SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Angkringan JIBI/Harian Jogja/Maya Herawati

Foto Ilustrasi Angkringan
JIBI/Harian Jogja/Maya Herawati

Harianjogja.com-Seperti biasa, suasana gardu jaga di kampung kami tampak adem ayem. Hujan yang sempat mengguyur menjelang Isya menambah dingin suasana. Seperti biasa, Mbah Prapto duduk di pojok gardu sambil mengisap rokok dalam-dalam.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Meski hanya kejatah piket di gardu, Mbah Mul selalu tampil necis. Batik lengan panjang yang sudah uzur dan peci hitam selalu menjadi busana kebesaran saat ronda. Teh kenthel buatan Mas Basuki, penjual angkringan di samping gardu tak lupa selalu menemani.

Obrolan santai pun mengalir di gardu, mulai soal pembagian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang karut marut, soal harga cabai yang gila-gilaan. Obrolan gardu jaga juga menyinggung soal politik nasional yang paling mutakhir seperti mantan presiden partai yang diduga terlibat kasus impor sapi dan menikahi gadis semlohai, dan tak lupa mencibir perilaku wakil rakyat di Senayan yang makin lama makin menyebalkan.

“Ya begitu itu perilaku wakil rakyat kita sekarang Mbah. Berbagai kritikan di media massa sudah tidak mempan lagi ,” ujar Om Bambang.

Mas Tejo yang merupakan ketua pemuda di kampung kami pun langsung menyambar omongan Om Bambang.

“Dasar tak tahu diri. Besok, saya tidak akan mencoblos. Harusnya, mereka itu memperjuangkan nasib rakyat kecil. Lha kok malah korupsi atau nglencer ke luar negeri,” ujar Mas Tejo dengan nada emosi.

Mbah Prapto pun mendengarkan obrolan dengan seksama. “Jangan begitu Mas Tejo. Sebagai warga negara yang baik, kita tetap harus menggunakan hak pilih kita. Kita nggak usah milik wakil rakyat yang korup,” ungkap Mbah Mul bijak.

Suasana pun kembali hening. Namun tak berselang lama, Mas Karyo tiba datang. “Benar-benar sadis. Ini namanya keterlaluan,” kata Mas Karyo dengan nada tinggi.

“Wonten menapa ta Mas Karyo. Kok sajak wigati banget,” tanya Om Bambang.
“Niki lho Om. Ada empat anak ingusan yang terlibat pembunuhan gadis ABG di dekat Ambarukmo. Korbannya di-kepruk watu trus ditusuk,” ungkap Mas Karyo menunjukkan koran yang memuat headline pembunuhan di Ambarukmo.

“Gumun aku. Bocah saiki kok sudah berani berbuat sekeji itu. Padahal cuma persoalan sepele lho Mbah. Gara-gara SMS, hla kok banjur nekat mateni. Om Bambang dereng maos koran nggih?” tanya Mas Karyo.

“Sampun Mas,” ujar Om Bambang sambil tersenyum. Mas Basuki, tampak serius mendengar berita memilukan plus menghebohkan itu.

“Trus, apa pelakuke wis kecekel Mas Karyo?” tanya Mas Basuki.

“Nggak sampai 24 jam langsung kecekel Mas Bas. Tersangkanya empat. Elok tenan polisine dhewe ki. Yen nyekel kasus pembunuhan cepet banget, yen nyekel koruptor suwene ora ukur,” ungkap Mas Karyo yang sehari-hari berprofesi sebagai buruh bangunan itu.

Dialog pun terus mengalir panjang khususnya soal perilaku sadis para remaja. Banyak remaja yang akhir-akhir terlibat kejahatan termasuk pembunuhan.
“Mungkin saja bocah sekarang sudah luntur budi perkertinya, menurunnya sikap sopan santunnya dan hilangnya akhlaknya. Sithik-sithik nesu trus muntab. Gitu to Om Bambang,” ungkap Mbah Mul.

“Leres Mbah. Ini tanggung jawab kita semua. Peran orangtua di rumah sangat penting. Orangtua harus ekstra ketat memantau perkembangan anak. Jangan hanya diserahkan kepada guru di sekolah. Sebab, banyak kasus ketika di rumah atau di sekolah, si anak tampak anteng dan alim. Tapi saat lepas dari rumah atau sekolah, perilaku anak berubah drastis. Kasus pembunuhan di Ambarukmo buktinya,” ujar Om Bambang menjelaskan.

Mbah Mul, Mas Tejo, Mas Karyo dan Mas Basuki pun manggut-manggut mendengarkan omongan Om Bambang. “Pendidikan budi pekerti harus kembali di tanamkan di rumah maupun di sekolah. Jangan sampai anak-anak yang merupakan generasi penerus kita selalu akrab dengan perilaku kekerasan apalagi kejahatan. Anak-anak kita harus diselamatkan Mbah! Dan keluarga menjadi kunci utama,” ungkap Om Bambang serius.

*
Data Komnas Perlindungan Anak menyebutkan jumlah anak yang terlibat dalam aksi kekerasan terus mengalami peningkatan. Tak jarang, anak-anak itu juga terlibat dalam pembunuhan sadis.

Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

Ebrahin GI, 1982, menyebutkan dalam tumbuh kembang anak, keluarga merupakan tempat menimba pengalaman yang tidak ternilai baik dalam hal biologi, sosiokultural, psikologis, ekonomi dan pendidikan. Maka dari itu, keluarga menjadi faktor utama dalam pengawasan pertumbuhan anak.

Agar anak secara psikososial dapat berkembang secara spontan dan wajar, maka anak memerlukan asih, asah dan asuh yang baik dari lingkungan utamanya keluarga. Keluarga diharapkan mampu berfungsi mewujudkan proses perkembangan timbal balik rasa cinta dan kasih sayang yang merupakan fondasi dari sebuah keluarga harmonis.

Hubungan kasih sayang dalam keluarga merupakan suatu kebutuhan bersama di antara para anggotanya sebagai jembatan komunikasi menuju keluarga yang bahagia.

Oleh Anton Wahyu Prihantono
Wartawan Harian Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya