Kolom
Senin, 8 Maret 2021 - 21:30 WIB

Subsidi Agrobisnis Pangan

Agus Wariyanto  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Agus Wariyanto (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO -- Mencermati alokasi nilai stimulus subsidi usaha tani dalam agrobisnis pangan yang demikian besar, mencapai hingga puluhan triliun rupiah, layak menjadi pijakan yang relevan guna menelaah lebih mendalam ihwal konsep ini.

Selama ini ditengarai subsidi yang dikucurkan pemerintah di bidang pertanian belumlah terwujud secara signifikan sesuai ekspektasi tambahan produksi dan produktivitas pangan. Dalam mengembangkan bisnis pertanian dan pangan banyak faktor yang berpengaruh terhadap performa produksi.

Advertisement

Selain dipengaruhi perubahan iklim (climate change) dan musim, karakteristik produksi pertanian primer sangat berbeda dengan produk industri. Produksi pertanian sifatnya mudah rusak (perishable), beragam kualitas dan kuantitas (variability), volumenya banyak (voluminous), memakan banyak tempat (bulky), dan risiko fluktuasi harga relatif tinggi.

Dalam proses usaha tani, di samping ditentukan oleh faktor kualitas bibit/benih, organisme pengganggu tanaman (OPT) dan kapasitas sumber daya manusia petani juga sangat memengaruhi kualitas dan kuantitas produksi pertanuan.  Demikian pula faktor-faktor yang terkait lainnya seperti ketersediaan pupuk.

Advertisement

Dalam proses usaha tani, di samping ditentukan oleh faktor kualitas bibit/benih, organisme pengganggu tanaman (OPT) dan kapasitas sumber daya manusia petani juga sangat memengaruhi kualitas dan kuantitas produksi pertanuan.  Demikian pula faktor-faktor yang terkait lainnya seperti ketersediaan pupuk.

Secara khusus Presiden Joko Widodo pada momentum pembukaan Rapar Kerja Nasional Pembangunan Pertanian 2021 di Jakarta pada 11 Januari 2021 menyoroti nilai anggaran yang disalurkan pemerintah untuk subsidi pupuk pertanian yang mencapai sekitar Rp33 triliun per tahun.

Presiden Joko Widodo menilai besarnya subsidi pupuk ini tak sebanding dengan peningkatan produksi yang seharusnya terjadi.  Artinya, perlu evaluasi kinerja dan efektivitas implementasi subsidi ini secara faktual. Ada kabar tidak menyenangkan bagi petani kita di Indonesia terkait pupuk bersubsidi.

Advertisement

Politik Pangan

Politik pangan berupa policy proteksi dalam pembangunan dilaksanakan mengingat strategisnya pangan dan pertanian bagi negara-negara besar di dunia sebagai metode untuk melindungi rakyat.  Jika pangan terganggu, dengan cepat gangguan akan merambat pada masalah ekonomi, sosial, politik, dan keamanan negara (Saragih, 2019).

Ada beberapa alasan mengapa petani dan pertanian masih perlu kebijakan subsidi.  Pertama, pada dasarnya ini adalah konsekuensi dan implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Advertisement

Dalam praksis pembangunan pertanian negara-negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa, India, dan China masih memberikan subsidi bagi petani dan pertanian.  Dinamika perkembangan mutakhir dalam perang dagang adalah kembali pada strategi proteksionisme yang memberikan berbagai perlindungan bagi pertanian dan pangan.

Kedua, petani dan pertanian lokasinya menyebar, tidak berada di sekitar perkotaan atau dekat akses jalan raya. Petani dan pertanian jamak berada di pelosok pedesaan.  Dengan demikian, pupuk perlu disubsidi dan terdistribusi hingga menjangkau petani. Penyediaan dan pendistribusian sarana produksi pertanian tidak hanya mengandalkan mekanisme pasar murni.

Ketiga, petani dan pertanian kita masih tergolong kelompok atau sektor yang paling rendah tingkat pendapatannya, bahkan sebagian tergolong miskin.  Karena itulah, subsidi petani dan pertanian merupakan salah satu cara untuk membantu mereka.

Advertisement

Keempat,  subsidi pertanian--termasuk subsidi pupuk--merupakan biaya publik untuk memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat sekaligus bentuk kehadiran negara bagi masyarakat petani dan konsumen. Pengalaman tidak tercukupinya alokasi subsidi pertanian ternyata dapat menimbulkan kondisi kontraproduktif.

Selain berpotensi menciptakan kegaduhan dan ketidakpastian di tingkat petani, subsidi pertanian yang tak cukup juga menyebabkan turunnya gairah petani, menciptakan ketidakadilan, serta dapat mengganggu ketahanan pangan nasional.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Pada 25 Januari 2021 mengungkapkan kebijakan pupuk bersubsidi bagi para petani di Indonesia telah memberikan manfaat yang besar bagi negara. Itu tercermin dari nilai tambah produksi dan produktivitas padi yang cenderung tinggi dibanding negara produsen lain.

Total kebutuhan pupuk jika ingin disubsidi sebanyak 21 juta ton. Kebutuhan itu mengacu pada luas lahan baku sawah nasional 7,46 juta hektare.  Pemerintah baru bisa memenuhi subsidi pupuk sebanyak sembilan juta ton dengan porsi bagi petani padi 6,1 juta ton.

Hingga sekarang besarnya pupuk subsidi berkorelasi positif pada kenaikan produksi pangan.  Produktivitas padi nasional tercatat 5,19 ton per hektare. Angka itu lebih tinggi daripada sejumlah produsen beras lain.

Produktivitas padi nasional Thailand sebesar 3,09 ton per hektare, Filipina 3,97 ton per hektare, India 3,88 ton per hektare, serta Pakistan 3,84 ton per hektare.  Produksi padi di Indonesia masih terbuka lebar untuk ditingkatkan.

Instrumen kebijakan subsidi hadir di setiap periode pemerintahan. Tujuan subsidi, selain meningkatkan kapasitas produksi, adalah diterapkan sebagai strategi demi memodernisasi pertanian. Kini subsidi untuk sektor pertanian dan pangan makin meluas.

Subsidi diberikan tidak hanya pada komponen sarana produksi, namun juga alokasi subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR), subsidi premi pada program asuransi usaha tani padi (AUTP), asuransi usaha ternak sapi (AUTS), dan subsidi distribusi logistik pangan.

Dampak subsidi pada agrobisnis pangan amat dirasakan oleh para petani yang terus berjuang sebagai “pahlawan pangan”.  Spirit ke depan dalam konteks instrumen subsidi tidak dianggap kedermawanan (filantropi) yang menimbulkan “ketergantungan”, namun tetap konsisten-rasional dilambari nilai, jiwa, dan mental kemandirian petani.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif