SOLOPOS.COM - Suwarmin, Wartawan SOLOPOS

Suwarmin, Wartawan SOLOPOS

Gemerlap Olimpiade London 2012 berakhir, Senin (13/8). Bagi bangsa Indonesia, olimpiade ini menjadi akhir sebuah era, era emas bulu tangkis, sekaligus era medali emas bagi Kontingen Garuda. Sepanjang sejarah olahraga negeri ini, hanya bulu tangkis yang secara turun temurun menjadi penyumbang kebanggaan yang menempatkan anak-anak bangsa ini di puncak supremasi dunia.

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Justru kini angkat besi yang mencuri perhatian karena tidak absen menyumbang medali–meski belum medali emas–sejak Olimpiade Sydney 2000. Sayangnya, kabar yang beredar setelah sukses 1 perak dan 1 perunggu angkat besi, pelatih Lukman mengaku kecewa dengan pemerintah yang kurang memberi apresiasi atas kinerja pelatih. Jika kekecewaan ini tidak teratasi, bisa jadi olahraga ini pun akan berhenti berprestasi.

Di luar catatan angkat besi, dari tahun ke tahun torehan prestasi olahraga kita senantiasa menurun. Jika bangsa lain selalu mencatat kemajuan, bangsa kita ini lebih sering mencatat kemunduran. Sepak bola kita pernah menjadi macan Asia di era Ramang, sekarang bahkan tak punya liga yang tercatat di badan sepak bola dunia FIFA.

Cabang tenis pernah punya Yayuk Basuki tetapi kini tak ada penerus yang mendekati kemampuannya. Panahan pernah merebut perak Olimpiade Seoul 1988, namun prestasi itu lebih mirip kejutan karena setelah itu perunggu pun seperti mustahil.

Lalu kini, tiba giliran bulu tangkis akan menjadi bayang-bayang kejayaan masa lalu. Susi Susanti adalah salah satu bukti kejayaan masa silam. Saat masih menikmati masa jayanya, era akhir ’80-an hingga ’90an, Susi adalah maestro bulu tangkis. Pemain China, Denmark, Korea Selatan bisa jatuh mental jika bertemu Susi.

Puncaknya, Susi mempersembahkan medali emas untuk Kontingen Merah Putih pada Olimpiade Barcelona 1992 di nomor tunggal putri. Susi saat itu meneteskan air mata seiring dengan kibaran bendera merah putih dan kumandang lagu Indonesia Raya. Saat itu, kekasihnya, yang saat ini menjadi suaminya, Alan Budikusuma, juga meraih emas di nomor tunggal putra.

Begitu hebatnya Susi, sampai-sampai banyak orang mengatakan Susi yang lahir di Tasikmalaya itu memang ”dikirim” Tuhan untuk menjadi juara. Susi muncul ke puncak dunia sebagian bukan karena pembinaan yang gemilang namun karena kekuatan dirinya untuk selalu menjaga diri menjadi seorang pemenang.

Dua puluh tahun berlalu setelah era gemilang di Barcelona, kita kembali mengikuti olimpiade dan masih sangat berharap pada bulu tangkis untuk meretas medali emas. Tetapi. kali ini, harapan itu jauh panggang dari api.

Jangankan medali emas, medali perunggu pun kita tidak mampu meraihnya. Ganda campuran kita, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, kalah di semifinal dari pasangan China, Xu Chen-Ma Jin, lalu kalah lagi dari pasangan Denmark, Joachim Fischer/Christinna Pedersen, pada perebutan medali perunggu.

 

 

Cara Instan

Mengapa prestasi olahraga kita selalu menurun? Apakah orang-orang kita lemah secara fisik? Tidak. Buktinya, Triyatno dan Eko Yuli Irawan mampu mempersembahkan medali di cabang angkat besi. Mereka sanggup bersaing dengan atlet bangsa lain yang dikenal punya kekuatan dan kegigihan seperti China, Korea Utara atau negara-negara Asia Tengah.

Apakah secara mental kita kalah? Saya lebih memilih menjawab tidak. Kita bangsa yang ulet, ”fanatik” dan mempunyai nyali yang kuat. Dalam sepekan mendatang, jutaan manusia rela menempuh perjalanan panjang untuk menemui sanak saudara yang kita kenal dengan istilah mudik.

Mereka rela melakukan apa saja untuk bisa pulang. Masyarakat kita mempunyai tradisi yang panjang dalam memperjuangkan harapan. Aneh jika di tengah bangsa yang seperti ini, minim mental pemenang di arena olahraga.

Apakah orang-orang kita kurang cerdas? Tidak juga. Sudah banyak bukti para pelajar kita mampu meraih prestasi membanggakan di olimpiade ilmu pengetahuan. Ada beberapa sebab sehingga kita terperosok menjadi bangsa yang kalah di bidang olahraga.

Salah satu penyebabnya karena sebagian besar induk olahraga melakukan cara-cara yang instan untuk menciptakan prestasi. Hal ini juga pernah disampaikan psikolog olahraga terkemuka, Jo Rumeser. Kebanyakan daerah juga hanya mengejar cara instan untuk mengejar prestasi.

Menjelang pekan olahraga daerah (porda) atau pekan olahraga nasional (PON), daerah-daerah berlomba mendatangkan atlet daerah lain dengan iming-iming uang puluhan juta rupiah hingga ratusan juta rupiah. Pada PON XVIII di Riau, September nanti, kita akan mendapati atlet-atlet pelatnas yang tiba-tiba membela daerah tertentu.

Inilah cara-cara instan itu. Jika masing-masing daerah berlomba-lomba melakukan pembinaan dan haram mendatangkan atlet lain, tentu hasilnya akan lain. Jual-beli atlet antardaerah hanya akan mengebiri mental atlet kita menjadi mental lokal, merasa cukup menjadi jagoan lokal. Akibatnya, ketika bertarung di level internasional, tidak mampu berbicara banyak.

Otoritas olahraga kita juga tidak mempunyai aturan tegas dalam mengatur regenerasi atlet. Mestinya atlet dengan kaliber tertentu dilarang ikut porda atau PON. Tujuannya agar selalu muncul atlet baru, bukan atlet ”dia lagi dia lagi”. Dengan pembatasan ini, atlet kaliber nasional harus diperlakukan secara profesional, dengan kontrak dan gaji tinggi.

Penyebab lain buruknya prestasi olahraga kita adalah buruknya organisasi. Situasi ini sebenarnya cermin dari keseluruhan masyarakat kita. Pengurus organisasi olahraga biasanya adalah pejabat negara atau pensiunan pejabat baik sipil atau militer, bukan profesional olahraga.

Sumber dananya pun berasal dari negara. Ketika atlet gagal meraih medali, si pengurus sibuk mencari selamat, alih-alih mengundurkan diri sebagaimana tradisi negara maju. Bahkan, tidak sedikit organisasi olahraga yang hanya hidup saat ada pembagian anggaran. Repot. Tetapi inilah kenyataannya.

Dari kondisi ini, apa yang bisa kita harapkan dari olimpiade ke olimpiade, selain meminta Tuhan mengirim kembali orang ”gila” yang hebat dan jawara?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya