SOLOPOS.COM - Baliho bergambar Bupati Boyolali, M Said Hidayat, terpasang di jalan Boyolali-Musuk dan diduga terkait Pilkada 2024. Foto diambil Rabu (27/3/2024). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Sejumlah nama mengemuka dan dianggap layak menjadi kandidat kepala daerah atau wakil kepala daerah untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024. Mereka mengemuka karena disebut dalam survei oleh lembaga-lembaga tertentu, disebut oleh partai politik, atau disebut oleh tokoh partai politik yang berpengaruh besar.

Semua bisa menjadi calon kepala daerah asalkan didukung partai politik. Pilkada serentak 2024 hendaknya menjadi basis momentum dan praksis politik untuk memperkuat kaderisasi di partai politik.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Partai politik yang berhak mengajukan kandidat kepala daerah dan kandidat wakil kepala daerah. Calon independen memang bisa maju, tetapi persyaratannya tidak mudah. Jalur independen menjadi alternatif bagi individu yang merasa layak menjadi kandidat, namun tak dilirik atau tak diusung oleh partai politik.

Walaupun ada ketidaksukaan terhadap partai politik, kita harus menyadari partai politik adalah instrumen demokratis yang sah. Partai politiklah ”pemilik sah” forum, wahana, dan sistem untuk mendidik, melatih, dan melahirkan kandidat-kandidat pemimpin daerah.

Di tingkat kabupaten/kota partai politik seharusnya selalu menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat. Pelatihan, kaderisasi, dan upaya mempersiapkan kandidat kepala daerah harus selalu seiring sejalan dengan dinamika kabupaten/kota dan kehendak masyarakat.

Hal itu sesuai dengan fungsi partai politik, yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana perekrutan politik, sebagai sarana pengatur konflik, sebagai sarana artikulasi kepentingan dan agregasi kepentingan.

Dalam praktik pilkada langsung yang telah berlangsung sekian kali, minim sekali kontribusi sistem perkaderan di partai politik. Jamak yang terjadi adalah partai politik hanya ”ngundhuh” atau menangkap sosok-sosok yang memiliki nama tenar di masyarakat, punya tingkat elektabilitas tinggi, kemudian dicalonlkan dalam pilkada walau sesungguhnya bukan kader partai politik.

Ini koreksi bagi sistem perkaderan di partai politik yang belum menunjukkan buah yang matang. Pilkada sejauh ini juga hanya lekat dengan pembangunan citra kandidat melalui berbagai sarana dan media.

Basis kehendak rakyat, basis kebutuhan rakyat, basis dinamika daerah acap kali tak menjadi pijakan utama saat partai politik menentukan kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusung.

Pendekatan utama masih pada citra, keterkenalan, dan elektatabilitas yang sesungguhnya hanya buah dari pembangunan citra melalui berbagai sarana dan media. Partai politik harus lebih mengedepankan kebutuhan: siapa yang layak untuk dicalonkan.

Pilihan terbaik tentu yang dekat dengan masyarakat, yang memiliki kapabilitas, berpengalaman, dan memiliki visi membangun daerah. Partai politik jangan pakai cara instan, ambil dari luar, kemudian diberi “baju” partai, lalu dikontestasikan di pilkada.

Ada juga yang mengambil selebritas untuk memudahkan menjaring suara. Praktik itu tak salah, tetapi akan muncul pertanyaan ke mana kader-kader partai politik? Partai politik harus menjadi tempat perekrutan kader untuk dididik dan dilatih menjadi pemimpin politik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya