Kolom
Sabtu, 30 September 2023 - 09:35 WIB

Siasat Kebijakan UKT

Ilyas Syatori  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilyas Syatori (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Keputusan  Menteri Agama (KMA) Nomor 82 Tahun 2023 tentang potongan uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa aktif yang melebihi semester X disiasati dengan kebijakan tertentu di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.

Siasat itu bermula dari pengumuman biro layanan mahasiswa secara bertahap dengan beragam ralat. Sekurangnya terdapat tiga pengumuman bertahap yang bisa disimpulkan ada keinginan otoritas universitas menyiasati KMA itu.

Advertisement

Saat esai ini saya tulis ternyata pengumuman tentang penerapan KMA itu sudah dihapus sehingga mempersulit penggalian informasi lebih komprehensif. Pengumuman pertama berisikan teknis implementasi KMA. Pengumuman itu bertanggal 12 Juli 2023.

Pengumuman itu menjelaskan seluruh mahasiswa di atas semester X akan mendapat potongan UKT sebesar 50%. Berhubung heregistrasi sudah berjalan ketika keputusan menteri itu berlaku maka dalam pengumuman diralat sehari setelahnya.

Revisi pengumuman menjelaskan bahwa pengembalian akan dilaksanakan pada September untuk mahasiswa—di atas semester X—yang membayarkan UKT secara penuh. Siasat  semakin terlihat ketika bidang hubungan masyarakat merilis keputusan otoritas kampus yang dikeluarkan pada 16 Agustus 2023.

Advertisement

Ada penjelasan tentang mekanisme baru ”penurunan grade UKT” yang berarti pencabutan keputusan sebelumnya. Dalam rilis tersebut tak disebutkan besaran potongan UKT sebesar 50% seperti diatur KMA.

Pengumuman tersebut justru menambah mekanisme yang menuntut mahasiswa mengajukan surat permintaan keringanan pembayaran UKT kepada rektor dengan beragam persyaratan, seperti surat keterangan tidak mampu (SKTM), surat keterangan orang tua terkena pemutusan hubungan kerja, surat keterangan yatim piatu, dan sebagainya.

Tentu persyaratan dalam keputusan tersebut hanya sebagai gimik untuk menyiasati saat para mahasiswa rentan di kampus tanpa fasilitas memadai direpotkan dengan kebijakan yang abai dengan prinsip keberpihakan, keadilan, serta akuntabilitas.

Apa yang mendasari otoritas kampus merevisi pengumuman sebagai respons atas KMA patut dipertanyakan oleh publik mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said, terutama sasaran kebijakan tersebut, yaitu mahasiswa di atas semester X.

Advertisement

Kejanggalan yang muncul sebelum keputusan final (16 Agustus 2023) adalah upaya otoritas kampus melobi Biro Hukum Kementerian Agama. Mengapa dalam pengumuman disertakan narasi untuk berkomunikasi dengan Biro Hukum Kementerian Agama?

Apakah otoritas kampus sedang mempertanyakan skenario yang berpotensi melanggar hukum? Jika tidak, mengapa lobi dengan Biro Hukum Kementerian Agama dijadikan sebagai dasar pertimbangan keputusan final yang menyimpang dari esensi KMA?

Mandat KMA adalah mengimplementasikan keadilan dalam pelayanan institusi publik yang tertuang dalam potongan UKT bagi mahasiswa di atas semester X. Ini penting sebab dalam kebijakan sebelumnya tak mempertimbangkan beban mahasiswa UIN yang mayoritas berasal dari kelas menengah ke bawah dalam kebijakan UKT.

Tagihan UKT mahasiswa ketika telah menyelesaikan beban mata kuliah tetap penuh. Implementasi potongan UKT 50% tanpa syarat kepada seluruh mahasiswa semester X ke atas juga salah satu wujud akuntabilitas institusi publik dalam pelayanan.

Advertisement

Siasat mengingkari KMA itu sangat berpotensi memunculkan perilaku koruptif. Hal ini dapat dilihat dari persyaratan yang terkesan hanya gimik tanpa pijakan yang akuntabel.

Persyaratan seperti surat keterangan tidak mampu, surat ketarangan orang tua terkena pemutusan hubungan kerja, atau surat yatim piatu dalam konteks ini tak relevan dengan hak mahasiswa yang dijelaskan dalam KMA.

KMA sama sekali tak menyebut persyaratan apa pun bagi mahasiswa di atas semester X untuk mendapatkan hak pemotongan UKT. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban otoritas kampus dalam implementasi KMA tersebut? Apa basis dari kebijakan yang direvisi hingga tiga kali itu?

Saya hanya menangkap ada ruang abu-abu yang potensial memunculkan korupsi. Tentu siasat atas KMA ini bukan satu-satunya kasus. Banyak kampus di bawah Kementerian Agama hari-hari ini yang alih-alih menuntaskan kewajiban sebagai institusi publik berubah menjadi institusi predatoris dan koruptif.

Advertisement

Komersialisasi

Salah satu efek penetrasi neo-liberal kapitalistik dalam lingkup pendidikan tinggi kita, terlebih kampus di bawah Kementerian Agama, adalah kampus semakin terkomersialkan seperti halnya perusahaan penjaja jasa.

Artinya wajah kampus negeri sebagai institusi publik kian tak tergambar, menjadi lembaga yang mengarus pada sirkuit pasar dan uang tanpa pernah berkalkulasi mengenai nilai kesetaraan dan keadilan. Masyarakat telanjur memaklumi paradigma ini.

Efeknya kampus mulai belajar berhitung bukan untuk pengetahuan dan kemanusiaan, melainkan dalam rangka akumulasi kapital. Hal ini terlihat dari tagihan UKT yang kian tak terkejar oleh sebagian besar lapisan masyarakat.

Di lain sisi juga berimbas pada reduksi posisi dan peran mahasiswa maupun buruh kampus hanya berkait dengan ekspansi kapital dan komoditas belaka dalam beragam kebijakan, alih-alih memosisikan dalam relasi demokratis.

Hal ini juga diperparah dengan relasi kuasa elite Kementerian Agama sebagi penyelenggara. Kampus di bawah Kementerian Agama hari-hari ini justru kian regresif dan tak demokratis.

Bentuk paripurnanya adalah mekanisme empat tahap pemilihan rektor yang bias beragam kepentingan yang mana kuasa penuh berada di tangan Menteri Agama.

Advertisement

Tak mengherankan muncul sikap, keputusan, atau kebijakan ngawur di tingkat elite kampus belakangan ini. Sebut saja ketika otoritas Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga melandaskan pembubaran PBAK sebab istikhoroh, kasus korupsi di asrama Universitas Islam Negeri Jakarta, dan tentu siasat yang berpotensi korupsi seperti di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said.

Lebih parahnya lagi adalah ketika kita tahu bahwa elite kampus di bawah Kementerian Agama yang jauh dari prinsip integritas dan demokratis ini adalah mereka yang setiap hari mempromosikan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Saya tahu mengenai konsekuensi ketika tulisan ini diterbitkan. Apa salahnya mempertanyakan hak saat sebagian dari kita diimpit ketakutan dan terpaksa menuruti manuver elite kampus yang korup atas dasar dogma kepatuhan kepada pemimpin?

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 26 September 2023. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif