SOLOPOS.COM - Tantowi Yahya (Bisnis)

Underdog adalah predikat yang diberikan kepada peserta kompetisi yang tidak diunggulkan, tidak diperhitungkan. Penyebabnya beragam tapi kebanyakan dikarenakan ketidakmampuan dan catatan prestasi yang buruk. Cawapres Gibran Rakabuming Raka hadir dipentas debat cawapres dalam Pilpres 2024 tadi malam sebagai underdog yang memikul dua beban berat sekaligus: anak haram demokrasi dan bocil, bocah cilik yang tidak mengerti apa-apa.

Sementara lawannya adalah dua politisi ulung yang kenyang pengalaman di parlemen dan pemerintahan yang diprediksi akan menggulung Gibran dan membuatnya jadi belimbing sayur. Debat tadi malam menunjukkan sebaliknya. Gibran tampil tenang, sopan, artikulatif dan menyerang. Di sisi lain, Cak Imin dan Prof Mahfud masih menggunakan rem tangan ketika hendak meroasting Gibran.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Menjadi underdog seringkali menguntungkan. Sudah banyak contoh mengenai ini dan Gibran adalah contoh paling gres. Underdog melahirkan motivasi berkali lipat untuk melakukan persiapan sebaik mungkin.

Tidak ada penampilan menawan tanpa persiapan maksimal. Gibran sadar betul lawan-lawannya tidak sepadan dengannya, untuk itu dia harus all out. Dalam sebuah pertandingan semakin maksimal persiapan semakin terhormat kita meninggalkan gelanggang.

Gibran tahu betul gagal berarti tugas berikut semakin berat, elektabilitas nomor urut 2 anjlok dan dia akan menjadi liabilitas di mata Prabowo. Bayangan yang menakutkan.

Jika debat tadi malam adalah pertunjukan dan yang tampil adalah pelakon yang berkompetisi, ada dua faktor yang akan membuat mereka sukses atau gagal; pertama pelakon dan kedua tim yang mempersiapkannya. Gibran adalah talent yang cepat belajar dan didukung oleh tim super yang mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik serta mengatur dan melatihnya dengan ketat. Hasilnya seperti yang kita saksikan tadi malam. The night of underdog.

Cak Imin dan Profesor Mahfud adalah cawapres hebat. Dua cendekiawan yang matang di politik dan pemerintahan. Keilmuan, pengalaman dan kematangan mereka tidak diragukan. Lantas mengapa mereka seperti kehilangan aura tadi malam? Menurut hemat saya; ada dua hal yang tidak mereka lakukan. Pertama persiapan yang maksimal.

Itu ditandai dengan mereka membaca dan kegamangan ketika membahas bidang-bidang yang memang bukan di wilayah keahlian mereka. Membaca memang tidak dilarang tapi masyarakat akan lebih terpesona ketika mereka menyampaikan visi, misi dan program secara story telling.

Dalam dunia komunikasi, story telling lagi jadi tren dan posisinya di atas public speaking. Sepertinya Gibran punya banyak waktu untuk menyiapkan itu. Gibran tidak pidato tapi ia bercerita.

Yang kedua, Cak Imin dan Prof Mahfud membiarkan Gibran menguasai pertunjukan. Gibran begitu rileks bergerak ke sana ke mari, menggunakan mata ketika bicara dan gerakan-gerakan tangan yang tertata yang mendukung setiap ucapannya. Penampilannya jadi hidup dan meyakinkan.

Mau bagaimanapun debat adalah sebuah pertunjukan yang disaksikan jutaan penonton. Gibran menyadari itu semua dan untuk itu dia melakukan persiapan prima. Melihat besarnya animo masyarakat nonton debat tadi malam, debat cawapres kedua akan jauh lebih menarik Bukan sebagai ajang revenge tapi sebuah pertunjukan di mana semua cawapres akan jadi pelakon yang mempesona.

Artikel ini opini dari Tantowi Yahya, pemerhati dan praktisi public speaking.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya