SOLOPOS.COM - Ridwan Mahendra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kegelisahan  Andi Setiawan selaku dosen mengungkap bahwa jajaran struktural universitas tak ubahnya manajer bisnis yang bekerja secara hierarkis dari atas sampai bawah. Seorang bawahan (dosen), tenaga kependidikan, dan pekerja kampus lainnya merupakan buruh.

Demikian esai karya Andi di Harian Solopos edisi 6 Mei 2023 berjudul Dosen Itu Buruh, Berserikatlah! Bramastia menampik hal tersebut dengan dalih tidak salah siapa saja ingin berserikat, namun seandainya serikat dosen adalah wadah bersama, baik dosen senior maupun dosen junior dan tenaga kependidikan, memikirkan kepentingan bersama itu juga tidak salah.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Saat dosen sebatas menawarkan jasa dan pikiran yang kemudian mendapat upah dari negara atau yayasan bagi dosen perguruan tinggi swasta tentu ironis. Jika seorang dosen menganggap dirinya buruh justru merendahkan muruah dirinya. Begitu kata Bramastia dalam esai di Harian Solopos edisi 12 Mei 2023 berjudul Dosen Bukan Buruh.

Saya yang seorang guru (tenaga pendidik) mencoba memaparkan dan menawarkan solusi bahwa dosen merupakan pendidik yang dilahirkan lingkup akademis yang memerlukan berbagai kriteria. Saya memiliki pandangan tersendiri dalam memaparkan kegelisahan mengenai dua hal sarat makna, buruh dan profesi.

Perlu diketahui bahwa buruh dan profesi dua hal yang jauh berbeda. Dalam profesi kependidikan, perbedaan antara buruh dan profesi dijelaskan dengan gamblang. Merujuk hal tersebut, seorang pekerja (buruh) tidak memerlukan kriteria-kriteria khusus dalam pencapaiannya.

Profesi biasanya memerlukan kriteria-kriteria khusus, misalnya seorang tenaga kependidikan harus mampu memberikan solusi tatkala memosisikan dirinya sebagai seorang pendidik. Sedangkan pekerja atau buruh tidak memerlukan keterampilan khusus untuk memperoleh pekerjaan dan tidak ada pelatihan-pelatihan lanjutan.

Profesi memiliki kode etik. Seorang pekerja atau buruh mayoritas tidak membutuhkan kode etik dan norma yang berkelanjutan bagi khalayak. Seorang pekerja tidak menularkan jasa bagi khalayak, sementara profesi dituntuk menularkan jasa bagi orang lain, terlebih jasa yang tak ternilai oleh materi, akhlak bagi generasi penerus utamanya.

Seorang dosen, guru, dan tenaga kependidikan yang lainnya adalah orang yang merujuk pada profesi. Profesi yang memerlukan perjuangan demi tercapainya generasi penerus yang madani dan berkarakter.

Suatu hal pasti bahwa seorang dosen, guru, dan tenaga kependidikan merupakan seorang yang mampu menjadikan generasi penerus memiliki karakter yang baik dan berguna bagi khalayak umum.

Pengupahan

Pada dasarnya seorang dosen negeri maupun swasta, guru negeri maupun swasta, guru tetap maupun guru honorer adalah orang-orang yang terpilih dalam memajukan pendidikan di negeri ini.

Sudah bukan rahasia umum bahwa dari segi upah tenaga kependidikan kita terpaut jauh apabila dibandingakan dengan seorang pekerja di sektor lain. Jangankah dibandingakan dengan upah pendidik di luar negeri, dengan pekerja (buruh) pabrik saja, gaji pendidik kita (utamanya honorer) sangat jauh untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Jangan terlalu jauh membandingkan dengan upah pendidik di Luxemburg yang mencapai Rp18 miliar per tahun. Di Belanda mencapai Rp900 juta per tahun. Di Finlandia Rp800 juta per tahun. Berapa di Indonesia?

Pemerintah selaku pemangku kebijakan dan regulator pendidikan di Indonesia selayaknya memperhatikan hal-hal yang sangat riskan dari upah yang diterima tenaga kependidikan kita, guru honorer utamanya.

Melihat pemaknaan pendidik itu buruh atau pekerja tak lain adalah kesenjangan antara pendidik yang sudah dikatakan sebagai pendidik di zona nyaman dengan yang berada di luar zona nyaman, guru honorer misalnya. Artinya ada perbedaan dalam pemenuhan hak-hak mereka.

Jauh lebih dari itu, tugas dan peran seorang pendidik antara yang berstatus pegawai negeri atau aparatur sipil negara dengan yang berstatus honorer atau pegawai tidak tetap cenderung berbeda. Jika ditelisik lebih jauh, peran dan tugas seorang guru berstatus aparatur sipil negara atau honorer sangat identik dalam pemenuhan keberlanjutan peserta didik untuk masa depan yang cerah.

Menilik pada hal tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik melalui berbagai upaya. Upaya-upaya tersebut, antara lain, tunjangan profesi, meningkatkan martabat para pendidik, serta mendorong mutu pembelajaran.

Sepatutnya seorang dosen, guru, dan tenaga kependidikan yang lainnya memantapkan niat demi profesi yang mulia: mencerdaskan kehidupan anak didiknya. Mencerdaskan kehidupan bangsa pada masa yang akan datang dengan landasan bahwa hak pendidik tidak hanya upah yang diterima.

Jauh lebih dari itu, pendidik adalah seorang yang sangat mulia bagi insan generasi penerus dalam mengamalkan kewajiban mencapai tujuan yang akan diraih pada masa mendatang. Profesi pendidik adalah muruah yang tidak semua insan dapat menggapainya. Berbanggalah menjadi pendidik.

Generasi penerus mendambakan pendidik yang dapat memahami, mencerdaskan, dan mengantarkan ke kehidupan bangsa yang dilandasi akhlak yang baik dan dapat dijadikan panutan bagi generasi penerus pada masa yang akan datang. Semoga mencerahkan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 17 Mei 2023. Penulis adalah guru Bahasa Indonesia di SMK Kesehatan Mandala Bhakti Solo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya