Kolom
Minggu, 8 Oktober 2023 - 09:45 WIB

Tiktok Shop Versus UMKM

Ronny P. Sasmita  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ronny P. Sasmita (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO – Setelah  mendalami berbagai pengaduan tentang penurunan penjualan pedagang usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM di beberapa lokasi, terutama di Tanah Abang, Jakarta, Kementerian Perdagangan secara resmi melarang Tiktok Shop di Indonesia.

Larangan Tiktok Shop di Indonesia tercantum dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Advertisement

Pemerintah menerapkan peraturan yang jelas mengenai tata operasional social commerce seperti Tiktok Shop. Dasar pemikiran adalah social commerce hanya bisa menjalankan iklan dan tidak boleh menerima uang langsung.

Regulasi ini lahir tak berselang lama setelah pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut Tiktok Shop berdampak buruk bagi pelaku UMKM. Penjualan UMKM lokal anjlok. Tiktok adalah media sosial, bukan “ekonomi media”

Tiktok memang tak hanya berperan sebagai media sosial. Praktiknya juga merangkap e-commerce. Sebenarnya berjualan online dengan memanfaatkan media sosial bukanlah hal baru. Saat ini banyak pedagang memanfaatkan live streaming di media sosial lain, seperti Instagram.

Advertisement

Pengguna Instagram yang ingin membeli produk tidak bisa langsung bertransaksi melalui Instagram. Calon pembeli diarahkan menuju website milik penjual atau ke akun penjual di marketplace tertentu.

Justifikasi pemerintah tentang perbedaan sisi operasional media sosial dan e-commerce, yang ternyata dikaburkan oleh Tiktok Shop, bisa dipahami. Boleh jadi memang dua hal tersebut perlu dibedakan secara tegas. Sisi regulasi akan menjadi lebih mudah mengatur dan mengawasi.

Masalah utama di balik fenomena penurunan penjualan pedagang UMKM di mal-mal sebenarnya bukan itu. Pemerintah sebaiknya berinstrospeksi secara cermat setelah pelarangan ini.

Dengan kata lain, pelarangan Tiktok Shop hanya kebijakan “jeda” agar pemerintah dan UMKM mempersiapkan diri memasuki era baru, yakni era digital. Artinya  pemerintah tak bisa menjadikan pelarangan Tiktok Shop sebagai solusi.

Advertisement

Menganggap urusan selesai setelah Tiktop Shop dilarang jelas konyol. Persoalan utama bukanlah di sana. Persoalan utama adalah pergeseran perilaku konsumen nasional akibat perubahan komposisi populasi.

Saat ini mayoritas penduduk Indonesia generasi muda, generasi milenial dan generasi Z. Kelas menengah Indonesia didominasi generasi baru ini. Mereka pengguna aktif telepon seluler (ponsel) dan Internet.

Saat ini membeli sesuatu langsung ke tempat penjual bukanlah opsi yang praktis. Berbelanja barang maupum jasa melalui platform e-commerce dan platform digital lain adalah opsi yang paling sesuai dengan  perilaku dan habit mereka.

Penyebab penurunan penjualan pedagang UKMN konvensional bukan hanya Tiktok Shop. Justru yang paling mendisrupsi omzet pedagang konvensional berkategori UMKM adalah e-commerce dan platform perdagangan online lainnya.

Advertisement

Mengapa itu bisa terjadi? Karena berbelanja online adalah pola berbelanja yang paling sesuai dengan mayoritas konsumen Indonesia. Ketika Tiktok Shop dilarang, omzet para pedagang di Tanah Abang tak akan pulih karena konsumen dengan mudah bisa beralih ke platform e-commerce lainnya.

Persoalan lain adalah gempuran barang impor dengan harga murah di Tiktok Shop, tapi faktanya barang berkategori sama juga banyak membanjiri platform e-commerce. Masalah ini bukan masalah baru, sudah lama mendisrupsi produk dalam negeri kita.

Intinya adalah perilaku konsumen berubah. Konsumen membutuhkan ekosistem perdagangan baru yang sesuai dengan perkembangan perilaku berbelanja mayoritas konsumen nasional.

Tantangan tersebut mampu dipenuhi oleh pasar digital dengan berbagai platform yang kita saksikan sepak terjangnya. Imbasnya, model pasar konvensional dengan syarat pembeli dan penjual bertemu langsung tertinggal.

Advertisement

Tertinggal oleh perkembangan perilaku konsumen, padahal jika dilihat secara jujur dan mendalam sebenarnya Tiktok Shop semestinya menjadi platfrom yang bermanfaat bagi UMKM jika pemerintah bisa mengatur dengan jelas dan cermat di satu sisi dan meningkatkan kapasitas UMKM agar bisa beradaptasi dengan platform seperti Tiktok Shop.

Perbedaan Tiktok sebagai platform media sosial dan e-commerce saya kira tidak terlalu besar, meskipun berhasil dijadikan justifikasi oleh pemerintah untuk melarang. Sama-sama berada di dunia maya

Pelajaran yang harus dipetik pemerintah dari pelarangan Tiktok Shop adalah, pertama, pemerintah sebaiknya menyiapkan aturan yang jelas soal e-commerce lainya agar tidak menjadi platform untuk produk-produk impor belaka, tapi juga untuk produk UMKM dalam negeri.

Program seperti Tiktok Shop sebenarnya bisa diatur dari sisi teknis, yakni dari sisi produk yang disediakan oleh Tiktok Indonesia untuk para afiliator di Indonesia, yakni selebritas sampai para influencer. Misalnya, 70% produk yang disediakan Tiktok Shop harus produk domestik.

Pemerintah bisa menerapkan denda yang besar kepada Tiktok Indonesia dan afiliator jika melanggar aturan tersebut. Tak hanya Tiktok Shop yang dikhawatirkan melanggar aturan, tapi para artis dan influencer yang menjual barang di Tiktok Shop juga takut melakukan itu.

Kedua, program-program up-grading kapasitas UMKM harus dimasifkan agar UMKM bisa memanfaatkan platfrom seperti Tiktok Shop untuk memperluas pasar. Artinya kita tidak bisa menghalangi perkembangan teknologi kalau kita tak mampu memgganti dengan teknologi yang sama buatan dalam negeri.

Advertisement

Melarang berarti membuka peluang masyarakat semakin tertinggal dari negara lain. Jalan terbaik adalah segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengintegrasikan dunia UMKM ke dalam pasar digital.

Pelatihan dan bimbingan teknis bagi UMKM yang terdisrupsi oleh pasar digital harus dimasifkan agar mereka bisa segera bermigrasi ke pasar digital dan mengembangkan bisnis seluas-luasnya di pasar yang baru. Dunia maya tidak lagi mengenal batas wilayah dan batasan sosial lainya.

Ketiga, program-program peningkatan kualitas produk UMKM juga harus dimasifkan agar produk-produk UMKM kita dilirik publik dan mampu bersaing dengan produk impor. Percuma Indonesia merasa terancam oleh produk impor kalau Indonesia sendiri tak memiliki produk-produk berkualitas untuk melawan.

Pendek kata, pelarangan Tiktok Shop layak diterima sebagai kebijakan awal, yakni awal meningkatkan kapasitas UMKM kita agar bisa beradaptasi dengan pasar digital dan perilaku konsumen. Juga awal meningkatkan kualitas produk dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk-produk impor. Semoga.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 5 Oktober 2023. Penulis adalah analis senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif