SOLOPOS.COM - Danang Nur Ihsan (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pada  suatu pagi beberapa hari lalu, Juli, 33, membeli bubur setengah porsi di Jl. Setiabudi, Jakarta. Biasanya dia membayar Rp10.000 untuk bubur yang dia pesan. Pada pagi itu, karyawan swasta tersebut harus membayar Rp11.000 untuk sarapan pagi dengan bubur.

Sang pedagang mengatakan ada tambahan Rp1.000 karena Juli membayar pakai Quick Response Code Indonesia Standar (QRIS). Hanya Rp1.000. Uang Rp1.000 mungkin kini ”kalah pamor” dengan pecahan Rp2.000 yang lebih banyak dipakai orang.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

Juli dalam sehari bisa sampai lima kali bertransaksi dengan QRIS. Itu untuk transaksi harian sarapan bubur, membeli kopi, sampai makan malam. Artinya, dalam sehari pengeluaran Juli bisa bertambah sampai Rp5.000.

Pedagang bubur di Jl. Setiabudi, Jakarta, itu meminta tambahan biaya Rp1.000 kepada pembeli karena Bank Indonesia (BI) resmi menerapkan merchant discount rate (MDR) atau tarif QRIS bagi pedagang usaha mikro menjadi 0,3% mulai 1 Juli 2023.

Saat pandemi Covid-19 diterapkan relaksasi tarif QRIS usaha mikro ditetapkan 0%. Bila dihitung, tarif QRIS untuk bubur setengah porsi Rp10.000 seperti yang dibeli Juli itu harusnya hanya Rp30, bukan Rp1.000.

Itu pun seharusnya menjadi beban penjual, bukan dibebankan kepada pembeli seperti Juli. Kisah bubur setengah porsi tersebut menjadi gambaran salah kaprah penerapan 0,3% tarif QRIS untuk usaha mikro. Cukup banyak kisah serupa di banyak daerah lain.

Pelaku usaha mikro ada yang menerapkan hal serupa, yaitu meminta tambahan biaya kepada konsumen yang memakai QRIS setelah aturan baru berlaku. Dari sisi konsumen, banyak pula yang mengalami nasib seperti Juli.

Sering menggunakan QRIS untuk berbagai transaksi harian dan kini tiba-tiba ditodong biaya tambahan oleh pedagang. Salah kaprah penerapan aturan MDR 0,3% ini yang menjadi pekerjaan baru Bank Indonesia untuk menggencarkan sosialisasi kepada publik tentang aturan tersebut.

Edukasi kepada konsumen dan pedagang harus dilakukan secara simultan atau bersamaan. Pedagang harus diedukasi bila tarif QRIS 0,3% itu menjadi tanggung jawabnya, bukan dibebankan kepada konsumen.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Solo, Nugroho Joko Prastowo, menyebut biaya MDR bukan seperti pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditanggung pembeli. Biaya MDR ditanggung penjual atau pemilik merchant karena merupakan biaya untuk pengembangan teknologi QRIS.

Konsumen harus diedukasi hal serupa. Bahwa biaya itu bukan tanggung jawab konsumen. Harus diketahui pula, tarif QRIS 0,3% ini sebenarnya jauh lebih murah dibandingkan dengan berbagai metode pembayaran lain, seperti transfer bank hingga kartu kredit.

Meluruskan kembali salah kaprah soal 0,3% QRIS ini bukan perkara sepele di tengah terus meningkatnya transaksi keuangan berbasis digital. Selain itu, apabila dibiarkan akan menambah beban biaya masyarakat.

Ketika kondisi ini dibiarkan terus, Juli harus mengeluarkan biaya tambahan Rp5.000 sehari alias Rp150.000 dalam sebulan. Angka yang cukup lumayan dan bukan tidak mungkin banyak orang yang mengalami hal serupa.

Apbila dibiarkan berlarut-larut, bisa jadi sebagian orang akan kembali menggunakan transaksi tunai karena transaksi dengan QRIS ini dianggap menambah beban. Jangan sampai ini menjadi langkah mundur di tengah melesatnya transaksi keuangan berbasis digital.

Bank Indonesia melaporkan nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp143,71 triliun pada Maret 2023 atau naik hingga 84,15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini terjadi juga apabila dihitung dari jumlah transaksi yang mencapai 1,65 miliar kali transaksi pada Maret 2023.

Bank Indonesia memproyeksikan transaksi uang elektronik bisa tumbuh mencapai Rp495 triliun pada tahun ini. Bank Indonesia menargetkan ada penambahan usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM yang menggunakan QRIS.

Saat ini sudah ada 26 juta UMKM yang pakai QRIS. Transaksi keuangan digital yang lebih mudah dan efisien ini jangan sampai tersendat gara-gara salah kaprah soal 0,3% QRIS seperti urusan bubur setengah porsi di Jl. Setiabudi, Jakarta itu.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 15 Juli 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Gorup)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya