SOLOPOS.COM - Ginanjar Saputra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Meraih  gelar ahli madya, sarjana, atau magister mungkin menjadi kebanggaan tersendiri bagi sebagian individu di muka bumi ini, namun buat apa mengenyam bangku kuliah kalau tujuannya cuma mendapatkan ijazah sebagai bekal mencari pekerjaan?

Sudah lulus kuliah kok masih nganggur, buat apa kuliah? Kok malah jadi ibu rumah tangga, buat apa kuliah? Kok enggak jadi pegawai, buat apa kuliah? Kok enggak jadi PNS, buat apa kuliah? Kok.. kok… kok…

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

Pemikiran kuno soal tujuan masuk perguruan tinggi itu nyatanya masih ada hingga zaman postmodern sekarang. Sejumlah orang masih berpikir siklus kehidupan selalu dimulai dari kelahiran, berlanjut mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, mencari uang dengan bekerja sebagai karyawan, dan berakhir dengan kematian.

Fase ketiga kehidupan, yakni mencari uang dengan bekerja sebagai karyawan, menjadi pangkal kesalahan dari tujuan mengenyam pendidikan tinggi. Ceramah soal kewirausahaan memang sudah menjenuhkan. Tak semua orang mendapatkan privilese bisa menjadi pengusaha mandiri, namun sebaiknya jangan pula berpikir mengenyam pendidikan tinggi akan memiliki pekerjaan dengan pendapatan yang  tinggi pada masa depan.

Pola pikir ”pendidikan tinggi sama dengan jaminan pendapatan tinggi” acap kali berujung pada kekecewaan. Buat apa kuliah kalau ternyata gajinya enggak jauh-jauh dari upah minimum? Begitu kira-kiri isi pikiran sebagian sarjana medioker yang baru nyemplung ke dunia kerja.

Banyak sarjana masih terjebak dalam sistem industri; lahir-sekolah-bekerja-mati. Kini saatnya menyadari tujuan pendidikan tinggi bukan untuk meraih pendapatan tinggi. Memang banyak dari mereka yang berpendidikan tinggi dan beruntung memiliki pendapatan tinggi, namun bukan itu intinya.

Mungkin sudah saatnya mengubah tujuan berkuliah; dari semata-mata untuk mencari pekerjaan menjadi untuk mengasah keahlian pada masing-masing bidang, membentuk pola pikir yang kritis dan terstruktur, serta memperluas wawasan.

Tanpa merendahkan pihak lain, sebagai alumnus pendidikan tinggi, sudah selayaknya para ahli madya dan sarjana memiliki keahlian, pola pikir, dan wawasan di level yang berbeda dibandingkan mereka yang tidak beruntung mengenyam pendidikan tinggi.

Dengan keahlian yang lebih terasah, pola pikir yang lebih kritis dan terstruktur, serta wawasan luas yang didapatkan setelah lulus dari bangku kuliah, maka tak akan ada lagi pertanyaan “buat apa kuliah?”

Dengan tiga bekal itu, mereka yang sudah mengenyam pendidikan tinggi bisa menjadi lebih ahli, lebih jeli, dan lebih luas ketika melihat setiap peluang kehidupan. Dengan perbedaan kualitas yang dimiliki itu pula, mereka yang mengenyam pendidikan tinggi bisa mengukur nilai diri sendiri.

Mereka bisa mengukur diri sendiri mulai dari seberapa besar penghasilan yang pantas mereka dapatkan, pekerjaan apa yang mampu mereka lakukan, dan bidang apa yang seharusnya mereka kerjakan.

Perubahan tujuan berpendidikan tinggi ini bukan semata-mata untuk menghilangkan niat memperbaiki derajat kehidupan. Ijazah memang masih menjadi bekal utama di sejumlah sektor di negeri ini dalam mencari penghidupan.

Jika tak memiliki privilese untuk maju sebagai pengusaha mandiri, menjadi karyawan swasta atau pegawai negeri juga bukan berarti gagal. Tidak perlu malu menjadi apa pun setelah lulus dari bangku kuliah.

Merasa malu hanya untuk mereka yang sudah berpendidikan tinggi, namun tidak memiliki keahlian di bidang yang sudah dipelajari selama bertahun-tahun, tidak memiliki pola pikir yang kritis dan terstruktur, serta memiliki wawasan dan sudut pandang sempit.

Jika diiringi ikhtiar yang kuat, ketiga tujuan mengenyam pendidikan tinggi itu bisa saja menjadi jalan untuk meningkatkan derajat kehidupan, baik dari sisi finansial, sudut pandang kehidupan, atau yang lainnya.

Rezeki adalah urusan Tuhan. Manusia hanya diwajibkan berusaha dan berdoa untuk meraihnya. Jadi, sudah saatnya berhenti bertanya ”buat apa kuliah?” Bertanyalah ”buat apa kuliah kalau tujuannya cuma mendapatkan ijazah sebagai bekal mencari pekerjaan?”

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 10 Juni 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya