SOLOPOS.COM - Jafar Sodiq Assegaf (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Lebaran  bukan hanya momentum spiritual—dan kebudayaan—namun juga memiliki dimensi sosial yang kental. Lebaran menjadi hari ketika masyarakat berkumpul bersama keluarga dan orang-orang terdekat.

Lebaran tak hanya tentang merayakan ”kemenangan” setelah satu bulan berpuasa, namun juga menjadi titik temu bagi banyak kerabat yang terpisah.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Di Indonesia Lebaran atau Idulfitri identik dengan mudik dan silaturahmi. Tradisi semacam ini sebenarnya tak selalu ada di negara lain, meskipun banyak pula komunitas muslim di negara lain yang merayakan Idulfitri dengan berjemaah.

Pertemuan pada hari yang fitri itu sebenarnya adalah momentum bahagia, namun bagi beberapa orang bisa jadi hari yang menyebalkan.

Di balik kesenangan bertemu keluarga, kerabat, dan sahabat, beberapa orang justru menjadi takut mendapatkan pertanyaan-pertanyaan basa-basi yang terkadang memunculkan kecanggungan untuk ditanggapi.

Salah satu pertanyaan yang paling membikin canggung untuk ditanggapi bagi sebagian orang adalah “kapan nikah?” Pertanyaan demikian bisa jadi bukan hanya muncul saat silaturahmi Lebaran, namun juga sering didengar di kehidupan sehari-hari.

Pertanyaan ini akan lebih sering muncul pada usia pertengahan 20 tahun hingga 30 tahun atau setelah lulus kuliah. Pertanyaan tersebut biasanya datang dari orang tua, keluarga besar, teman dekat, teman lama, hingga rekan kerja.

Pertanyaan “kapan menikah?” terbilang sensitif di negara seperti Jepang, Korea Selatan, atau di negara-negara Barat. Pertanyaan ini boleh dibilang terlalu dalam mengurusi ranah domestik seseorang.

Di Indonesia dengan kultur masyarakat komunal, pertanyaan semacam ini bisa dilontarkan dengan lebih ringan. Ranah domestik menjadi ranah sosial, begitu juga sebaliknya.

Tingkat ketergantungan individu terhadap komunitas sosial sangat tinggi sehingga menimbulkan ekspresi dalam bentuk pertanyaan seputar kehidupan personal.

Dalam kultur masyarakat komunal, pertanyaan tersebut dilontarkan tidak dalam maksud menekan individu tertentu. Pertanyaan tersebut semestinya memiliki maksud untuk mendorong terciptanya bantuan sosial.

Bantuan sosial yang sering muncul, antara lain, adalah dengan cara menjodohkan atau mengenalkan kepada orang lain. Cara ini adalah bentuk kepedulian sosial yang akan mendorong terciptanya ikatan sosial yang lebih erat.

Selain itu, pertanyaan tersebut juga menjadi wajar lantaran menikah adalah bagian dari norma sosial. Menikah adalah kebiasaan yang sudah secara otomatis jamak terjadi bagi banyak orang di Indonesia. Karena itulah, menikah menjadi hal yang wajar dan melekat bagi siapa pun yang beranjak dewasa.

Sebagai individu yang merupakan bagian dari keluarga besar dituntut untuk mempunyai nilai-nilai bersama yang dimiliki oleh keluarga besar tersebut. Di Indonesia, berdasarkan data Statistik Kesejahteraan Rakyat 2013 dari Badan Pusat Statistik Indonesia, angka tertinggi pernikahan di Indonesia berada pada rentang usia 19 tahun hingga 24 tahun, yaitu 47,96%

Sebanyak 26,34% berada pada usia 16 tahun hingga 18 tahun dan 17,29% pada usia 25 tahun ke atas. Data tahun 2013 itu menunjukkan ada tren menikah yang cukup awal, namun ada kemungkinan tren angka ini berubah seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat.

Alasan lain kenapa pertanyaan ini sering dikemukakan adalah lantaran kebiasaan yang sudah diwajarkan. Apabila seseorang sering terpapar atau dihadapkan dengan situasi sosial dengan pertanyaan-pertanyaan pribadi seperti itu, seseorang tanpa sadar atau secara otomatis mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan itu sebagai pembuka pembicaraan dengan orang lain.

Disadari atau tidak, suka atau tidak suka, masyarakat sering berhadapan dengan situasi ditanya atau bertanya soal kehidupan pribadi orang lain.

Alasan semacam ini boleh jadi juga menjadi dasar munculnya banyak pertanyaan ajaib lain seperti “kapan lulus?” “kapan punya anak?” dan lainnya yang sejenis.

Pertanyaan yang diawali “kapan” akan selalu muncul dalam setiap jenjang kehidupan. Awalnya akan ditanya “kapan skripsi?” atau “kapan lulus?” lalu dilanjutkan dengan “kapan nikah?”, “kapan punya anak?”, lantas berlanjut ke “kapan nambah anak?”

Di antara setiap fase kehidupan tersebut akan ada varian pertanyaan lain seperti “anak disekolahkan di mana?” sampai yang lebih spesifik untuk yang baru melahirkan akan ada pertanyaan“pakai ASI atau susu formula?”

Pada intinya, pertanyaan-pertanyaan ajaib tersebut sebetulnya hanya basa-basi, namun menjadi sering dan banyak diucapkan karena kurangnya keterampilan atau kecakapan untuk memulai sebuah obrolan.

Sebenarnya banyak pertanyaan lain yang bisa diungkapkan untuk memecah keheningan dan menjadi lebih dekat bersama keluarga besar. Rasanya cara paling tepat untuk berdamai dengan pertanyaan-pertanyaan semacam ini adalah dengan membiarkan pertanyaan tersebut berlalu bergitu saja.

Luangkan waktu memikirkan dan mencintai diri sendiri. Ciptakan perasaan nyaman terhadap diri sendiri dan jadilah lebih realistis dalam menghadapi keadaan dan tetaplah berpikir positif. Sedangkan untuk para penanya, disarankan menghindari pertanyaan-pertanyaan semacam ini.

Kesempatan bertemu seseorang pada situasi seperti Lebaran adalah kesempatan baik untuk menjalin kehangatan atau keakraban di keluarga. Daripada menanyakan siklus hidup, lebih baik bertanya tentang bagaimana kabar kerabatnya, kesibukan apa yang saat ini dilakoni, atau membahas tren yang sedang terjadi.



Variasi pertanyaan lain barangkali akan lebih beragam pada Lebaran tahun depan lantaran ada topik besar bernama Pemilihan Umum 2024. Boleh jadi pembahasan soal Pemilu 2024 menjadi lebih sensitif daripada pertanyaan “kapan nikah?”

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 April 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya