh seorang pendeta bernama Marcel Saerang. War takjil adalah istilah gaul untuk acara seru-seruan orang non-Islam (nonis) yang ikut semangat berburu takjil yang banyak dijajakan selama Ramadan.

Lalu bermunculan konten-konten tentang war takjil yang ditanggapi hangat oleh warga dunia maya. Itu bukan semata-mata hiburan. Fenomena ini menunjukkan betapa indah kebersamaan yang bisa merontokkan sekat suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA di Indonesia.

Advertisement

Lalu bermunculan konten-konten tentang war takjil yang ditanggapi hangat oleh warga dunia maya. Itu bukan semata-mata hiburan. Fenomena ini menunjukkan betapa indah kebersamaan yang bisa merontokkan sekat suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA di Indonesia.

Selain war takjil, ada pula masyarakat yang melakukan aksi memborong takjil pedagang serta membagi-bagikan takjil gratis. Warga nonmuslim turut membagikan takjil gratis kepada mereka yang berpuasa. Aksi semacam ini ada sejak dulu, namun kian semarak pada Ramadan ini.

Fenomena ini sungguh menarik dan menjadi bukti bahwa kita sebagai masyarakat dengan berbagai keberagaman etnis, kultur, dan agama mampu dipersatukan dalam tradisi keagamaan umat Islam pada Ramadan ini. Kerukunan dapat, perut kenyang, pedagang takjil juga senang.

Advertisement

Ramadan yang dijalani umat Islam dengan berpuasa sebulan penuh memberikan pelajaran berharga. Mengutip kata ulama yang dipublikasikan laman Kementerian Agama, puasa digariskan Tuhan bukan untuk memisahkan dan memolarisasi antara mereka yang berpuasa dengan yang tidak berpuasa.

Puasa justru dapat dijadikan pembelajaran bagi tiap-tiap umat manusia di muka bumi bahwa antara hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia harus berjalan beriringan untuk wahana latihan menciptakan harmoni kehidupan dan perdamaian. Itulah makna toleransi.

Sebentar lagi suasana Ramadan yang penuh haru biru akan berganti dengan suasana Lebaran yang penuh sukacita. Idulfitri yang dirayakan setahun sekali menjadi momentum saling bermafaan dan mempererat tali silaturahmi dengan sanak-saudara, para tetangga, serta handai tolan.

Advertisement

Mengutip laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), Idulfitri bukan sekadar tentang hari perayaan, pakaian baru, dan hal-hal lain yang serbabaru. Idulfitri dimaknai sebagai bentuk refleksi diri, bentuk rasa syukur, dan kegembiraan.

Refleksi diri berarti setiap umat Islam dianjurkan untuk introspeksi diri dan kembali kepada fitrah. Maknanya, umat Islam diharapkan kembali suci setelah dibersihkan dengan berpuasa Ramadan selama satu bulan penuh, yang kemudian disempurnakan dengan mengeluarkan zakat fitrah sebagai bentuk rasa syukur dan berbagi kepada sesama, serta saling memaafkan atas kesalahan yang pernah terjadi.

Saya berharap setelah Ramadan berlalu yang disusul dengan Idulfitri, kehidupan beragama masyarakat Indonesia bertambah harmonis di semua lini. Perbedaan itu nyata adanya, namun bukan menjadi alasan untuk saling membenci. Justru, satu sama lain harus saling menghargai dan menghormati. Selamat berlebaran…

Advertisement

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 9 April 2024. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif