SOLOPOS.COM - Muhammad Aprianto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pada pengujung 2023 warga Kota Solo mendapat kabar bahagia. Taman Sriwedari kembali bisa dimanfaatkan secara leluasa berdasarkan keputusan hukum.

Beberapa tahun belakangan nasib Taman Sriwedari belum jelas karena masih dalam proses hukum untuk menentukan status kepemilikan. Prosesi pengangkatan atau pembatalan sita eksekusi dihadiri oleh Wakil Wali Kota Solo serta beberapa pejabat penting lainnya (Solopos, 6 Desember 2023).

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Mengemuka harapan Taman Sriwedari hidup kembali. Melacak dari sisi kultural dan historis, Hardjasaputra dalam tulisan berjudul Bab Kabudayan Tuwin Kagunan Jawi yang termaktub dalam Serat Gancaran Warni-warni (1933) menjelaskan asal nama Sriwedari dari kisah pewayangan Sumantri Ngenger.

Cerita di Istana Mahespati yang dipimpin Raja Arjunasastra bersama permaisuri Dewi Citrawati. Pada suatu waktu, Dewi Citrawati ingin Taman Sriwedari dipindahkan dari kayangan ke area kerajaan.

Sriwedari (wedari berarti taman) digambarkan sebagai taman yang berada di kayangan yang terkenal kemegahan serta keindahannya. Raja Arjunasastra meminta Patih Sumantri memindahkan Taman Sriwedari ke Istana Mahespati.

Babad Taman Sriwedari penting untuk dijadikan acuan pada aspek sejarah Taman Sriwedari. Menurut Babad Taman Sriwedari (1926), peresmian Taman Sriwedari dilakukan pada tahun Jawa 1831 Dal atau 1901 Masehi.

Tertera sengkalan  ”janma guna ngesthi ratu”. Pembangunan menelan biaya yang tidak sedikit pula. Babad Taman Sriwedari menerangkan …kababad kadamel patamanan, linggih Sri Wedari punika telas waragat pinten-pinten ewu rupiyah….”

Pendanaan ini bukti keseriusan Paku Buwono X membangun ruang publik di tengah masyarakat Kota Solo. Paku Buwono X serius menggagas Taman Sriwedari untuk dijadikan ruang ekspresi masyarakat.

Pembangunan tidak dilaksanakan dalam satu waktu. Tahap demi tahap hingga selesai dan utuh. Taman yang lengkap dengan beragam tumbuh-tumbuhan, bunga, serta hewan buruan dan peliharaan. Kian komplet dengan berbagai fasilitas hiburan serta rumah makan.

Taman Sriwedari kemudian menjelma menjadi ruang ilmu pengetahuan serta rekreasi. Taman Sriwedari terbagi dalam beberapa bangunan dan area khusus, terdiri atas kandang binatang (1905), Museum Radya Pustaka (pindah ke Taman Sriwedari pada 1913); gedung wayang wong (1911), gedung kesenian; doorganghuis (rumah isolasi atau rumah sakit jiwa, 1918-1919), dan segaran.

Pada tahun 1932-1933 dibangun stadion di kawasan Taman Sriwedari. Pemberitaan di surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 27 April 1918 menguatkan eksistensi kebun binatang di kompleks Taman Sriwedari.

Taman Sriwedari menjadikan Kota Solo sebagai kota terbaik selain Batavia. Indikator kemajuan Kota Solo adalah kepopuleran Taman Sriwedari. Orang-orang Batavia (sekarang Jakarta) tidak akan bingung saat berkunjung ke Solo.

Taman Sriwedari menawarkan tempat yang indah dengan kebun binatang. Berita dalam koran Bataviaasch Nieuwsblad memberi detail yang cukup hidup. Kondisi hewan diceritakan dengan terperinci.

Ada kandang macan kumbang; rumah jeruji untuk rakun; monyet yang melompat bebas; derik ular; gajah besar yang menjadi pusat perhatian; dan beragam hewan lain yang terawat di kandang.

Pada surat kabar yang sama, tanggal 18 Desember 1938, ada berita berjudul Dood van Olifant, Begrafenisin Solo’s Sriwedari, gajah terbaik Taman Sriwedari dikuburkan. Sudut pandang lokal bisa ditengok lewat Babad Taman Sriwedari (1926).

Ternyata koleksi hewan buruan dan peliharaan lebih dari apa yang dikabarkan koran Belanda. Ing sisih kidul kadadekaken kandhang.. kancil, celeng, bantheng. Sakidul wetan talaga kandhang gajah. Nekuk mangaler kandhang ayam mas, ayam tembagi, kandhang sima tinembok rinajeng tosan, isi sima gembong, tutul, sarta kombang, sinambetan kandhang kethek, lutung, landhak, segawon ajag, peksi warni-warni, menda ingkang beda kaliyan menda limrah, bajing, ..wawa, …menthok, kontul, tuwin  sanesipun bangsaring peksi. Ing kilen wonten sawer ageng-ageng.

Di sisi selatan, diberikan sebuah kandang,  kancil, babi, sapi, banteng. Di sisi tenggara telaga, terdapat kandang gajah. Berbelok ke sisi utara, ada kandang ayam mas, ayam tembagi, kendang macan yang temboknya terbuat dari kawat baja, isinya beragam jenis macan, seperti macan gembong, macan tutul dan macan kumbang, dekat dengan kendang kera, monyet, landak, anjing, burung warna-warni, kambing yang ‘berbeda’ dengan kambing yang normal, bajing, kera, itik, burung kuntul, dan jenis jenis burung lainnya. Di sisi sebelah barat terdapat ular yang ukurannya besar.

Ruang pengembangan ilmu pengetahuan, terutama kebudayaan Jawa, ada di Taman Sriwedari. Di sisi timur area taman terdapat Museum Radya Pustaka sebagai garda penyelamat kebudayaan Jawa di Kota Solo.

Museum yang terbentuk berkat paheman (1890) ini koleksinya terbilang baik untuk dijadikan rujukan pengembangan ilmu dan wawasan kebudayaan. Jika melihat dari sisi yang lain, arsitektur contohnya, bangunan Museum Radya Pustaka bisa dijadikan bahan kajian gaya arsitektur yang berkembang pada era akhir abad ke-19 ke awal abad ke-20.

Betapa kaya area Taman Sriwedari. Taman ini juga memiliki kontribusi besar dalam bidang kesenian dan hiburan. Gedung bioskop, gedung seni pertunjukan, bahkan Dewan Kesenian Surakarta pernah bermarkas di area yang dikenal sebagai kebon raja ini.

Taman Sriwedari sekaligus menjadi saksi bahwa wayang wong mulai menetap untuk menggelar pertunjukkan pada 1911, yaitu grup Persatuan Wayang Wong Sriwedari. Hingga kini wayang wong masih eksis.

Taman Sriwedari memiliki dua ruang penting yang patut dibanggakan di bidang olahraga. Pertama, Doorganghuis te Soerakarta, semacam rumah penampungan untuk pasien gangguan jiwa yang kini areanya ditempati Museum Keris dan UPT Museum.

Doorganghuis te Soerakarta diinisiasi pada 1918, diresmikan pada 17 Juli 1919. Ini termasuk pionir bagi penampungan di tempat lain seperti Batavia (1924), Semarang (1929), maupun Surabaya (1929).

Penempatannya dinilai tepat karena masuk dalam area Taman Sriwedari. Jika beberapa pasien membutuhkan penyegaran secara natural bisa segera jalan ke sekeliling taman. Setelah kemerdekaan, akhirnya dinasionalisasi menjadi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mangunjayan.



Kedua, Stadion Sriwedari yang merupakan monumen hidup Pekan Olahraga Nasional I (1948). Mr. Zeylman sebagai perancang stadion yang dipercaya Paku Buwono X. Pada 1933 stadion diresmikan meski Paku Buwono X diwakili Pangeran Harya Panular.

Stadion Sriwedari tidak lama dijadikan arena andalan untuk pertandingan, bahkan berkontribusi besar dalam perkembangan klub sepak bola di Kota Solo, Vorstenlandsche Voetball Bond, yang kemudian membentuk Persis Solo.

Merujuk antologi tulisan yang dihimpun J.J. Ras bertajuk Javanese Literature since Independence (1979), Taman Sriwedari merupakan taman terbaik di Kota Solo. Beberapa tempat hiburan lain yang sifatnya taman  publik, antara lain, Taman Balekambang, Taman Ranggawarsita (Jurug), Taman Tirtanadi. Taman Sriwedari yang paling kondang.

Berdasarkan catatan historis Taman Sriwedari setidaknya menjadi pengingat. Pengingat untuk berjalan serta melangkah ke depan, untuk pengelolaan lebih lanjut, penentuan arah pengembangan dan penentu kebijakan.

Taman Sriwedari harus dikembalikan menjadi ruang publik dengan penyesuaian, tentu dengan kompromi budaya kekinian tanpa meninggalkan esensi yang bertahan.

Semoga kembalinya Taman Sriwedari dibarengi dengan semangat untuk merawat, melestarikan, dan nguri-uri kabudayan Jawa. Pada akhirnya tagline Solo Spirit of Java akan relevan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 16 Desember 2023. Penulis adalah alumnus Program Pascasarjana Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada dan bergerak di Soerakartawalkingtour)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya