SOLOPOS.COM - Pegawai Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Boyolali mengecek beras untuk bantuan sosial di gudang Bulog, Sukoharjo, Rabu (13/9/2023). (Istimewa/DKP Boyolali)

Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 makin dekat. Suhu politik makin panas. Kontroversi yang mengemuka, antara lain, mengenai penyaluran bantuan sosial. Seorang ketua umum partai politik pendukung pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka beberapa waktu lalu mengatakan bantuan sosial dan bantuan langsung tunai berasal dari Presiden Joko Widodo.

Pidato kampanye Pemilu 2024 itu disampaikan di hadapan publik. Ia kemudian mengatakan jika menghendaki bantuan sosial terus berlanjut, masyarakat harus memilih pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Pidato ini mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Penyaluran bantuan sosial memang rawan ditunggangi kepentingan politik, apalagi mendekati Pemilu 2024. Ada pasangan calon presiden-calon wakil presiden yang bisa jadi akan mendapatkan keuntungan elektoral dari penyaluran bantuan sosial yang sesungguhnya merupakan program pemerintah.

Ada juga kandidat calon presiden dan calon wakil presiden yang secara tidak langsung justru dirugikan oleh penyaluran bantuan sosial ini. Mengemuka usulan agar penyaluran bantuan sosial ditunda hingga pemungutan suara Pemilu 2024 rampung dilaksanakan.

Pemerintah harus berhati-hati dalam menjalankan kebijakan bansos maupun bantuan langsung tunai dalam situasi politik menjelang Pemilu 2024. Ini penting supaya bantuan sosial yang merupakan program pemerintah tersebut tidak disalahgunakan atau disalahartikan.

Mengenai siapa yang diuntungkan dan dirugikan dalam penyaluran bantuan sosial sebenarnya mudah diidentifikasi. Kontestan yang paling diuntungkan tentu incumbent atau yang didukung oleh pemimpin yang kini berkuasa. Sedangkan yang dirugikan tentu penantang atau pesaing.

Salah satu cara menghindari politisasi bantuan sosial yakni dengan menyederhanakan mekanisme penyaluran menggunakan sistem digital, tanpa uang tunai, dan data harus transparan. Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mengalokasikan anggaran senilai Rp157,3 triliun khusus untuk bantuan sosial.

Nilai ini jauh lebih tinggi sekitar Rp10,8 triliun atau meningkat 7,4% dibanding outlook realisasi belanja bantuan sosial pada 2023. Anggaran bantuan sosial yang semakin besar itu tentu semakin rawan dipolitisasi. Harus dijelaskan bahwa bantuan sosial merupakan program negara untuk rakyat.

Bantuan sosial bukan program politik yang terkait kepentingan kontestasi Pemilu 2024. Di media sosial dan media massa sebenarnya banyak elemen masyarakat sipil yang hari-hari ini gencar menarasikan bahwa bantuan sosial bukanlah milik pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.

Bantuan sosial merupakan program pemerintah untuk rakyat miskin atau keluarga miskin yang berhak menerima. Cara paling elegan yang bisa dilakukan supaya bantuan sosial tidak menjadi komoditas politik adalah menunda penyaluran bantuan sosial hingga pemungutan suara Pemilu 2024 selesai.

Pada bagian ini, yang paling berperan penting memang etika berpolitik. Pada sisi yang lain, pemerintah juga perlu mempertimbangkan mengenai kebutuhan warga yang berhak menerima bantuan sosial. Sebenarnya, bantuan sosial bisa saja terus diberikan, dengan catatan tanpa politisasi. Masalahnya adalah persoalan yang lebih mendasar di negeri ini, yakni politik kita memang miskin etika, defisit etika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya