Kolom
Senin, 25 Desember 2023 - 20:30 WIB

Spiritualitas Gua Natal

Aloys Budi Purnomo Pr.  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aloys Budi Purnomo (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Umat Kristiani merayakan Natal lagi pada Senin (25/12/2023). Mengenang lagi kelahiran Yesus Kristus. Dalam menyambut perayaan Natal, umat Kristiani tak pernah terlepas dari salah satu “aksesori liturgis”, yakni keberadaan Gua Natal.

Mengapa Natal tak terlepaskan dari keberagaan gua, yang selalu menjadi penghias perayaan Natal, terutama di gereja-gereja? Apa makna di balik spiritualitas Gua Natal?         Alkitab Injil memang tidak menyebut secara eksplisit tentang Gua Natal.

Advertisement

Gambaran alkitabiah tentang kelahiran Yesus Kristus yang dapat kita baca dalam Injil Lukas hanya menjelaskan Yusuf dan Maria pergi dari Kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke Kota Daud yang bernama Betlehem.

Ketika mereka sampai di Betlehem, tibalah waktu bagi Maria untuk bersalin. Maria melahirkan seorang anak laki-laki, anak sulung, lalu dibungkus dengan lampin dan dibaringkan di dalam palungan (lihat Lukas 2: 4-6).

Bagaimana narasi tersebut bisa disimpulkan dan bahkan dipraktikkan hingga saat ini bahwa kelahiran Yesus Kristus terjadi di gua? Narasi alkitabiah tersebut dapat dihubungkan dengan refleksi historis bahwa yang menerima Yusuf dan Maria adalah para gembala.

Advertisement

Jejak verbal dari realitas historis ini ada pada kata ”palungan”. Yang disebut palungan dalam Injil Lukas tidak lain adalah tempat menaruh makanan bagi ternak peliharaan. Di palungan itulah para gembala biasa memberikan makanan kepada kawanan ternak mereka, terutama bagi domba-domba yang mereka gembalakan di padang rumput.

Para gembala biasa bermalam di gua-gua berserta kawanan ternak mereka. Gua-gua menjadi tempat berlindung kala hujan, panas, dan pada waktu malam. Palungan menjadi penting bagi mereka sebagai tempat makanan ternak.

Bahwa Injil Lukas mencatat Yesus Kristus lahir dan dibaringkan di dalam palungan, hal tersebut tak pernah bisa dilepaskan dengan keberadaan gua yang sudah biasa bagi para gembala. Di gua-gua itulah mereka bermalam, berteduh, dan berlindung hingga mereka merasa aman dan nyaman.

Ketika Yesus Kristus lahir  para gembala mendapat warta kelahiran dan menerima Yesus Kristus dengan sukacita; Yesus yang lahir dan dibaringkan dalam palungan mereka. Inilah akar keberadaan Gua Natal dalam perayaan kelahiran Yesus Kristus.

Advertisement

Spiritualitas Kesederhanaan

Peristiwa iman yang dikenang pada malam Natal selalu memunculkan kekaguman dan keindahan tentang spiritualitas kesederhanaan Ilahi. Baru-baru ini,  27 September 2023, dalam buku tentang Natal, Paus Fransiskus menulis refleksi tentang Gua Natal.

Kegembiraan pemandangan Gua Natal mendorong saya untuk menggali lebih dalam misteri Kristiani yang suka bersembunyi di dalam hal-hal yang sangat kecil. Memang benar, inkarnasi Putra Allah dalam Yesus Kristus tetap menjadi inti dari wahyu Allah, meskipun kita sering lupa bahwa penyingkapannya begitu tidak mencolok, sampai-sampai luput dari perhatian. Faktanya, kekecilan dan kesederhanaan adalah cara untuk berjumpa dengan Tuhan (Paus Fransiskus, 2023).

Sangat menarik. Paus Fransiskus menegaskan misteri iman terkait Gua Natal dengan mengutip tulisan yang terpasang pada batu nisan makam Santo Ignatius dari Loyola. Pada batu nisan tersebut tertulis dalam bahasa Latin “Non coerceri a maximo, sed contineri a minimo, divinum est!”

Ungkapan tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut: Tidak dikendalikan oleh yang terbesar, namun dikendalikan oleh yang terkecil, itulah ke-Ilahi-an. Menghubungkan dengan spiritualitas Gua Natal, Paus Fransiskus menjelaskan bahwa seseorang tidak perlu dijerat oleh hal-hal besar.

Advertisement

Seseorang harus maju dan memperhitungkan hal-hal kecil dalam kehidupan. Di sanalah Tuhan hadir dan berkarya dalam hidup kita, yakni melalui setiap peristiwa-peristiwa yang sederhana dalam kehidupan kita.

Paus Fransiskus menjelaskan inilah sebabnya mengapa menjaga semangat Gua Natal menjadi pembenaman yang sehat dalam hadirat Tuhan yang diwujudkan dalam hal-hal kecil, terkadang sepele dan berulang-ulang, sehari-hari.

Demi memahami dan memilih jalan Tuhan, kita harus meninggalkan hal-hal yang menggoda, yakni sikap yang justru akan menuntun kita ke jalan yang buruk. Itulah tugas yang kita hadapi.

Daya pengamatan dan refleksi yang benar tentang hal-hal yang kecil adalah anugerah yang luar biasa, dan kita tidak boleh lelah memintanya dalam doa (Paus Fransiskus, 2023).

Advertisement

Dalam Gua Natal kita bisa belajar tentang spiritualitas kesederhanaan para gembala di palungan. Merekalah yang menyambut kejutan Tuhan dan hidup dalam kekaguman atas perjumpaan mereka dengan Putra Allah yang menjelma menjadi manusia dan menyembah dengan cinta. Dalam kekecilan dan kesederhanaan, mereka mengenali wajah Allah yang beserta kita.

Relevansi Kini-Sini

Apa relevansi kini-sini (hic et nunc) makna spiritualitas Gua Natal secara personal, sosial, dan politik? Secara manusiawi, manusia cenderung mencari kebesaran dan kekuasaan, bahkan dengan menghalalkan segala cara!

Merupakan anugerah ketika kita mengetahui cara menemukan dan mengetahui kebesaran dalam kekecilan yang sangat dikasihi Tuhan. Artinya, kita diundang untuk menempuh jalan kesabaran, cinta kasih, kelemahlembutan, dan kesederhanaan dalam menghadirkan damai sejahtera dalam kehidupan bersama.

Paus Fransiskus mengajak kita menyadari bahwa pada malam Natal ada dua tanda yang membimbing kita mengenali Yesus. Salah satunya adalah langit yang penuh bintang.

Ada banyak bintang itu, jumlahnya tak terhingga, namun di antara mereka semua ada sebuah bintang istimewa yang menonjol, bintang yang mendorong para Majus meninggalkan rumah mereka dan memulai perjalanan. Sebuah perjalanan yang akan membawa mereka ke tempat yang tidak mereka ketahui.

Hal yang sama juga terjadi dalam hidup kita: pada saat tertentu ada ”bintang” istimewa yang mengundang kita untuk mengambil keputusan, menentukan pilihan, dan memulai perjalanan yang baru demi kesejahteraan bersama.

Advertisement

Dalam konteks tahun politik menuju Pemilu 2024, kita harus dengan tegas memohon kepada Tuhan untuk menunjukkan kepada kita bintang yang membawa kita kepada sesuatu yang lebih dari kebiasaan kita.

Bintang itu hadir dalam diri para calon pemimpin yang menghadirkan damai sejahtera dan kebahagiaan seperti Yesus, anak yang lahir di Betlehem dan yang menginginkan kebahagiaan seutuhnya bagi semua orang tanpa diskriminasi.

Pada hari Natal, yang dikuduskan oleh kelahiran Sang Juru Selamat, kita menemukan tanda kuat lainnya: betapa kecilnya Tuhan. Para malaikat menunjukkan kepada para gembala tentang bayi yang lahir di palungan dan dibungkus kain lampin.

Kita membutuhkan pemimpin yang berpihak kepada manusia yang tidak berdaya, yang lemah lembut, dan rendah hati. Tuhan merendahkan diri-Nya agar kita bisa berjalan bersama-Nya dan agar Dia bisa berdiri bersama kita! Selamat Natal bagi yang merayakan…

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 23 Desember 2023. Penulis adalah Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Katolik Soegijapranata, Kota Semarang, Jawa Tengah)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif