SOLOPOS.COM - Kaled Hasby Ashshidiqy. (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Saya prihatin dan agak sedih membaca kabar tentang yang terjadi di Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Berjo di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah saat ini.

BUM desa yang mengelola dua objek wisata besar, yakni Air Terjun Jumog dan Telaga Madirda, itu dulu menjadi salah satu BUM desa terbaik di Soloraya.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

BUM desa ini berhasil menjadikan Desa Berjo sebagai desa terkaya di Kabupaten Karanganyar. Betapa tidak, dari objek wisata Air Terjun Jumog dan Telaga Madirda mereka bisa meraup pendapatan hingga Rp5 miliar setahun.

Kini cerita manis itu berubah menjadi asam. Perusahaan pelat merah milik pemerintah desa itu sedang sakit. Direcoki persoalan internal. Sumber masalahnya, lagi-lagi, adalah uang.

Warga, terutama kalangan ketua rukun tetangga dan rukun warga atau ketua RT dan ketua RW, mulai bergerak memprotes saat keuntungan pengelolaan dua objek wisata itu tak mengalir kepada mereka.

Persoalan akuntabilitas pengelolaan BUM Desa Berjo mengemuka. Benih-benih ketidakpercayaan warga terhadap pengurus BUM desa mulai tumbuh dan berkembang setelah kasus penggelembungan anggaran proyek pengembangan Telaga Madirda pada 2020 mengemuka.

Pelakunya adalah Kepala Desa Berjo saat itu, Suyatno, dan Direktur BUM Desa Berjo, Eko Kamsono. Keduanya sudah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang dan dijatuhi hukuman tak kurang dari empat tahun penjara.

Dari situ isu ketidakpercayaan masyarakat mulai muncul. Ditambah distribusi keuntungan hasil pengelolaan Telaga Madirda dan Air Terjun Jumog tidak merata. Apa pun kalau urusannya dengan uang pasti jadi masalah.

Istilah BUM desa lahir pada 1999. Melalui UU Nomor 22 Tahun 1999, pemerintah memberikan otoritas kepada pemerintah desa untuk mendirikan badan usaha, seperti halnya badan usaha milik negara (BUMN) di tingkat pusat.

Kemudian ada peraturan-peraturan lain dari pemerintah pusat hingga tingkat daerah yang mengatur lebih terperinci tentang BUM desa.

Ada irisan yang sama pada tujuan pendirian BUM desa dengan BUMN, yakni untuk menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah. Dengan demikian, pemerintah memiliki dana lebih banyak untuk menjalankan program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan warga.

BUM desa diharapkan menjadi komponen lain yang berkontribusi pada pendapatan asli desa. Harapannya, pemerintah desa tak melulu bergantung pada kucuran dana pemerintah daerah maupun pusat dalam melaksanakan program kerja dan kegiatan pembangunan.

Dengan adanya BUM desa, pemerintah desa bisa berdikari, lebih leluasa dalam membuat program kerja. Tak dimungkiri saat ini sebagian besar desa masih menggantungkan hidup dari kucuran dana pemerintah pusat dan daerah melalui dana desa dan alokasi dana desa sementara pendapatan asli desa mereka sangat kecil.

Tidak semua desa seperti Desa Berjo yang dikaruniai Tuhan alam yang sangat indah. Dengan sedikit usaha untuk memoles menjadi objek wisata, keindahan alam itu bisa dimonetisasi, menjadi sumber pendapatan.

Bagi desa yang minim potensi alam, misalnya berada di wilayah tandus dengan pemandangan yang biasa-biasa saja, dibutuhkan kreativitas pemerintah dan warga untuk menciptakan barang atau jasa yang bisa bernilai ekonomi.

Ada banyak sektor yang bisa digerakkan untuk menjadi peluang usaha. Pertanian, perdagangan, jasa, pariwisata, dan lainnya. Misalnya, dengan mengemas seni dan budaya lokal yang khas menjadi daya tarik wisata.

Bisa juga dengan mendirikan koperasi dengan unit usaha pertokoan. Pasti ada jalan jika mau berusaha. BUM desa yang bagus adalah BUM desa yang mampu memberdayakan masyarakat.

Jangan sampai keberadaan BUM desa tidak memberikan dampak, terutama ekonomi, kepada masyarakat. Seyogianya BUM desa adalah entitas bisnis yang dimiliki oleh seluruh warga desa tersebut.

Bukan badan usaha miliki sekelompok orang atau bahkan hanya milik kepala desa. Kesuksesan BUM desa menjadi kesuksesan warga desa. BUM desa ibarat perusahaan terbuka dengan warga adalah pemegang saham. Pengelola BUM desa berkewajiban melaporkan kinerja kepada pemilik saham.

Hal ini yang dilakukan BUM Dese Jatibatur, Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Pemerintah Desa Jatibatur menggandeng masyarakat sebagai penanam modal untuk membangun objek wisata air Sendang Kun Gerit.

Sebanyak 563 warga menjadi investor objek wisata yang kini jadi magnet baru di Kecamatan Gemolong tersebut. Pelibatan masyarakat dalam BUM desa akan meningkatkan fungsi pengawasan karena ada banyak mata dan telinga yang mengamati.

Selain itu, membuat rasa memiliki atau sense of belonging masyarakat terhadap BUM desa semakin tinggi dan ada semangat untuk mengembangkan. Keterlibatan masyarakat ada beragam caranya.

Selain menjadi investor atau pemegang saham bisa juga dengan memberdayakan sebagai mitra usaha, karyawan, dan lainnya.

Optimalisasi keterlibatan masyarakat merupakan salah satu faktor yang membuat BUM des bisa maju, selain menempatkan orang kompeten dan akuntabel dalam pengelolaan.



Optimalisasi pelibatan dan pemberdayaan masyarakat serta peningkatan akuntabilitas pengelolaan masih menjadi tantangan yang harus dihadapi BUM Desa Berjo.

Saya berharap yang terjadi di BUM Desa Berjo saat ini menjadi pembelajaran dan momentum untuk menata ulang pengelolaan dan memperbaiki kekurangan. Jangan sampai perahu yang sudah menjadi besar ini karam di tengah pelayaran.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 27 April 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya