Kolom
Selasa, 1 November 2022 - 21:36 WIB

Tercorla-corla dan Ekonomi Kita

Maria Y. Benyamin  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Maria Y. Benyamin (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO — Demam Corla sedang melanda. Bermula dari media sosial. Lantas, menjadi pembicaraan yang kerap didengar. Di sana-sini. Bahkan, kini muncul istilah baru, tercorla-corla. Demikian netizen menggambarkan loyalitas para pengikut akun @corla_2.

Bagi sebagian orang, aksi kocak Bunda Corla, sang pemilik akun, mungkin biasa saja. Seperti konten kebanyakan. Namun, tidak demikian bagi pengikutnya. Mereka seperti kecanduan menanti aksi jenaka nan kocak Bunda Corla.

Advertisement

Saking tercorla-corla, ketika sang pemilik ”menghilang” dari layarnya sejenak karena kebelet ke kamar mandi, ratusan ribu orang rela tetap menatap layar tersebut. Setia menanti sampai datangnya sang pemilik akun.

Nama lengkapnya Cynthia Corla Pricillia. Dia magnet baru di hampir semua platform media sosial warga +62. Viral di linimasa Twitter, selalu masuk di FYP TikTok, dan punya 3,1 miliar pengikut di Instagram.

Banyak sebutan unik untuk sosok perempuan berusia 47 tahun ini. Bunda Corla, Ratu Jreng, Bunda Pemersatu Bangsa, Emak Online, dan masih banyak lagi. Semua gelar unik itu datang karena mendadak popularitasnya meroket tajam dari siaran langsung yang sering dia lakukan di akun @corla_2.

Advertisement

Bunda Corla bukan siapa-siapa. Dia orang Medan, Sumatra Utara, yang bekerja di salah satu restoran pramusaji di Hamburg, Jerman. Sebelum menetap di Jerman, Corla pernah mengecap dunia model di Indonesia.

Corla berbicara sereceh-recehnya. Apa adanya. Autentik. Dia berkomentar tentang apa saja. Dengan tingkah kocak, jenaka, marah, penuh gelak tawa, melankolis. Terkadang dia dangdutan. Sembari mengkritik penyanyinya atau lirik lagunya. Dengan gaya khasnya. Aktivitasnya melayani pembeli di tempat kerja turut jadi konten.

Dengan apa adanya itu, dia berhasil membangun relasi yang kuat dengan para penggemarnya, yang mendapat hiburan autentik dari tingkah jenaka Corla. Sebuah kondisi kontras dengan campaign, gimmick, atau prang yang sering memenuhi laman media sosial. Akhir-akhir ini.

***

Advertisement

Dalam situasi tercorla-corla, muncul keriuhan lain di media sosial. Tentang pesan yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada pejabat Polri yang diundang ke Istana Merdeka, Jumat (14/10/2022).

”Saya ingatkan masalah gaya hidup, lifestyle. Jangan sampai dalam situasi yang sulit, ada letupan-letupan sosial karena adanya kecemburuan sosial ekonomi… Jangan gagah-gagahan karena merasa punya mobil bagus atau motor gede yang bagus. Hati-hati, saya ingatkan hati-hati,” kata Presiden Jokowi.

Pesan tersebut disampaikan secara langsung kepada para pejabat Polri. Banyak yang kemudian mengekspose ulang potongan video tersebut dan seketika menjadi viral.. Semua mata kian tertuju kepada Polri.

”Situasi yang sulit” yang disebut Jokowi dengan penuh tekanan dalam pidato itu bisa jadi memiliki dua makna. Antara krisis kepercayaan terhadap Polri setelah kasus Ferdy Sambo dan ancaman krisis ekonomi dunia yang kian nyata di depan mata.

Advertisement

Terlepas dari alasan pertama, dalam analogi yang berbeda, Jokowi menggambarkan ”situasi yang sulit” itu dengan dunia yang gelap. Kata-kata itu sebenarnya merupakan representasi dari situasi ekonomi global tahun depan yang dibayang-bayangi ancaman resesi global.

Secara etimologis, gelap artinya tidak ada cahaya atau kelam. Secara analogis, gelap menggambarkan tanpa ada bayangan sama sekali, tak mampu berspekulasi, bahkan jalan buntu. Dalam arti yang paling absolut, gelap yang pekat, kegelapan adalah keburukan atau sebaliknya, tak ada keselamatan.

Mari kita lihat bersama-sama gambaran kegelapan itu. Sekurang-kurangnya tiga kali sejak awal tahun, IMF merevisi outlook pertumbuhan ekonomi global. Pada Januari tahun ini, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 3,8%. Prediksi itu berubah pada Juli menjadi 2,9%, dan terakhir menjadi 2,7%.

Wold Bank, dalam prediksi pada awal tahun, mengatakan pertumbuhan ekonomi global pada tahun depan akan berada di level 3,2%. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju akan berada di kisaran 2,3% pada tahun depan. Namun, proyeksi itu didasarkan pada asumsi awal tahun.

Advertisement

Belakangan, World Bank menegaskan pertumbuhan ekonomi global melambat tajam. Perlambatan itu  terjadi karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi. Tren tersebut akan bertahan dalam jangka panjang dan menghancurkan negara-negara berkembang.

Gelap itu bersumber dari kondisi sepertiga negara di dunia yang sedang sakit karena tekanan ekonomi, yang menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menjadi sangat kritis dalam 4-6 bulan ke depan.

Sebanyak 66 negara berada dalam posisi yang rentan untuk kolaps dan 28 negara sedang dalam daftar antrean sebagai pasien IMF. Negara-negara itu sedang menghadapi komplikasi penyakit dari beban utang yang tinggi, lemahnya fundamental makroekonomi, dan isu stabilitas politik.

Sri Mulyani mengatakan dengan lebih halus, khas netizen Indonesia di akun Instagram,”…dunia saat ini memang sedang tidak baik-baik saja.” Ia juga menggunakan kata ”gelap” untuk menggambarkan situasi ekonomi. Dalam beberapa kesempatan. Pada akhir Agustus lalu, dalam rapat paripurna DPR, dia mengatakan,”Kita tetap harus menjaga kewaspadaan tinggi karena awan gelap dan tebal…mulai melanda perekonomian…”

Gelap itu pun menjadi lengkap dengan kata-kata Presiden Jokowi,”Saat ini sedang terjadi, dari yang dulunya [kondisi dunia] mudah diprediksi, mudah dihitung, mudah dikalkulasi menjadi dunia yang sulit dihitung, sulit diprediksi, sulit dikalkulasi, penuh dengan ketidakpastian yang tinggi dan penuh dengan volatilitas [perubahan statistik harga] yang sangat tinggi.”

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Indonesia, menurut Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, menjadi titik terang di tengah situasi ekonomi global yang gelap gulita. Banyak pengamat, bahkan lembaga perekonomian dunia, termasuk IMF, memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan di atas 5%.

Advertisement

Pada kuartal II tahun ini, perekonomian Indonesia tumbuh 5,4%. Ekonom senior Chatib Basri dalam sebuah forum baru-baru ini memiliki pandangan lain. Ekonomi Indonesia tahun depan akan tumbuh melambat di level 4%. Namun, Indonesia tidak akan masuk dalam jebakan resesi.

Hanya negara-negara yang memiliki keterikatan dan ketergantungan yang tinggi terhadap ekonomi negara-negara maju yang akan mengalami resesi dan perlambatan ekonomi yang tajam. Indonesia masih memikili kekuatan domestik yang menopang ekonomi dalam negeri. Cuma sayangnya, ketika ekonomi dunia mulai pulih, dengan kondisi seperti saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan naik tajam.

Di atas semua prediksi itu, dan bayang-bayang kegelapan pada tahun depan, tekanan ekonomi tentu saja bakal dirasakan di dalam negeri. Indikasi itu sudah mulai terasa dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kecemasan atas kenaikan inflasi sekitar 6,3% hingga akhir tahun.

***

Paradoks dari kegelapan adalah terang. Anda mungkin familier dengan adagium ini, agar cahaya begitu terang, kegelapan harus hadir. Atau, hanya dalam kegelapan, kamu dapat melihat bintang-bintang. Yang lain, harapan adalah mampu melihat bahwa ada cahaya, meskipun semua gelap. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan.

Situasi sekarang memang tidak mudah. Sangat tidak mudah. Dalam beberapa kesempatan pula, Presiden Jokowi mengungkapkan kondisi ini secara terang-terangan. Sikap yang harus diambil pemerintah. Agar semua tahu kondisi sebenarnya.

Mengungkapkan kondisi sebenarnya bukan untuk menakut-nakuti. Bukan pula untuk membangun kekhawatiran. Justru, dengan mengetahui kondisi sebenarnya, diharapkan terbangun sikap optimisme bersama dan keyakinan yang kuat, modal besar yang harus dimiliki. Dalam kondisi gelap sekalipun.

Membangun narasi positif penting dilakukan. Apalagi terhadap dunia usaha. Ketika masih ada optimisme, roda bisnis pasti akan terus berputar. Ini memang bukan pekerjaan mudah. Di tengah kondisi sekarang ini. Apalagi ketika hiruk-pikuk politik menjelang 2024 mulai terasa.

Dalam situasi sulit, penting pula membangun kebersamaan. Bertenggang rasa. Saling merangkul. Pesan Presiden Jokowi pada Jumat (14/10/2022) di Istana Negara rasanya bukan cuma untuk Polri. seharusnya ini menjadi pesan untuk kita semua. Di tengah kondisi sulit seperti sekarang ini, rasanya semua harus menahan diri. Demi mencegah letupan-letupan sosial. Akibat kecemburuan sosial ekonomi. Sadar atau tidak sadar, letupan sosial itu bisa muncul dari media sosial.

Lalu, apa pula hubungannya dengan Bunda Corla? Kesederhanaan Bunda Corla membawa sejumput titik terang untuk dunia media sosial yang cenderung menjemukan karena disesaki oleh pamer kemewahan di tengah tekanan ekonomi dan kemiskinan.

Hiburan yang orisinal, berangkat dari perjuangan hidup seorang Bunda Corla, adalah representasi dari titik terang yang sedang digapai oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Di balik gaya kocak Bunda Corla, rakyat kebanyakan sedang menghibur dirinya sendiri, sekaligus menyalakan lilin di tengah kegelapan.

Kita mungkin, seperti Corla, hanya perlu dangdut untuk menyalakan lilin. Dalam arti yang sebenarnya adalah merakyat. Lebih turun ke bawah, peduli pada kondisi dan perjuangan masyarakat kelas bawah. Sementara yang berada di atas tampuk kekuasaan, jangan sia-siakan untuk menyalakan cahaya, lebih daripada sekadar sebatang lilin.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 22 Oktober 2022. Penulis adalah wartawan Bisnis Indonesia)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif