SOLOPOS.COM - Heru Saputra, Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Semarang, dan Dosen UIN Salatiga. (Istimewa).

Solopos.com, SALATIGA — Revolusi industri 4.0 telah mengubah banyak aspek kehidupan kita, termasuk menuntut kemampuan adaptasi yang cepat.

Dalam situasi tersebut, pendidikan memiliki peran yang semakin penting untuk menciptakan jembatan antara ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja yang terus berkembang.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Oleh karena itu, adaptasi dalam kurikulum pendidikan menjadi hal yang mendesak.

Dalam upaya menjawab tuntutan perubahan zaman ini, diperlukan peningkatan kualitas pendidikan, sehingga pemerintah Indonesia telah berinisiatif meluncurkan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) adalah konsep revolusioner dalam dunia pendidikan di Indonesia. MBKM salah satunya bertujuan mencetak manusia yang siap untuk dunia kerja yang dinamis dan terus berubah sesuai dengan tuntutan zaman.

Untuk mencapai tujuan tersebut, collaborative learning atau pembelajaran kolaboratif menjadi salah satu pilar penting dalam MBKM.

Konsep ini mencerminkan pentingnya kerja sama dalam dunia kerja yang semakin menekankan kolaborasi sebagai kunci kesuksesan.

Ada beberapa peran dan impact positif collaborative learning dalam mencetak peserta didik yang siap menjawab tantangan zaman, utamanya dunia kerja di era Revolusi Industri ini.

Pertama adalah adanya pengembangan keterampilan sosial. Di zaman ini, keterampilan sosial sangat penting. Collaborative learning memungkinkan peserta didik untuk mengasah keterampilan berkomunikasi, kerja sama dalam tim, dan pemecahan masalah.

Dalam pembelajaran kolaboratif, peserta didik harus berinteraksi dengan rekan-rekan dan mengemukakan ide-ide mereka, serta menyelesaikan masalah bersama.

Keterampilan tersebut sangat dibutuhkan dalam dunia kerja, yang mengharuskan mereka untuk berinteraksi secara efektif dengan rekan kerja, pelanggan, serta stake holder lainnya.

Adapun sumbangsih kedua pembelajaran kolaboratif dalam MBKM adalah adanya pembelajaran aktif. Collaborative learning mendorong peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Mereka tidak hanya menerima pengetahuan secara pasif, tetapi harus berpikir, berbicara dan berdiskusi dengan rekan-rekan mereka. Hal ini menciptakan pengalaman belajar yang lebih mendalam dan memotivasi mereka untuk terus berusaha lebih baik dalam memahami topik bahasan.

Seseorang yang ingin siap kerja harus mampu belajar secara mandiri, mengeksplorasi ide-ide baru, dan berkontribusi dalam tim.

Selanjutnya, pemahaman yang lebih mendalam akan dapat dicapai dengan penerapan collaborative learning ini. Dalam praktiknya, konsep ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang materi yang dipelajari.

Disini, mereka akan berbagi perspektif, pengalaman, dan pengetahuan mereka, yang mana ini akan membantu mereka dalam memperkaya pemahaman tentang sebuah topik.

Faktanya, mereka yang memiliki pemahaman mendalam akan lebih siap untuk menghadapi perubahan dan tantangan dalam dunia.

Selain itu, collaborative learning juga menjanjikan kemampuan beradaptasi dengan mengajarkan peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, rekan kerja serta stake holder yang berbeda.

Mereka belajar bagaimana bekerja dalam kelompok yang beragam dan berinteraksi dengan mereka yang memiliki pandangan yang berbeda. Kemampuan
ini sangat penting dalam dunia kerja yang multikultural dan beragam.

Manusia yang siap kerja harus bisa berkolaborasi dengan berbagai jenis orang dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan kerja.

Terakhir, penerapan collaborative learning juga akan mengasah kemandirian dalam belajar. Hal tersebut merupakan salah satu aspek utama dalam MBKM itu sendiri. Collaborative learning mendukung pengembangan kemandirian ini dengan memberikan tanggung jawab kepada peserta dalam mengelola kelompok mereka.

Mereka akan belajar untuk mengatur diri mereka sendiri (self-control), merencanakan pembelajaran, dan memastikan kelompok dapat mencapai tujuan bersama.

Hal ini akan membentuk sumber daya manusia yang siap menuju dunia kerja, memiliki kemauan dan kemampuan untuk terus belajar, mengembangkan keterampilan, serta berkontribusi dalam setiap pekerjaan.

Selain itu, mereka akan mampu untuk terus belajar secara aktif sepanjang hayat mereka (life long learning).



Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa collaborative learning bukan hanya berfungsi sebagai alat pembelajaran saja, melainkan juga fondasi dalam membentuk karakter yang siap untuk menghadapi fenomena revolusi industri serta tantangan lain di masa yang akan datang.

Oleh karena itu, penting untuk terus mendorong dan mengintegrasikan collaborative learning dalam sistem pendidikan Indonesia untuk mencetak generasi yang siap kerja dan berhasil menjawab tantangan era revolusi industri.

Sebagai pilar jembatan antara pendidikan dan dunia kerja, collaborative learning adalah kunci dalam membentuk karakter manusia Indonesia yang siap dan
mampu menghadapi bersaing pada masa mendatang yang penuh dengan perubahan, tantangan dan peluang.

Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Semarang, dan Dosen UIN Salatiga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya