SOLOPOS.COM - Abu Nadzib (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO – Bagi publik sepak bola di Indonesia, Piala Asia U-23 yang akan bergulir 15 April 2024 terancam hambar. Pelatih Shin Tae-yong tak bisa menghadirkan skuad terbaik karena klub menolak melepas pemain. Mereka menilai Piala Asia U-23 bukan agenda FIFA.

Penolakan awal datang dari klub dalam negeri. Dua klub Liga 1, Persija Jakarta dan Borneo FC, tak mau melepas pemain mereka karena dibutuhkan klub merebut juara Liga 1 musim 2023/2024.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Borneo FC yang memuncaki klasemen berpeluang besar bertarung di babak Championship Series yang menjadi format baru Liga 1 musim ini. Tim terbaik di Championship Series akan ditetapkan sebagai jawara Liga 1 2023/2024.

Beberapa pemain Borneo, Fajar Fathurrahman, Komang Teguh Trisnanda, Hugo Samir, dan M.  Taufany, punya peluang dipanggil Shin Tae-yong.  Persija Jakarta yang kini di posisi ke-9 klasemen dengan nilai 32 punya peluang, paling tidak, ke peringkat keempat yang menjadi syarat minimal bertarung di Championship Series.

Persija Jakarta memiliki Rizky Ridho, Doni Tri Pamungkas, Witan Sulaeman, Muhammad Ferarri, dan Iham Rio Fahmi yang pernah merasakan tangan dingin Shin Tae-yong. Klub ini memberi sinyal tak otomatis melepas pemain jika ada yang dipanggil ke tim nasional U-23.

Persis Solo punya Althaf Alrizky, Arkhan Kaka, Mohammad Kanu, Zainudin Fariz, Ramadhan Sananta, dan Irfan Jauhari yang secara kualitas layak memperkuat tim nasional U-23. Persis juga berambisi meraih hasil terbaik dalam 10 laga tersisa agar bisa masuk babak Championship Series.

Beberapa pilar tim nasional U-23 di luar negeri adalah Justin Hubner (Wolverhampton Wanderers), Elkan Baggott (Ipswich Town), Pratama Arhan (Suwon FC), Marselino Ferdinan (KMSK Deinze), Ivar Jenner (Jong Utrecht), dan Rafael Struick (ADO Den Haag)

Marselino Ferdinan dkk. juga berada di grup berat Piala Asia U-23. Mereka harus menghadapi tuan rumah Qatar U-23 di laga perdana, lalu melawan Australia dan Yordania. Peringkat FIFA tiga tim tersebut jauh di atas Indonesia, Qatar peringkat ke-37 dan Australia peringkat ke-23.

Ketua Umum PSSI Erick Thohir bukan tak sadar dengan kondisi rumit itu. Ia berusaha keras melobi klub-klub dalam maupun luar negeri agar mau melepas pemain mereka untuk bermain di Piala Asia U-23.

Menteri BUMN itu belum tahu apa jalan keluarnya. Ia yakin akan ada penyelesaian untuk kasus rumit ini. Ya, benar-benar rumit. Klub tidak bisa disalahkan karena Piala Asia U-23 memang bukan agenda FIFA.

Menuding manajemen klub tidak nasionalis juga tidak tepat mengingat mereka dituntut berprestasi, apalagi Liga 1 sedang pada masa penting penentuan juara. Menghentikan sementara Liga 1 agar klub bisa melepas pemain bukan jalan keluar bijak.

Banyak biaya yang ditanggung klub ketika kompetisi molor dari jadwal. Klub harus membayar biaya operasional lebih tinggi, utamanya gaji pemain jika melewati masa kontrak.

Liga 1 pernah terhenti karena kualifikasi Piala Dunia 2026, Piala Asia, dan Pemilu 2024. Belum lagi pada Maret 2024 ada lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 yang paling tidak Liga 1 dihentikan dua pekan.

Kita krab dengan persoalan-persoalan ini dalam dua dekade terakhir. Klub memboikot tim nasional dengan tidak melepas pemain acapkali terjadi. Sepak bola Indonesia lebih banyak masalahnya dibandingkan prestasinya.

Begitu kata Ketua Save Our Soccer Akmal Marhali. Konsistensi jadwal liga selalu menjadi masalah dari tahun ke tahun, bahkan saat ketua PSSI dan komite eksekutuf telah berganti. Berulang kali liga selesai melebihi batas waktu dan langsung berbenturan dengan jadwal di level lebih tinggi seperti Liga Champions Asia dan lainnya.

Banyak pemain naturalisasi sedang diproses PSSI menunjukkan hasil pembinaan usia dini jauh dari standar yang diharapkan. Kualitas pemain didikan dalam negeri dan pemain didikan Eropa terpaut jauh.

Di satu sisi kita bangga dengan gaya indah permainan tim nasional Indonesia yang merepotkan tim kuat seperti Australia, Jepang, dan Irak. Di sisi lain kita sedih karena permainan tim nasional  dipengaruhi keberadaan para pemain didikan Eropa di tim.

Jarak kualitas pemain naturalisasi dan pemain lokal terasa sekali. Saat beberapa pemain naturalisasi diganti dengan pemain domestik, permainan langsung berubah. Belum lagi bicara perwasitan yang kacau dari waktu ke waktu dan belum teratasi hingga kini.

Juga soal mafia sepak bola yang masih menjadi hantu kendati ada Satuan Tugas Antimafia Sepak Bola yang melibatkan Polri. Erick Thohir telah berbuat sesuatu untuk membenahi sengkarut di PSSI selama satu tahun terakhir.

Pada 16 Februari 2024 genap satu tahun Erick Thohir memimpin PSSI. Sejumlah prestasi telah ia raih, antara lain, medali emas SEA Games 2023, peringkat FIFA naik dari ke-175 menjadi ke-142, tim nasional lolos ke babak 16 besar Piala Asia, tim nasional e-sport juara Asia beberapa hari lalu.

Erick Thohir juga mulai membenahi kualitas wasit dengan mengundang instruktur dari Jepang, menggulirkan kompetisi usia dini (Piala Soeratin dan EPA), serta wacana pengguliran liga untuk kaum perempuan.

Erick Thohir bersyukur jika pada akhir masa tugasnya pada 2027 mendatang dirinya bisa mengerjakan 70% masalah di federasi. Seperti benang yang kusut, mengurai persoalan di sepak bola Indonesia harus penuh kesabaran dan ketekunan.

Perlahan tapi pasti, dilakukan satu demi satu, dengan konsistensi tinggi. Semua pihak harus terlibat aktif. Mumpung ada Erick Thohir yang sangat paham bola dan terlihat “lebih profesional” dibandingkan ketua umum PSSI sebelumnya. Pembenahan sepak bola harus dimulai sekarang.

Erick yang berada di dua kaki—PSSI dan pemerintah—bisa menjadi modal penting reformasi sepak bola Indonesia lebih cepat dan terukur. Tidak ada pertentangan lagi antara kepentingan PSSI dan kepentingan pemerintah, seperti yang terjadi pada 2015 dan membuat Indonesia dihukum FIFA.



Polri sebagai penegak hukum punya peran membersihkan mafia sepak bola, bekerja sama dengan PSSI. Masyarakat bola juga punya fungsi penting mengawal sepak bola di jalan yang benar. Jika kerja bersama ini dilakukan secara tulus dan konsisten, menjadi Macan Asia bukan lagi mimpi.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 22 Februari 2024. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya