Kolom
Jumat, 12 Juli 2013 - 16:38 WIB

Tolak FPI, Tolak Kekerasan?

Redaksi Solopos.com  /  Maya Herawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto Segmen Agama dan Masyarakat KBR68H JIBI/Harian Jogja/IST

Foto Segmen Agama dan Masyarakat KBR68H
JIBI/Harian Jogja/IST

Harianjogja.com, JAKARTA-Meskin Polri melarang sweeping yang dilakukan organisasi masyarakat (ormas), nyatanya kegiatan itu tetap dilakukan.

Advertisement

Pemerintah pusat seakan-akan membiarkan keberadaan ormas ini. Padahal di sejumlah tempat keberadaan mereka ditolak warga.
Sebelumnya warga di Kalimantan Tengah menolak pembentukan Front Pembela Islam (FPI) di sana. Penolakan mendapat dukungan dari pemerinta Provinsi.

Baru-baru ini masyarakat di Sulawesi Utara juga menolak rencana pembentukan ormas FPI di provinsi itu. Penolakan bahkan juga disuarakan organisasi Majelis Ulama Indonesia MUI Sulawesi Utara.

Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry beberapa waktu lalu mengimbau para pemuda Islam di Sulut berpikir ulang sebelum mendirikan ormas FPI. Ia khawatir kehadiran FPI bakal merusak harmonisasi yang sudah terbangun selama ini di Sulawesti Utara.

Advertisement

Subhi Azhari, Kepala Program Pemantauan dan Advokasi LSM pro demokrasi The Wahid Institute mengatakan penolakan ini menunjukan bahwa masyarakat, bahkan beberapa pemerintah daerah menunjukan kekerasan harus dihentikan dan kekerasan harus dilawan.

“Ini menunjukan perkembangan masyarakat yang keluar dari mayoritas yang diam. Sekarang mereka berani keluar dan menyatakan sikapnya sebagai satu bentuk hak sebagai warga negara untuk bersikap,” katanya belum lama ini.

Selain itu, imbuhnya, masyarakat mulai memantau organisasi masyarakat. “Taruhlah, suatu organisasi, FPI dianggap sering melakukan kekerasan, maka masyarakat lebih menolak kekerasan itu yang melekat pada FPI” kata Subhi.

Advertisement

Sementara itu Kepala Sub Direktorat Organisasi Kemasyarakatan dari Kementerian Dalam Negeri Bachtiar Bachtiar mengatakan, di zaman reformasi, ada tuntutan untuk transparan.

Ormas menuntut transparansi dan mereka mesti transparan karena tuntutan masyarakat. Transparansi ini termasuk dalam urusan pendanaan dan operasional. Menurutnya, banyak kelompok orang menggunakan wadah ormas untuk melakukan pemerasan.

“Ormas mesti turut bereformasi dengan terapkan prinsip tata kelola yang baik, tidak hanya untuk pemerintah” kata Bachtiar.

(Artikel ini adalah kerja sama Harianjogja.com dan KBR68H, sebelumnya telah disiarkan dalam segmen Agama dan Masyarakat.)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif